Komersialisasi Buperta Cibubur Berpotensi Rugikan Negara
Monday, May 20, 2019
Edit
Tamanlebahmadupramuka
Kwartir Nasional Gerakan Pramuka mengelola aset Bumi Perkemahan Graha Wisata (Buperta) dan Taman Rekreasi Wiladatika (TRW, Cibubur. Biaya pengelolaan setiap tahun terus mengalami kenaikan. Tahun 2012 mencapai Rp 12,6 miliar
JAKARTA, KOMPAS.com - Isu komersialisasi Bumi Perkemahan Graha Wisata (Buperta) dan Taman Rekreasi Wiladatika (TRW), Cibubur, kembali mengemuka pasca salah satu pengembang akbar Nasional melansir planning strategis mereka pada 8 Mei2019. Pengembang ini akan menciptakan sejumlah superblok alias properti multifungsi berisi hotel, apartemen, pusat belanja, ruang konvensi serta taman rekreasi pada beberapa lokasi. Termasuk pada antaranya pada kawasan Cibubur.
PK tadi gagal direalisasikan, karena nir disetujui Majelis Pembimbing Nasional (Mabinas) yg diketuai Presiden Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam AD/ART Gerakan Pramuka.
-- Rachmad Junizar
Adalah Kwartir Nasional Gerakan Pramuka (Pramuka) yg berkeinginan meningkatkan pendapatan demi menambal biaya operasional yang kian hari semakin membengkak. Mereka harus mengelola dua aset utama yakni Buperta dan TRW Cibubur seluas total 240 hektar. Jika hanya mengandalkan penghasilan selama ini dari hasil usaha unit bisnis, donasi luar negeri dan pajak penghasilan karyawan, tidak akan mencukupi.
Selama 2012 saja, sinkron menggunakan Laporan Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Keuangan Kwarnas Gerakan Pramuka, jumlah pengeluaran mencapai Rp 12,606 miliar. Angka ini melonjak ketimbang tahun sebelumnya yg hanya mencapai Rp 6,545 miliar. Sementara pendapatan 2012, Pramuka membukukan angka Rp 12,839 miliar. Meroket menurut tahun sebelumnya yg hanya berhasil meraup senilai Rp 9,185 miliar. Nah, melambungnya biaya operasional ini yang menstimulasi pengurus Pramuka mencari cara agar bisa menambah penghasilan mereka.
Menurut pegiat Gerakan Peduli Aset Pramuka (GPAP), Rachmad Junizar, jalan pintas pun ditempuh pengurus Pramuka. Mereka menentukan opsi "mengkomersialisasi" aset Pramuka. Tahun 2006 mereka membuat perjanjian kerjasama (PK) berskema build, operate, transfer (BOT) menggunakan PT Prima Tangkas Olahdaya (PTO) selama 30 tahun. Dalam PK bernama Penataan, Pengembangan dan Pengelolaan Buperta Cibubur No. 13, tertanggal 20 November 2006 tadi Pramuka akan menerima dana donasi berdasarkan PTO sebesar Rp 125 juta per bulan selama masa berlakunya perjanjian kerjasama.
"PK tersebut gagal direalisasikan, lantaran nir disetujui Majelis Pembimbing Nasional (Mabinas) yang diketuai Presiden Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam AD/ART Gerakan Pramuka," ujar Rachmad pada Kompas.com, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Pantang menyerah, pengurus Pramuka pun banting setir. Mereka mencari alternatif. Hingga kemudian pertengahan Desember 2011 dibentuk nota kesepahaman menggunakan PT Purnama Alam Sakti. Nota kesepahaman dibuat dalam rangka mempersiapkan PK baru secara BOT selama 30 (tiga puluh) tahun buat huma seluas 18,9 ha di Taman Rekresi Wiladatika (TRW) dan huma Pusdiklatnas.
Di atas lahan TRW tadi PAS akan berbagi sentra bisnis, hotel, kolam renang serta tempat rekreasi yang sama sekali tidak ada hubungannya menggunakan pendidikan Pramuka. Sedangkan Pusdiklatnas serta beberapa bangunan di TRW akan diganti menggunakan bangunan baru pada huma Buperta senilai Rp 60 miliar dan selama 30 tahun Pramuka akan menerima dana donasi yang dibayarkan setiap tahun menggunakan jumlah kumulatif senilai Rp 510 miliar.
Tanggal 21 Maret 2012 tanpa melalui rapat pleno pimpinan sebelumnya, Pramuka serta PAS menandatangani perjanjian kerjasama. PK tadi mengatur hak dan kewajiban masing-masing.
"Kembali Pramuka, dalam hal ini Kepala Kwarnas mengabaikan AD/ART karena penandatanganan ini tanpa melalui pembahasan Sidang Paripurna Andalan Nasional serta konsultasi dengan Mabinas. Lebih dari itu, PK ini berpotensi merugikan negara karena Pramuka menjadi pengelola Buperta dan TRW hanya menerima dana kontribusi sebanyak Rp 510 miliar selama 30 tahun," imbuh Rachmad.
GPAP sendiri telah menghitung, jika memakai patokan Kementrian Keuangan, maka nilai sewa yg akan didapat oleh Pramuka jauh lebih besar menurut nilai kumulatif yang ditawarkan PAS. Setidaknya Pramuka akan menerima nilai akumulasi sewa selama 30 tahun sebanyak Rp 2,1 triliun, berdasarkan harga huma sinkron NJOP Rp 2.000.000 per meter persegi, pertimbangan suku bunga 8 % dan faktor pertumbuhan harga sebanyak 10 persen.
"apabila PK tersebut dijalankan, maka berpotensi merugikan negara senilai Rp 1,59 triliun," imbuh Rachmad.
Editor :
Hilda B Alexander