SEJARAH BERCERITA MENGENAI SELUK BELUK KERAJAAN SIAK RIAU
Sunday, November 24, 2013
Edit
Sejarah Bercerita Mengenai Seluk Beluk Kerajaan Siak, Riau - Kerajaan Siak adalah sebuah kerajaan Melayu Islam yg terbesar pada daerah Riau, terdapat di Kabupaten Siak Srindrapura, dengan larak tempuh sekitar 2-3 jam menurut Kota Pekanbaru. Kerajaan Siak mencapai masa jayanya pada abad ke 16 hingga abad ke 20. Dalam silsilah Sultan-sultan Kerajaan Siak Sri Indrapura dimulai pada tahun 1725 dengan 12 sultan yg pernah bertahta. Kini, menjadi bukti sejarah atas kebesaran kerajaan Melayu Islam di Siak ini, dapat dipandang peninggalan kerajaan berupa kompleks Istana Kerajaan Siak yg dibangun oleh Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889 dengan nama ASSIRAYATUL HASYIMIAH lengkap menggunakan peralatan kerajaan. Sekarang Istana Kerajaan Siak Sri Indrapura dijadikan tempat penyimpanan benda-benda koleksi kerajaan.
Diantara koleksi benda antik Istana Siak merupakan: Keramik menurut Cina, Eropa, Kursi-kursi kristal dibentuk tahun 1896, Patung perunggu Ratu Wihemina adalah bantuan gratis Kerajaan Belanda, patung pualam Sultan Syarim Hasim I bermata berlian dibuat dalam tahun 1889, perkakas seperti sendok, piring, gelas-cangkir berlambangkan Kerajaan Siak masih terdapat dalam Istana, komet , kapal kato (kapal raja siak).
Sebelum berdirinya Kerajaan Siak II dalam tahun 1723 oleh Sultan Abdul Jalil Rachmad Syah yg di Pertuan Raja Kecil yang sentra pemerintahannya di Kota Buantan, tempat Siak hingga batas Minangkabau dan pantai Timur Pulau Sumatera dibawah kekuasaan Kerajaan Johor sebagai penerus imperium Melaka. Kerajaan Gasib merupakan Kerajaan Siak I yang berkedudukan di Sungai Gasib pada Hulu Sungai Siak. Kerajaan ini adalah pecahan Kerajaan Sriwijaya yg berpusat pada Muara Takus. Raja yang terakhir berdasarkan Kerajaan Gasib ini yg sudah beragama islam adalah Sultan Hasan yang ditabalkan sebagai Raja sang Sultan Johor. Kerajaan Siak I berakhir kekuasaannya pada tahun 1622 M.
Selama 100 tahun negeri ini tidak mempunyai raja, untuk mengawasi negeri ini ditunjuk seorang Syahbandar yg berkedudukan di Sabak Auh dikuala sungai siak menggunakan tugas memungut cukai hasil hutan, timah serta output bahari di kawasan Kerajaan Johor.
Pada permulaan tahun 1622 Sultan Mahmud Syah , Sultan Johor Ayahanda Raja Kecil dibunuh sang Megat Sri Rama sewaktu pulang dari Sholat Jum’at. Kerajaan Johor diambil alih oleh Datuk Bendahara Tun Hebab dan mengangkat dirinya menjadi raja Johor memakai gelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah (1699-1719). Keluarga Sultan Mahmud Syah II dikejar dan dibunuh, termasuk orang-orang besar Kerajaan, dayang-dayang dan pengikut setia, maksudnya buat menghilangkan keturunan Sultan Mahmud Syah II.
Tindakan ini bukanlah menambah kewibawaan serta kekuasaan tetapi kebalikannya muncul kebencian dan kekacauan dimana-mana pada Negeri Johor serta wilayah taklukannya. Beberapa wilayah taklukannya melepaskan diri misalnya : Indragiri, Kampar, Kedah, Kelantan, Trenggano serta Petani. Orang Minangkabau, Bugis, yang hayati menjadi pengembara memusuhi Sultan termasuk orang-orang Melayu di Petani.
Encik Pung, Ibunda Raja Kecil bisa diselamatkan sang Ayahandanya Datuk Laksemana Johor, maka Encik Pung melahirkan putra lelaki bernama Raja Kecil yg dipanggil Tuan Bujang serta dapat disembunyikan hingga Raja Kecil berumur 7 tahun. Karena pengejaran terus dilaksanakan oleh Sultan Abdul Jalil Riayat Syah terhadap Raja Kecil menjadi pewaris Kesultanan Johor, maka neneknya Datuk Laksemana Johor kemudian dibantu sang Raja Negara pada Singapura serta Datuk Temenggung Muar, maka Raja Kecil beserta ibunya Encik Pung dititipkan kepada saudagar orang Minangkabau yg bergelar Nakhoda Malim buat dibawa ke Jambi dan kemudian terus ke Pagaruyung serta diserahkan kepada Raja Pagaruyung Yang Tuan Sakti buat mendapatkan perlindungan.
