Gotong Royong Bergrilya Membantu Suku Rohingya dengan Sejuta Ancaman



Jakarta, Menjadi relawan ditempat-loka perseteruan memang tidak mudah dan mempunyai tantangan sendiri, niat buat saling membantu dan membuatkan terkadang terhalang sang situasi yg buruk, seperti yg terjadi di Myanmar baru-baru ini.
Sabtu malam 25 Juni2019, suasana di wilayah Thei Thamin , sebelah timur Kota Yanggon Myanmar datang-datang saja mencengkam, sekelompok orang menurut daerah yang tidak sinkron tiba-tiba menyerang permukiman Suku Rohingya.
Tanpa diketahui penyebab aslinya, yg niscaya penyerangan itu ‎telah menciptakan suku Rohingya semakin menderita, rumah-tempat tinggal mereka dihancurkan, begitu jua masjid yg sebagai tempat ibadah kaum Muslim Rohingya.
Melihat itu, Andalan Nasional Gerakan Pramuka urusan Pengabdian Masyarakat dan Siaga Bencana Kak Eko Sulistio semakin prihatin menggunakan kondisi kehidupan yg dihadapi suku Rohingya. Sudah bertahun-tahun lamanya mereka hidup pada penindasan dan kekerasan.
Kak Eko keliru satu relawan kemanusiaan yg telah merasakan pahit getirnya hayati pada wilayah-wilayah permasalahan. Usahanya memberikan bantuan paket Ramadhan terpaksa dilakukan secara sembunyi-sembunyi demi‎ keselamatan dan kelancaran ke 2 belah pihak.
‎”Sampai saat Ini pekerja-pekerja kemanusiaan jika membantu mesti sembunyi-sembunyi biar tidak ada iri atau kesenjangan‎,” tutur Kak Eko kepada Humas Kwarnas, Selasa (28/6/2016).
Penganiayaan dan perusakan yg dialami sang suku Rohingya tentu membawa luka yang mendalam bagi ‎mereka yg hayati dalam ketidakpastian serta persamaan hak. Meski nir terdapat korban jiwa, namun ancaman membuat mereka takut.
‎”Saya catat setidaknya terdapat 60 kepala famili kabur dan tinggal di pinggir pinggir kali,
mau balik takut dan stress berat,” istilah Kak Eko menceritakan kondisi pada sana.
Tidak hanya itu, para relawan humanisme berdasarkan aneka macam negara jua dibatasi ruang geraknya. Aparat keamanan yg seharusnya memberikan ketenangan dan perlindungan bagi warganya justru terlihat acuh serta berat sebelah, sebagai akibatnya nir bisa diharapkan. ‎
“Kita di tempat-loka eksklusif berpakaian muslim nir boleh mencolok,” tuturnya.
Sampai-sampai Kak Eko menuturkan terdapat lelucon dari temannya Jamaludin Volunteers relawan warga Malaysia, ia mengungkapkan berbuat baik di pemukiman suku Rohingya misalnya bisnis narkoba, karena wajib dilakukan sembunyi-sembunyi serta menerima berbagai ancaman.
‎”Pendistribusian bantuan kepada para pengungsi, ketauan pihak keamanan mampu ditangkap, dan jika ketauan pihak radikal atau musuh Muslim kita sanggup pada aniaya tidak perduli kita dari mana,” ungkapnya.‎
Namun, Kak Eko bersyukur berkat perjuangan serta kerja keras para relawan, bantuan paket sembako buat rakyat Rohingya telah tersalurkan semua dengan kondusif. Kerja-kerja sosial misalnya ini tentu membawa pengalaman serta kesan tersendiri bagi Kak Eko yang konsisten berada di jalannya.
Dari pihak KBRI sudah menghimbau pada para relawan khususnya menurut Indonesia untuk tidak mengunjungi camp-camp evakuasi suku Rohingya. Sebab, sampai waktu ini kondisinya masih mencengkam. Dikhawatirkan terjadi apa-apa.‎
Bercerita tentang suku Rohingya memang bukan suatu hal yang baru, suku ini diperkirakan sudah terdapat di Myanmar sejak abad ketujuh Masehi yg dari berdasarkan pedagang Arab. Keberadaan mereka sampai saat ini masih dipersoalkan oleh pemerintah Myanmar.
Mereka tidak diakui lagi menjadi masyarakat negara Myanmar, dengan begitu mereka tidak mampu menerima hak-haknya sebagai insan, yaitu hak kesehatan, hak ekonomi, hak pendidikan, serta hak hidup tenang dan damai di atas persamaan hukum. (HA/Humas Kwarnas). ‎‎

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel