SEJARAH AWAL ADANYA TARI SEUDATI DI ACEH

Sejarah Awal Adanya Tari Seudati di Aceh - Siapa sih yg tidak mengenal tari seudati. Salah satu tarian asal Aceh ini kerap dimainkan diberbagai acara dan pertandingan seni. Tarian ini sangat digemari oleh kaum lelaki. Permainan seudati adalah deretan anatara seni Tari serta seni Suara yg jua diklaim “Saman“.
Tarian ini adalah tarian khusus Aceh. Ia pula adalah tarian wilayah yang melambangkan kepribadian masyarakat menggunakan sifatt-sifat patriotik serta seninya bergabung pada satu bentuk tari-tarian yg heroik. Oleh karenanya, tarian ini sempat dihentikan pada zaman Belanda.
Tari Seudati berasal berdasarkan bahasa Arab, Syahadatain yg berarti kesaksian atau pengakuan. Seudati merupakan media buat penyampaian pesan. Saat penyebaran agama Islam di Aceh, Seudati merupakan inilah tarian pembakar semangat. Bahkan saat Belanda bercokol di Aceh tarian ini dilarang lantaran mampu memicu gairah buat melawan pasukan kolonial.
Tari Seudati pada mulanya tumbuh pada desa Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie, yang dipimpin oleh Syeh Tam. Kemudian berkembang ke desa Didoh, Kecamatan Mutiara, Kabupaten Pidie yg dipimpin sang Syeh Ali Didoh. Tari Seudati berasal menurut kabupaten Pidie. Seudati termasuk salah satu tari tradisional Aceh yg dilestarikan serta kini menjadi kesenian training hingga ke taraf SD.
Seudati ditarikan sang delapan orang laki-laki menjadi penari utama, terdiri menurut satu orang pemimpin yg diklaim syeikh , satu orang pembantu syeikh, 2 orang pembantu pada sebelah kiri yg disebut apeetwie, satu orang pembantu pada belakang yg diklaim apeet bak , dan 3 orang pembantu biasa. Selain itu, terdapat juga 2 orang penyanyi menjadi pengiring tari yang dianggap aneuk syahi.
Jenis tarian ini tidak memakai indera musik, tetapi hanya membawakan beberapa gerakan, seperti tepukan tangan ke dada dan pinggul, hentakan kaki ke tanah serta petikan jari. Gerakan tersebut mengikuti irama dan tempo lagu yang dinyanyikan. Bebarapa gerakan tersebut cukup bergerak maju dan lincah dengan penuh semangat. Tetapi, terdapat beberapa gerakan yg tampak kaku, tetapi sebenarnya memperlihatkan keperkasaan serta kegagahan si penarinya. Selain itu, tepukan tangan ke dada dan perut mengesankan kesombongan sekaligus kesatria.
Busana tarian seudati terdiri menurut celana panjang dan kaos oblong lengan panjang yang ketat, keduanya berwarna putih; kain songket yang dililitkan sebatas paha dan pinggang; rencong yg disisipkan di pinggang; tangkulok (ikat kepala) yg berwarna merah yg diikatkan pada kepala; serta sapu tangan yang berwarna. Busana seragam ini hanya buat pemain utamanya, sementara aneuk syahi nir harus berbusana seragam. Bagian-bagian terpenting pada tarian seudati terdiri berdasarkan likok (gaya; tarian), saman (melodi), irama kelincahan, serta kisah yang menceritakan mengenai kisah kepahlawanan, sejarah dan tema-tema agama.
Pada umumnya, tarian ini diperagakan di atas pentas serta dibagi sebagai beberapa babak, diantaranya: Babak pertama, diawali dengan saleum (salam) perkenalan yang ucapkan oleh aneuk syahi saja, yaitu:
Assalamualaikum Lon tamong lam seung,
Lon jak bri saleum keu bang syekh teuku….

Fungsi aneuk syahi buat mengiringi semua rangkaian tari. Salam pertama ini dibalas sang Syeikh menggunakan langgam (nada) yg berbeda:
Kru seumangat lon tamong lam seung,
lon jak bri saleum ke jamee teuku….

Syair di atas diulangi oleh kedua apeetwie dan apeet bak. Pada babak ta’aruf ini, delapan penari hanya melenggokkan tubuhnya pada gerakan gemulai, tepuk dada serta jentikan delapan jari yg mengikuti mobilitas irama lagu. Gerakan rancak baru terlihat waktu memasuki babak selanjutnya. Bila pementasan bersifat perntandingan, maka selesainya gerombolan pertama ini merampungkan babak pertama, akan dilanjutkan sang kelompok kedua menggunakan teknik yang tidak selaras juga.
Biasanya, kelompok pertama akan turun berdasarkan pentas. Babak kedua, dimulai menggunakan bak saman , yaitu semua penari primer berdiri dengan membuat bulat pada tengah-tengah pentas guna mencocokkan suara serta memilih likok apa saja yg akan dimainkan. Syeikh berada di tengah-tengah lingkaran tadi. Bentuk bundar ini menyimbolkan bahwa rakyat Aceh selalu muepakat (bermusyawarah) dalam merogoh segala keputusan. Muepakat itu, jika dikaitkan menggunakan konteks tarian ini, merupakan bermusyawarah buat menentukan saman atau likok yg akan dimainkan.
Di pada likok dipertunjukkan keseragaman gerak, kelincahan bermain serta ketangkasan yang sesuai menggunakan lantunan lagu yang dinyanyikan aneuk syahi . Lantunan likok tersebut diawali menggunakan:
Iiiiii la lah alah ya ilalah…. (secara lambat serta cepat)
Seluruh penari primer akan mengikuti irama lagu yg dinyanyikan secara cepat atau lambat tergantung menggunakan lantunan yg dinyanyikan oleh aneuk syahi tersebut. Fase lain adalah fase saman . Dalam fase ini beragam syair dan pantun saling disampaikan dan terdengar bersahutan antara aneuk syahi dan syeikh yg diikuti oleh semua penari. Ketika syeikh melontarkan ucapan:
walahuet seuneut apet ee kataheee, hai syam,
maka anek syahi akan menimpali menggunakan jawaban:
lom ka dicong bak iboih, anuek puyeh ngon cicem subang.

Untuk menghilangkan rasa jenuh para penonton, setiap babak ditutup menggunakan perpaduan lanie, yaitu memperbaiki formasi yang sebelumnya sudah nir beraturan.
Referensi:
//aamovi.wordpress.com/2009/04/01/sejarah-tari-seudati-aceh/
//www.atjehcyber.net/2012/11/video-sepenggal-kisah-tari-seudati.html
//www.atjehcyber.net/2012/11/video-sepenggal-kisah-tari-seudati.html

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel