SEJARAH MANUSIA PERTAMA DI DUNIA

Sejarah Manusia Pertama Di Dunia - Kamu pasti bertanya-tanya sebenarnya menurut mana berasal usul dari manusia itu tercipta ada beberapa versi yang beredar berasal usul manusia di dunia. 

silahkan engkau simak ulasan singkat dari mimin cara-pramuka.blogspot.com :

Veris Pertama 
Perdebatan akan berasal-usul insan atau bahkan kehidupan makhluk hayati pada muka bumi ini masih sebagai indikasi tanya akbar serta diskusi panjang yang tiada habisnya. Beberapa teori ilmiah telah mencoba buat menjawab itu semua. Akan namun terus mengalami keraguan dan kesangsian sehabis diuji seiring perubahan waktu yang menjadikannya tidak bisa diterima lagi. Salah satunya merupakan teori evolusi yg ditelorkan sang Darwin. Konsep kehidupan yg, menurutnya, berawal menurut satu spesies sampai memunculkan beragam makluk hayati misalnya sekarang ini. Termasuk adanya insan sebagai makluk yg paling cerdik.

Disisi lain, sejarah penciptaan manusia sebenarnya telah melegenda. Berawal menurut satu insan laki-laki dan satu manusia perempuan yaitu Adam dan Hawa. Sebagaimana diinfomasikan sang dogma agama-kepercayaan besar (Yahudi, Nasrani dan Islam). Hingga pada abad ini telah melahirkan (memunculkan) lebih berdasarkan 6 miliar insan. Tersebar pada segala penjuru global. Dari cerita ini, poly manusia yg percaya begitu saja, walaupun memang terdapat hal-hal yang sedikit tidak lumrah. Penjelasan singkat dan ringkas yg dipercaya relatif serta nir adanya kekritisan umat pada beragama.

Diantaranya merupakan bahwa Adam diciptakan sang Tuhan dari tanah liat yg dibuat semisal sebuah boneka. Kemudian ditiupkan kepadanya ruh. Maka jadilah Adam insan dewasa yg hayati seketika itu juga. Selanjutnya pada tempatkan pada dalam nirwana. Tapi Adam merasa kesepian karena hanya seseorang diri. Maka Tuhan pun berakibat calon istrinya – Hawa. Caranya, Tuhan merogoh galat satu tulang rusuk Adam. Dari tulang rusuk Adam itulah lalu tercipta Hawa sebagai insan dewasa yg hayati.

Tak heran, cerita akan hal itu seluruh bertebaran dengan sangat bebas serta beragama. Mulai menurut yg bersifat doktrin, tafsir, dongeng, legenda sampai dalam penelusuran yang bersifat ilmiah. Dibandingkan dengan banyak sekali makhluk lainnya, insan memang sangat istimewa. Manusia yg benar-benar menjadi aktor utama dalam kehidupan di jagat raya ini. Pemimpin kolektif atas segala fasilitas kehidupan yg telah tersedia secara ajaib pada planet yang sangat istimewa pula ini.

Dalam serial diskusi tasawwuf modern kali ini, Agus Mustafa balik mengahadirkan buku yg sangat (selalu) kontrovesial. Tidak main-main, beliau memberikan nama judul bukunya dengan “Ternyata Adam Dilahirkan”. Menjadikan simpang siur pemahaman tentang penciptaan Adam meskipun sama-sama bersumber pada Al-Qur’an (kita kudus umat Islam). Menurut penulis kitab ini, kebanyakan umat Islam nir merogoh ayat-ayat Al-Qur’an secara utuh dan holistik yang akhirnya memunculkan pemahaman yg sepotong-potong.

Pembahasan di dalam buku ini, Agus Mustafa, mengajak seluruh pembaca untuk balik membuka tirai gelap proses penciptaan Adam dan Hawa yang jua tertuang pada Al-Qur’an. Dengan asa nir bersikap apriori terlebih dahulu terhadap sudut pandang baru (”negatif”) pada tahu hal ini. Pemahaman akan Al-Qur’an yg kebenarannya nir diragukan lagi seraya dibuktikan pula menggunakan inovasi-inovasi ilmiah termuktahir yg selama ini justru diperoleh sang ilmuwan-ilmuwan non-muslim.

Tidak bisa terelakkan lagi memang, perdebatan sengit seputar dari-usul kehidupan makhluk hidup nir akan pernah padam sepanjang sejarah manusia masih terus berlangsung. Akan namun setidaknya akan terus hanya terdapat dua kelompok akbar pada hal ini. Pertama merupakan gerombolan agamawan dan yg kedua merupakan gerombolan ilmuwan. Pada masing-masing kelompok juga tentunya terbagi dalam gerombolan -grup yg lebih kecil.

Dikalangan umat Islam sendiri misalnya, juga masih belum terdapat konvensi mengenai hal ini. Secara umum, kebanyakan umat Islam mempunyai pandangan bahwa Allah menciptakan manusia pertama dari tanah dengan mengucapkan “kun“. Maka seketika itu pula terciptalah Adam. Sedangkan Hawa (istrinya) diciptakan dari tulang rusuk dari dirinya yang kemudian diucapkan pula sang Allah “kun“.

Padahal, hasil penelusuran penulis kitab ini, Al-Qur’an nir pernah menyebut bahwa Adam menjadi insan pertama serta Hawa manusia ke 2 yang diciptakan sesudah Adam. Banyak ayat pada Al-Qur’an jutsru memberi pertanda kuat bahwa Adam serta Hawa merupakan galat satu menurut sekian poly species insan yg telah terdapat dalam ketika itu. Misalnya dalam QS. Al-A’Raaf (7) ayat 10-11. Begitu juga pada QS. Ali Imran (3) ayat 33 dan masih banyak lagi pada beberapa ayat-ayat lainnya.

Dari sini, sesungguhnya para pembaca kembali digugah kekritisannya serta jua dituntut buat terus mendiskusikan akan dari usul pencipataan insan sebagaimana Al-Qur’an sudah memberikan “sinyal-frekuwensi” yang tentunya mengakibatkan bertanya-tanya berat. Dan yg menarik, perkembangan ilmu pengetahuan insan semakin usang semakin mendekati “tirai pembatas” kaburnya sejarah insan itu sendiri.

Sebagaimana sejarah penciptaan insan sendiri ternyata telah terekam dalam DNA sebagai penyusun genetikanya. Dari sanalah misteri penciptaan “insan pertama” akan mulai terbongkar kembali. Dengan kebenaran ayat-ayat Al-Qur’an yang nir terdapat keranguan didalamnya dan dukungan hasil penelitian ilmiah termuktahir, manusia bakal bertemu dengan sebuah surprise mengenai sejarah “drama superkolosal” di planet biru ini.

Versi Kedua
Catatan dari ‘Eden In The East, The Drowned Continent’ karya Stephen OppenheimerPara pakar sejarah biasanya berpendapat bahwa Asia Tenggara adalah kawasan ‘pinggir’ pada sejarah peradaban manusia. Dengan istilah lain, peradaban Asia Tenggara bisa maju dan berkembang lantaran pengaruh-impak migrasi, perdagangan, dan pengaruh-efek yg ditimbulkan peradaban lain yang digolongkan lebih maju seperti Cina, India, Mesir, serta lainnya. Buku Eden In The East yg ditulis Oppenheimer seolah mencoba menjungkirbalikkan pendapat meinstream tadi.

Oppenheimer mengemukakan pendapat bahwa justru peradaban-peradaban maju pada dunia merupakan buah karya insan yg pada mulanya menghuni daerah yang kini menjadi Indonesia. Oppenheimer nir main-main dalam mengemukakan pendapat ini. Hipotesisnya disandarkan kepada sejumlah kajian geologi, genetik, linguistik, etnografi, dan arkeologi.gagasan diaspora manusia menurut tempat Asia Tenggara dicoba buat direkonstruksi menurut peristiwa pada akhir zaman es (Last Glacial Maximum) pada lebih kurang 20.000 tahun yg kemudian. Pada waktu itu, permukaan laut berada pada ketinggian 150 meter di bawah permukaan laut pada zaman kini . Kepulauan Indonesia bagian barat, masih menyatu menggunakan benua Asia sebagai sebuah tempat daratan maha luas yg disebut Paparan Sunda.

Ketika perlahan-lahan suhu bumi memanas, es pada kedua kutub bumi mencair serta mengakibatkan naiknya permukaan air laut, sebagai akibatnya ada banjir besar . Penelitian oseanografi menerangkan bahwa di Bumi ini pernah 3 kali terjadi banjir besar dalam 14.000, 11.000, serta 8.000 tahun yg lalu. Banjir yg terakhir merupakan insiden yang menyebabkan kenaikan bagian atas air laut sampai dengan tinggi 8-11 meter menurut tinggi bagian atas asalnya. Banjir tersebut mengakibatkan tenggelamnya sebagian akbar tempat Paparan Sunda sampai terpisah-pisah menjadi pulau-pulau yang sekarang kita kenal sebagai Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali.