Di Pagaruyung Raja Kecil dididik dan dibesarkan menjadi anak Raja sebagai akibatnya menerima pengetahuan menangani pemerintahan, kepercayaan , tata cara norma, kemiliteran dan bela diri. Setelah itu maka Raja Kecil tiada berhenti daripada menuntut ilmu global akhirat, tiada meninggalkan sembahyang dan terdekat dengan pengajar kepercayaan dan pengajar-guru dunia dan bercampur menggunakan orang besar yang bijaksana. Raja Kecil menuntut bela atas kematian ayahandanya, merebut balik tahta Kerajaan Johor. Raja Kecil mempersiapkan kekuatan buat menyerang Johor dengan mendapat bantuan orang Batu Bara yang dari menurut Minang kabau, Orang-orang Melayu Pesisir di Tanah Putih dan Kubu. DiBengkalis Raja Kecil mengatur kekuatan serta menerima donasi menurut orang-orang Minang kabau yg terdapat disana dan orang Melayu yg setia menggunakan Sultan Mahmud Syah II.
Pada tanggal 21 Maret 1717, Tahta Kerajaan Johor jatuh ketangan Raja Kecil. Sultan Abdul Jalil Riayat Syah turun tahta yang sudah memerintah pada Kerajaan Johor pada tahun 1699-1717. Pemerintahan Raja Kecil nir bertahan lama pada Kerajaan Johor, lantaran Daeng Parani sangat murka dan dendam serta ditambah juga hasutan Tengku Tengan yang semula bakal sebagai isteri Raja Kecil menjadi permaisuri Kerajaan Johor gagal, lantaran Raja Kecil sangat bahagia dengan adiknya yaitu Tengku Kamariyah. Akhirnya Tengku Kamariyah sebagai permaisuri Kerajaan Johor isteri Raja Kecil. Daeng Parani, Tengku Sulaiman dan Tengku Tengah bersepakat untuk merebut balik kekuasaan Raja Kecil di Johor. Terjadilah perang saudara anatar Raja Kecil sepihak menggunakan Tengku Sulaiman, sedangkan Tengku Tengah dan Daeng Parani menggunakan pengikutnya orang-orang Bugis membantu Sultan Sulaiman.
Serangan ke Bintan buat membalas dendam dilanjutkan dalam tahun 1723, Raja Kecil berhasil mengambil isteri Tengku Kamariyah bersama pembesar Kerajaan yang ditawan. Raja Kecil balik ke Bengkalis serta mencari wilayah yang kondusif dari agresi orang luar dan mendirikan Kerajaan baru yang terletak di Sungai Siak yaitu pada Kota Buantan. Kerajaan ini diberi nama Kerajaan Siak. Raja Kecil dengan Kerajaan Siak ini menyusun kekuatan buat menyerang Bintan. Serangan ini terus menerus dilaksanakan sampai tahun 1737.
Raja Kecil kembali ke Siak mendirikan sentra Kerajaan dan membangun negeri Buantan yang terletak dipinggir Sungai Siak yang dikenal menggunakan nama Sungai Jantan. Dipusat Kerajaan Sultan Abdul Jalil Rachmat Syah melakukan konsolidasi pada bidang bidang pemerintahan, militer serta perbaikan perekonomian negerinya. Setelah wafatnya Tengku Kamariyah, isteri Raja Kecil yang tercinta yg sangat setia kepada suaminya pada Kota Buantan, Raja Kecil seringkali sakit serta menerima tekanan batin. Pada tahun 1746 Raja Kecil dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rachmat Syah meninggal, beliau disemayamkan di Kota Buantan serta digelar MARHUM BUANTAN.
Pada penghujung tahun 1724 Raja Kecil memilih sebuah loka buat sebagai sentra kerajaan. Tempat itu diberi nama “ Kota Buantan “, disinilah Kerajaan Siak berpusat.kerajaan Siak diwariskan pada anak cucunya dengan garis keturunan berdasarkan Syariat Islam (keturunan ayah) sebagai berikut :
1. Raja Kecik
Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah (1723-1746 M) menggunakan ibukota Kerajaan pada Buantan tewas pada Buantan yg disebut warga almarhum Buantan
2. Tengku Buang Asmara
Memerintah antara tahun 1746-1765 M yang merupakan Putra Bungsu Raja Kecik dengan ibukota Kerajaan di Sungai Mempura yang disebut warga almarhum Mempura.
3. Tengku Ismail
Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah (1765-1766 M). Putra Tengku Buang Asmara dengan Ibukota Kerajaan pada Sungai Mempura Besar, disebut rakyat almarhum tewas pada Balai atau populer jua Sultan Kudung karena tangan almarhum sebelahnya Kudung, pada perlawanannya menentang Belanda tahun 1766 M.
4. Tengku Alam
Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah (1766-1780 M). Putra sulung Raja Kecik dengan Ibukota Kerajaan di Senapelan (Pekanbaru), mangkat di Senapelan (dekat mesjid Raya Pekanbaru) diklaim warga almarhum Bukit.
5. Tengku Muhammad Ali Panglima Besar
Sultan Ali Abdul Jalil Muazzam Syah (1780-1782 M). Putra Tengku Alam menggunakan Ibukota Kerajaan di Senapelan, meninggal pada Senapelan serta disebut warga almarhum Pekan (yg menghubungkan Kota Pekanbaru, Minangkabau serta Indragiri).
6. Tengku Yahya
Sultan Yahya Abdul Jalil Muzzaffar Syah (1782-1784 M). Putra berdasarkan Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah, menggunakan Ibukota Kerajaan pada Sungai Mempura, tewas di Dungun (Malaka) dianggap masyarakat almarhum Dungun.
7. Tengku Sayed Ali
Sultan Assyaidis Sarif Ali Abdul Jalil Syarifuddin (1784-1810 M). Putra Tengku Embung Badariah (Putri Tengku Alam) yg kawin dengan Sayed Syarief Usman Syahbuddin (Arab). Ibukota Kerajaan di Kota Tinggi (Siak Sri Indrapura), tewas di Kota Tinggi dianggap warga almarhum Kota Tinggi.
8. Tengku Sayed Ibrahim
Sultan Assyaidis Syarief Ibrahim Abdul Jalil Khaliluddin (1810-1815 M) lantaran kesehatan Sultan terganggu, maka Pemerintahan dijalankan sang wali Sultan.
Pada tahun 1813, Sultan Ibrahim meninggal dan dimakamkan pada Kota Tinggi yang diklaim rakyat almarhum Pura Kecil.
9. Tengku Sayed Ismail
Sultan Assyaidis Syarief Ismail Abdul Jalil Syarifuddin (1815-1864 M). Pada masa pemerintahan beliaulah adanya Tractat Siak-Belanda dimana Belanda mengakui Siak. Dimakamkan di Kota Tinggi yang diklaim almarhum Indrapura.
10. Tengku Panglima Besar Sayed Kasyim I
Tengku Panglima Besar Sayed Kasyim I, Sultan Assyaidis Syarief Kasim I Abdul Jalil Syarifuddin (1864-1889 M) putra dari Sultan Ismail. Dimakamkan pada Kota Tinggi serta dianggap almarhum Mahkota.
11. Tengku Ngah Sayed Hasyim
Sultan Assyaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syarifuddin (1889-1908), putra berdasarkan Sultan Kasyim I. Sultan Syarif Hasyim mendirikan Istana yang diberi nama Istana Asserayah Hasyimiah. Mangkat pada Singapura dan dimakamkan di Kota Tinggi. Disebut masyarakat almarhum Baginda.
12. Tengku Putra Sayed Kasyim
Sultan Assyaidis Syarief Kasyim Sani (II) Abdul Jalil Syarifuddin (3 Maret 1915-1946). Sultan Syarif Kasyim mempunyai dua orang permaisuri, yaitu :
- Permaisuri I
Tengku Bin Syarifah Latifah digelar Tengku Agung, mati tahun 1927 di Siak Sri Indrapura. Dimakamkan di samping Mesjid Syahbuddin Siak Sri Indrapura.
- Permaisuri I
Syarifah Fadlun dengan gelar Tengku Maharatu, bercerai hidup tahun 1950 pada Jakarta, meninggal pada Jakarta tahun 1980 dimakamkan di Jakarta.
Beliau merupakan Sultan yg terakhir berdasarkan Kerajaan Siak. Beliau mangkat di Rumah Sakit Caltex Rumbai serta dimakamkan disamping Mesjid Syahbuddin Siak Sri Indrapura pada lepas 24 April 1968.
Referensi:
//www.riaudailyphoto.com/2013/10/menelusuri-jejak-sejarah-kerajaan-siak.html
//m.riaupos.co/34083-berita-kapal-raja-siak-tempo-dulu-masih-terpajang-pada-istana-siak.html#.ulvl8FAyZtY