SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MUSIK BLUES
Friday, December 2, 2011
Edit
Aliran musik vokal serta fragmental ini asal berdasarkan Amerika Serikat tepatnya lahir dari etnis Afrika-Amerika pada semenanjung Delta Mississippi serta mulai berkembang pesat dalam akhir abad 19 M/ kurang lebih tahun1895. Blues timbul dari musik-musik spiritual dan pujian yang biasa dilantunkan komunitas kulit gelap berasal Afrika di Amerika yang bekerja menjadi buruh tani, pada mana saat mereka bekerja atau istirahat sore hari mereka selalu melantunkan kebanggaan kepada Allah dan jua lagu-lagu sedih (blues) yg khas melodi ras Afrika, serta tentu saja dengan lirik-lirik budak yg tertindas saat itu.
Blues dikenal saebagai sebuah genre musik vokal dan instrumental yg berasal dari Amerika Serikat (Alaihi Salam). Musik yang mulai berkembang pesat pada abad ke-19 M itu ada berdasarkan musik-musik spiritual dan pujian yang biasa dilantunkan komunitas kulit hitam asal Afrika pada Alaihi Salam. Musik yg menerapkan blue note serta pola call and response itu diyakini publik Alaihi Salam dipopulerkan sang ‘Bapak Blues’–WC Handy (1873-1958).
Musik blues sudah terbukti berakar menurut tradisi kaum Muslim pada Afrika Barat, hal ini telah pada buktikan
oleh Sylviane Diouf seseorang penulis dan ilmuwan dan peneliti pada Schomburg Center for Research in Black Culture pada New York. Untuk menandakan keterkaitan antara musik Blues Amerika menggunakan tradisi kaum Muslim, Diouf memutar dua buah rekaman di hadapan publik yg hadir di sebuah ruangan Universitas Harvard, yaitu :
1. Rekaman yg berisi lantunan adzan/ panggilan bagi umat Islam buat melaksanakan shalat;
2. Rekaman yg berisi lagu Blues lawas yang pertama kali muncul di Delta Mississippi sekitar 100 tahun kemudian yang dikenal menggunakan nama Levee Camp Holler.
Percayakah Anda bahwa musik Blues berakar berdasarkan tradisi kaum Muslim Awalnya, publik pada negeri Paman Sam pun tak meyakininya. Namun, seseorang penulis dan ilmuwan dan peneliti pada Schomburg Center for Research in Black Culture pada New York, Sylviane Diouf, berhasil meyakinkan publik bahwa Blues mempunyai relasi menggunakan tradisi warga Muslim di Afrika Barat.
Untuk menunjukan keterkaitan antara musik Blues Amerika dengan tradisi kaum Muslim, Diouf memutar dua rekaman. Yang pertama diperdengarkannya kepada publik yang hadir di sebuah ruangan Universitas Harvard itu adalah lantunan adzan–panggilan bagi umat Islam buat menunaikan ibadah shalat. Setelah itu, Diouf memutar Levee Camp Holler.
Rekaman ke 2 itu adalah lagu Blues lawas yg pertama kali timbul pada Delta Mississippi sekitar 100 tahun yg lalu. Levee Camp Holler bukanlah lagu blues yang terbilang biasa. Lagu itu diciptakan sang komunitas kulit gelap Muslim dari Afrika Barat yang bekerja pada Amerika pasca-Perang Sipil.
Lirik lagu Levee Camp Holler yang diperdengarkan Diouf itu terdengar seperti panggilan suara adzan–berisi mengenai keagungan Tuhan. Seperti halnya lantunan adzan, lagu itu menekankan kata-istilah yg terdengar bergetar. Menurut Diouf, langgam yang sengau antara lagu Blues Levee Cam Holler yang mirip adzan jua merupakan bukti adanya pertautan antara keduanya.
Publik yang hadir di ruangan itu pun takjub dengan kebenaran bukti yg diungkapkan Diouf. “Tepuk tangan pun bergemuruh, sebab hubungan antara musik Blues Amerika menggunakan tradisi Muslim jelas-kentara terbukti,” papar Diouf. “Mereka mengungkapkan, ‘Wow, sahih-benar terdengar sama. Blues ternyata benar berakar berdasarkan sana (tradisi Islam)’.”
Jonathan Curiel dalam tulisannya bertajuk, Muslim Roots, US Blues, menyampaikan bahwa publik Amerika perlu berterima kasih pada umat Islam dari Afrika Barat yg tinggal pada Amerika. Sekitar tahun 1600 sampai pertengahan 1800 M, banyak penduduk kulit gelap menurut Afrika Barat yg dibawa paksa ke Amerika dan dijadikan budak.
Menurut para sejarawan, sekitar 30 persen budak berdasarkan Afrika Barat yg dipekerjakan secara paksa di Amerika itu merupakan Muslim. “Meski sang tuannya dipaksa untuk menganut Kristen, tetapi banyak budak menurut Afrika itu tetap menjalankan kepercayaan Islam serta kebudayaan asalnya,” cetus Curiel.
Mereka tetap melantunkan ayat-ayat Alquran setiap hari. Namun, sejarah jua mencatat bahwa para pelaut Muslim berdasarkan Afrika Barat adalah yang pertama kali menemukan benua Amerika sebelum Columbus. “Tak perlu diragukan lagi, secara historis kaum Muslimin telah memberi impak dalam evolusi warga Amerika beberapa abad sebelum Christopher Columbus menemukannya,” kata Fareed H Numan pada American Muslim History A Chronological Observation.
Curiel menambahkan, impak lainnya yang diberikan komunitas kulit gelap yang beragama Muslim di Amerika terhadap musik Blues adalah alat-alat musik yang sanggup mereka mainkan. Pada era perbudakan pada Amerika, orang kulit putih melarang mereka buat menabuh drum, karena risi akan menumbuhkan semangat perlawanan para budak.
Namun, penggunaan alat musik gesek yg biasa dimainkan umat Islam dari Afrika masih diizinkan buat dimainkan lantaran dipercaya seperti biola. Guru Besar Ethnomusikologi menurut Universitas Mainz, Jerman, bernama Prof Gehard Kubik menyampaikan indera musik banjo Amerika jua asal menurut Afrika.
Secara khusus, Prof Kubik menulis sebuah kitab mengenai rekanan musik Blues dengan peradaban Islam pada Afrika Barat berjudul, Africa and the Blues, yg diterbitkan University Press of Mississippi dalam 1999. “Saya yakin poly penyanyi Blues ketika ini yg tidak menyadari bahwa pola musik mereka meniru tradisi musik kaum Muslim pada Arab” cetusnya.
Secara akademis Prof Kubik telah membuktikannya. “Gaya vokal kebanyakan penyanyi Blues memakai melisma, intonasi bergelombang. Gaya vokal misalnya itu merupakan peninggalam warga pada Afrika Barat yang telah melakukan hubungan menggunakan dunia Islam semenjak abad ke-7 dan 8 M,” paparnya. Melisma memakai poly nada pada satu suku kata.
Sedangkan, intonasi bergelombang adalah rentetan yang beralih berdasarkan mayor ke skala minor dan pulang lagi. Hal itu sangat generik digunakan saat kaum Muslim melantunkan adzan serta membaca Alquran. Dengan liputan itu, papar Prof Kubik, para peneliti musik seharusnya mengakui bahwa Blues berakar dari tradisi Islam yg berkembang di Afrika Barat.
Meski telah dibuktikan secara akademis, namun masih banyak pula yang tidak mengakui adanya efek tradisi warga Muslim Afrika dalam musik Blues. “Non-Muslim sangat sulit untuk meyakini berita itu, karena mereka tidak memiliki pengetahuan yg cukup tentang peradaban Islam dan musik Islami,” ungkap Barry Danielian, seseorang pemain terompet yg tampil bersama Paul Simon, Natalie Cole, dan Tower of Power.
Suara lantunan adzan serta ayat-ayat Alquran yg biasa dilantunkan para Muslim kulit hitam pada Amerika mengandung musikalitas. “Dalam jamaah saya, istilah Danielian yang tinggal di Jersey City, New Jersey, ‘Ketika kami berkumpul serta sang imam datang ada ratusan orang dan kami melantunkan doa, niscaya terdengar sangat musikal. Anda akan mendengar musikal itu misalnya orang Amerika menyebut Blues.’” Begitulah tradisi Islam pada Alaihi Salam sudah melahirkan sebuah genre musik bernama Blues.
Referensi:
//makalah-artikel-online.blogspot.com/
//literatursejarah.blogspot.com/
Blues dikenal saebagai sebuah genre musik vokal dan instrumental yg berasal dari Amerika Serikat (Alaihi Salam). Musik yang mulai berkembang pesat pada abad ke-19 M itu ada berdasarkan musik-musik spiritual dan pujian yang biasa dilantunkan komunitas kulit hitam asal Afrika pada Alaihi Salam. Musik yg menerapkan blue note serta pola call and response itu diyakini publik Alaihi Salam dipopulerkan sang ‘Bapak Blues’–WC Handy (1873-1958).
Musik blues sudah terbukti berakar menurut tradisi kaum Muslim pada Afrika Barat, hal ini telah pada buktikan
oleh Sylviane Diouf seseorang penulis dan ilmuwan dan peneliti pada Schomburg Center for Research in Black Culture pada New York. Untuk menandakan keterkaitan antara musik Blues Amerika menggunakan tradisi kaum Muslim, Diouf memutar dua buah rekaman di hadapan publik yg hadir di sebuah ruangan Universitas Harvard, yaitu :
1. Rekaman yg berisi lantunan adzan/ panggilan bagi umat Islam buat melaksanakan shalat;
2. Rekaman yg berisi lagu Blues lawas yang pertama kali muncul di Delta Mississippi sekitar 100 tahun kemudian yang dikenal menggunakan nama Levee Camp Holler.
Percayakah Anda bahwa musik Blues berakar berdasarkan tradisi kaum Muslim Awalnya, publik pada negeri Paman Sam pun tak meyakininya. Namun, seseorang penulis dan ilmuwan dan peneliti pada Schomburg Center for Research in Black Culture pada New York, Sylviane Diouf, berhasil meyakinkan publik bahwa Blues mempunyai relasi menggunakan tradisi warga Muslim di Afrika Barat.
Untuk menunjukan keterkaitan antara musik Blues Amerika dengan tradisi kaum Muslim, Diouf memutar dua rekaman. Yang pertama diperdengarkannya kepada publik yang hadir di sebuah ruangan Universitas Harvard itu adalah lantunan adzan–panggilan bagi umat Islam buat menunaikan ibadah shalat. Setelah itu, Diouf memutar Levee Camp Holler.
Rekaman ke 2 itu adalah lagu Blues lawas yg pertama kali timbul pada Delta Mississippi sekitar 100 tahun yg lalu. Levee Camp Holler bukanlah lagu blues yang terbilang biasa. Lagu itu diciptakan sang komunitas kulit gelap Muslim dari Afrika Barat yang bekerja pada Amerika pasca-Perang Sipil.
Lirik lagu Levee Camp Holler yang diperdengarkan Diouf itu terdengar seperti panggilan suara adzan–berisi mengenai keagungan Tuhan. Seperti halnya lantunan adzan, lagu itu menekankan kata-istilah yg terdengar bergetar. Menurut Diouf, langgam yang sengau antara lagu Blues Levee Cam Holler yang mirip adzan jua merupakan bukti adanya pertautan antara keduanya.
Publik yang hadir di ruangan itu pun takjub dengan kebenaran bukti yg diungkapkan Diouf. “Tepuk tangan pun bergemuruh, sebab hubungan antara musik Blues Amerika menggunakan tradisi Muslim jelas-kentara terbukti,” papar Diouf. “Mereka mengungkapkan, ‘Wow, sahih-benar terdengar sama. Blues ternyata benar berakar berdasarkan sana (tradisi Islam)’.”
Jonathan Curiel dalam tulisannya bertajuk, Muslim Roots, US Blues, menyampaikan bahwa publik Amerika perlu berterima kasih pada umat Islam dari Afrika Barat yg tinggal pada Amerika. Sekitar tahun 1600 sampai pertengahan 1800 M, banyak penduduk kulit gelap menurut Afrika Barat yg dibawa paksa ke Amerika dan dijadikan budak.
Menurut para sejarawan, sekitar 30 persen budak berdasarkan Afrika Barat yg dipekerjakan secara paksa di Amerika itu merupakan Muslim. “Meski sang tuannya dipaksa untuk menganut Kristen, tetapi banyak budak menurut Afrika itu tetap menjalankan kepercayaan Islam serta kebudayaan asalnya,” cetus Curiel.
Mereka tetap melantunkan ayat-ayat Alquran setiap hari. Namun, sejarah jua mencatat bahwa para pelaut Muslim berdasarkan Afrika Barat adalah yang pertama kali menemukan benua Amerika sebelum Columbus. “Tak perlu diragukan lagi, secara historis kaum Muslimin telah memberi impak dalam evolusi warga Amerika beberapa abad sebelum Christopher Columbus menemukannya,” kata Fareed H Numan pada American Muslim History A Chronological Observation.
Curiel menambahkan, impak lainnya yang diberikan komunitas kulit gelap yang beragama Muslim di Amerika terhadap musik Blues adalah alat-alat musik yang sanggup mereka mainkan. Pada era perbudakan pada Amerika, orang kulit putih melarang mereka buat menabuh drum, karena risi akan menumbuhkan semangat perlawanan para budak.
Namun, penggunaan alat musik gesek yg biasa dimainkan umat Islam dari Afrika masih diizinkan buat dimainkan lantaran dipercaya seperti biola. Guru Besar Ethnomusikologi menurut Universitas Mainz, Jerman, bernama Prof Gehard Kubik menyampaikan indera musik banjo Amerika jua asal menurut Afrika.
Secara khusus, Prof Kubik menulis sebuah kitab mengenai rekanan musik Blues dengan peradaban Islam pada Afrika Barat berjudul, Africa and the Blues, yg diterbitkan University Press of Mississippi dalam 1999. “Saya yakin poly penyanyi Blues ketika ini yg tidak menyadari bahwa pola musik mereka meniru tradisi musik kaum Muslim pada Arab” cetusnya.
Secara akademis Prof Kubik telah membuktikannya. “Gaya vokal kebanyakan penyanyi Blues memakai melisma, intonasi bergelombang. Gaya vokal misalnya itu merupakan peninggalam warga pada Afrika Barat yang telah melakukan hubungan menggunakan dunia Islam semenjak abad ke-7 dan 8 M,” paparnya. Melisma memakai poly nada pada satu suku kata.
Sedangkan, intonasi bergelombang adalah rentetan yang beralih berdasarkan mayor ke skala minor dan pulang lagi. Hal itu sangat generik digunakan saat kaum Muslim melantunkan adzan serta membaca Alquran. Dengan liputan itu, papar Prof Kubik, para peneliti musik seharusnya mengakui bahwa Blues berakar dari tradisi Islam yg berkembang di Afrika Barat.
Meski telah dibuktikan secara akademis, namun masih banyak pula yang tidak mengakui adanya efek tradisi warga Muslim Afrika dalam musik Blues. “Non-Muslim sangat sulit untuk meyakini berita itu, karena mereka tidak memiliki pengetahuan yg cukup tentang peradaban Islam dan musik Islami,” ungkap Barry Danielian, seseorang pemain terompet yg tampil bersama Paul Simon, Natalie Cole, dan Tower of Power.
Suara lantunan adzan serta ayat-ayat Alquran yg biasa dilantunkan para Muslim kulit hitam pada Amerika mengandung musikalitas. “Dalam jamaah saya, istilah Danielian yang tinggal di Jersey City, New Jersey, ‘Ketika kami berkumpul serta sang imam datang ada ratusan orang dan kami melantunkan doa, niscaya terdengar sangat musikal. Anda akan mendengar musikal itu misalnya orang Amerika menyebut Blues.’” Begitulah tradisi Islam pada Alaihi Salam sudah melahirkan sebuah genre musik bernama Blues.
Referensi:
//makalah-artikel-online.blogspot.com/
//literatursejarah.blogspot.com/