Oppenheimer mengemukakan bahwa ketika itu, daerah Paparan Sunda sudah dihuni oleh manusia dalam jumlah akbar. Lantaran itulah, menurutnya, hampir seluruh kebudayaan dunia mempunyai tradisi yang mengisahkan cerita banjir besar yang menenggelamkan sebuah daratan. Kisah-kisah semacam banjir Nabi Nuh as, olehnya dipercaya sebagai keliru satu bentuk transfer informasi antar generasi manusia mengenai insiden mahadahsyat tersebut.

Menurut Oppenheimer, sehabis terjadinya banjir besar tadi, menusia mulai menyebar ke belahan bumi lainnya. Oppenheimer menyatakan bahwa hipotesisnya ini disokong sang rekonstruksi persebaran linguistik modern yang dikemukakan Johanna Nichols. Nichols memang mencoba mendekonstruksi persebaran bahasa Austronesia. Sebelumnya, Robert Blust (linguis) dan Peter Bellwood (arkeolog) menyatakan bahwa persebaran bahasa-bahasa Austronesi a dari berdasarkan daratan Asia ke Formosa (Taiwan) dan Cina Selatan (Yunnan) sebelum sampai ke Filipina, Indonesia, kepulauan Pasifik serta Madagaskar. Nichols menyatakan konstruksi yg terbalik di mana bahasa-bahasa Austronesia menyebar berdasarkan Indonesia-Malaysia ke tempat-kawasan lainnya dan menjadi induk dari bahasa-bahasa dunia lainnya.

Oppenheimer berkeyakinan bahwa penduduk Malaysia, Sumatera, Jawa, serta Kalimantan dewasa ini merupakan keturunan menurut para penghuni Paparan Sunda yang nir hijrah setelah tenggeamnya sebagian tempat tadi. Dengan istilah lain, dia hendak mengemukakan bahwa persebaran manusia pada dunia dari menurut tempat ini.

Pendapatnya ia perkuat menggunakan mengemukakan analisa tentang adanya kesamaan benda-benda neolitik di Sumeria dan Asia Tenggara yg diketahui berusia 7.500 tahun. Kemudian karakteristik fisik pada patung-patung peninggalan zaman Sumeria yg memiliki tipikal wajah lebar (brachycepalis) ala oriental pula memperkuat hipotesis tersebut.

Oppenhimer jua konfiden bahwa tokoh pada kisah Gilgamesh yg dikisahkan sebagai satu-satunya tokoh yang selamat dari banjir akbar adalah karakter yang sama dengan Nabi Nuh as dalam kitab Bible serta Qur’an yang tak lain adalah karakter yang berhasil menyelamatkan diri menurut banjir akbar yg menenggelamkan paparan Sunda. Legenda Babilonia tua mengisahkan jua kedatangan tujuh cendekiawan dari timur yg membawa keterampilan dan pengtahuan baru. Kisah yang sama masih ada juga pada dalam India kuno pada Hindukush. Varian legenda semacam ini pun ternyata beredar di kepulauan Nusantara dan Pasifik.

Oppenheimer lebih lanjut mengemukakan bahwa kisah yg serupa menggunakan kisah penciptaan Adam dan Hawa dan pertikaian Kain dan Abel (Qabil serta Habil) ternyata bisa ditemukan di tempat Asia Timur serta Kepulauan Pasifik. Misalnya orang Maori di Selandia Baru, menyebut perempuan pertama menggunakan nama ‘Eeve’. Kemudian pada Papua Nugini, kisah yg serupa menggunakan Kain dan Abel terdapat pada wujud Kullabop serta Manip. Tradisi-tradisi di kawasan ini pula mengemukakan bahwa manusia pertama di buat menurut tanah lempung yg berwarna merah.

Atas dasar berbagai hipotesis tadi pula, Oppenheimer meyakini bahwa Taman Eden yg dianggap-sebut dalam Bible ada pada Paparan Sunda. Berbicara mengenai Hipotesis Oppenheimer ini, aku juga jadi teringat galat satu ayat pada Kitab Genesis yang menggunakan jelasmenyebut bahwa Eden ada pada Timur. Mungkinkah Taman Eden memang berlokasi pada Indonesia? Dan Manusia Pertama pun ditempatkan Tuhan di Indonesia.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel