Step by step HDR for dummies
Monday, July 1, 2019
Edit
Disclaimer: Tutorial dan penerangan ini diberikan oleh seseorang pemula yg sedang serta terus belajar. Jika terdapat penerangan dan atau teknik yg membingungkan, pembaca sanggup bertanya langsung pada kolom komentar atau mencari tambahan surat keterangan lain. Penulis nir menyatakan bahwa teknik yang diberikan di sini adalah teknik terbaik, hanya mengembangkan pengalaman dalam memotret dan memberikan cara baru dalam mengagumi keindahan kreasi Tuhan.
Dalam global fotografi digital (bukan analog), poly sekali teknik yang bisa kita pakai buat menangkap objek foto. Ada yang namanya Panning, menangkap objek berkiprah menggunakan kecepatan eksklusif sembari mengarahkan kamera mengikuti objek. Ada juga yg namanya InfraRed photography, teknik yang hanya mengizinkan sinar inframerah melewati kamera dan menolak hampir seluruh sinar kasatmata (RGB), serta teknik lainnya termasuk high-speed photography dan HDR (High Dynamic Range).
Untuk topik kali ini, akan kita batasi pada pembahasan HDR saja.
Apa itu HDR?
Secara teoritis, HDR diartikan sebagai menerima gambar/image menggunakan jarak selisih bergerak maju cahaya yang tinggi, hadoooh..ribet yak?! =)
Jadi gini, pernah ga lo ngeliat foto jembatan/rumah/gunung/danau tapi beda banget dengan objek aslinya ketika lo tiba ke sana. Langitnya lebih biru menggunakan paradoksal garis awan yang jelas, bayangan tempat tinggal yg tampak pada rerumputan dan pijar mentari yang lebih berwarna. Di foto area gelap tampak seperti siluet, padahal kita masih sanggup melihat dan membedakan warna daun-daunnya.
Kamera, (hampir) sama seperti mata kita memiliki sensor buat menangkap cahaya serta mengartikan bias cahaya tersebut menjadi objek. Tapi keterangan yg ditangkap oleh sensor kamera jauh sedikit bila dibandingkan menggunakan pupil dan iris mata kita. Yang ditangkap oleh kamera hanya garis, bayangan, objek serta bentuk. Sedangkan mata kita mampu menangkap ‘suasana’, memetakannya ke otak serta menyebabkan emosi (Subhanallah!).
Dengan teknik HDR, kita mencoba untuk ‘mendekati’ apa yang mata tangkap dan memvisualisasikannya ke pada sebuah arsip foto.
Secara praktek, HDR adalah proses sesudah kita merogoh beberapa seri gambar menggunakan exposure (intensitas cahaya yg berbeda), menggabungkannya, mengatur rasio paradoksal di dalam piranti lunak, yg mana kamera tidak dapat melakukannya secara langsung pada satu jepret.
Gimana, mudeng? Got the point? Savvy?
Gampang kan yaaa…gue konfiden lo seluruh bisa mendapat penerangan gue pada atas, kan pembaca blog ini pintar² semua =)
Ok, cukup menggunakan bla..bla..yadda..yadda-nya (baca: basa-basi). Kita masuk aja ke bagian teknis bagaimana cara merogoh dan memproses foto HDR.
Kata kunci pada foto HDR adalah beberapa foto menggunakan exposure (intensitas cahaya) yang tidak sama. Nilai exposure adalah adonan dari variabel Apperture (bukaan lensa), shutter speed (kecepatan buka tutup lensa). Juga menggunakan bantuan aplikasi HDR, saya umumnya memakai Photomatix dan software editing gambar, contohnya Photoshop.
Terima kasih dalam teknologi digital yang semakin canggih, lo ga usah puyeng mikirin rumus logaritmik menghitung berapa exposure yg sinkron. Selama punya kamera digital yg memiliki fitur AEB (Auto Exposure Bracketing) lo dengan mudah mampu mendapatkan gambar menggunakan intensitas cahaya yg tidak sama.
dengan fitur AEB, dalam tiga kali jepret kita sanggup mendapatkan gambar menggunakan tiga exposure yang berbeda (-dua,0,+dua).
Misalnya misalnya ini:
Jika kita sudah mendapatkan gambar dengan exposure tidak sama (3 saja telah relatif, dengan range +-dua. Bisa pula dengan 5 gambar pada range +-1). Maka langkah selanjutnya merupakan membuka aplikasi Photomatix
Browse lokasi tiga foto tersebut menggunakan menekan tombol “Generate HDR Image” atau menu “Process – Generate HDR”, akan keluar jendela misalnya dibawah ini
Bantu Photomatix pada mengisikan nilai exposure
Setting tambahan buat memastikan 3 gambar tersebut pada ‘tumpukan’ yg sama. Ini untuk mencegah tumpukan gambar tidak teratur
This is where the fun begin =)
Setelah Photomatix menumpuk 3 foto tersebut sebagai 1 foto, kita lanjutkan ke proses inti yaitu “Tone Mapping”.
Pengaturan bisa kita sesuaikan dengan selera dan bayang-bayang ingatan kita dalam ketika itu. Tidak terdapat formula spesifik bagaimana settingan yang sahih. Dengan objek yg sama, kita mampu menerima hasil yang tidak selaras.
Gue sendiri suka dengan settingan Strength 100, Micro-Smoothing 0, naikin dikit Color Saturation serta Luminosity. Jika sudah puas, lakukan Process..
Hasilnya kurang lebih misalnya ini.
Agak terlihat messy, here comes Photoshop to the next process.
File yang telah kita simpan tersebut, kita buka pada Photoshop. Buka jua file yg menurut lo terbaik diantara 3 exposure yang tidak selaras tersebut.
terlihat layer diatas merupakan arsip terbaik diantara 3 exposure berbeda serta layer dibawahnya adalah hasil generate menurut Photomatix. Jadikan dua arsip tsb sebagai 1 layer, posisi layer raw-HDR (hasil Photomatix) berada di atas.
Langkah selanjutnya adalah proses Masking, gunanya buat memperbaiki shadow, impak Halo dan pemugaran lainnya.
Langkah sederhananya adalah.
Pilih layer 0 (layer raw-HDR), klik pilihan menu Layer – Add Layer Mask – Reveal All
Pilih tool Brush (B), set opacity ke nilai 20-35%, atur diameternya, kuaskan brush bagian awan atas lantaran shadownya terlalu tinggi. Sedikit perbaikan di level (auto), serta voila….
Semoga bisa menginspirasi rekan seluruh menciptakan hasil yang jauh lebih baik lagi…Happy shooting!
//riky.kurniawan.us/
Dalam global fotografi digital (bukan analog), poly sekali teknik yang bisa kita pakai buat menangkap objek foto. Ada yang namanya Panning, menangkap objek berkiprah menggunakan kecepatan eksklusif sembari mengarahkan kamera mengikuti objek. Ada juga yg namanya InfraRed photography, teknik yang hanya mengizinkan sinar inframerah melewati kamera dan menolak hampir seluruh sinar kasatmata (RGB), serta teknik lainnya termasuk high-speed photography dan HDR (High Dynamic Range).
Untuk topik kali ini, akan kita batasi pada pembahasan HDR saja.
Apa itu HDR?
Secara teoritis, HDR diartikan sebagai menerima gambar/image menggunakan jarak selisih bergerak maju cahaya yang tinggi, hadoooh..ribet yak?! =)
Jadi gini, pernah ga lo ngeliat foto jembatan/rumah/gunung/danau tapi beda banget dengan objek aslinya ketika lo tiba ke sana. Langitnya lebih biru menggunakan paradoksal garis awan yang jelas, bayangan tempat tinggal yg tampak pada rerumputan dan pijar mentari yang lebih berwarna. Di foto area gelap tampak seperti siluet, padahal kita masih sanggup melihat dan membedakan warna daun-daunnya.
Kamera, (hampir) sama seperti mata kita memiliki sensor buat menangkap cahaya serta mengartikan bias cahaya tersebut menjadi objek. Tapi keterangan yg ditangkap oleh sensor kamera jauh sedikit bila dibandingkan menggunakan pupil dan iris mata kita. Yang ditangkap oleh kamera hanya garis, bayangan, objek serta bentuk. Sedangkan mata kita mampu menangkap ‘suasana’, memetakannya ke otak serta menyebabkan emosi (Subhanallah!).
Dengan teknik HDR, kita mencoba untuk ‘mendekati’ apa yang mata tangkap dan memvisualisasikannya ke pada sebuah arsip foto.
Secara praktek, HDR adalah proses sesudah kita merogoh beberapa seri gambar menggunakan exposure (intensitas cahaya yg berbeda), menggabungkannya, mengatur rasio paradoksal di dalam piranti lunak, yg mana kamera tidak dapat melakukannya secara langsung pada satu jepret.
Gimana, mudeng? Got the point? Savvy?
Gampang kan yaaa…gue konfiden lo seluruh bisa mendapat penerangan gue pada atas, kan pembaca blog ini pintar² semua =)
Ok, cukup menggunakan bla..bla..yadda..yadda-nya (baca: basa-basi). Kita masuk aja ke bagian teknis bagaimana cara merogoh dan memproses foto HDR.
Kata kunci pada foto HDR adalah beberapa foto menggunakan exposure (intensitas cahaya) yang tidak sama. Nilai exposure adalah adonan dari variabel Apperture (bukaan lensa), shutter speed (kecepatan buka tutup lensa). Juga menggunakan bantuan aplikasi HDR, saya umumnya memakai Photomatix dan software editing gambar, contohnya Photoshop.
Terima kasih dalam teknologi digital yang semakin canggih, lo ga usah puyeng mikirin rumus logaritmik menghitung berapa exposure yg sinkron. Selama punya kamera digital yg memiliki fitur AEB (Auto Exposure Bracketing) lo dengan mudah mampu mendapatkan gambar menggunakan intensitas cahaya yg tidak sama.
1. Setting AEB Camera
Misalnya misalnya ini:
2. 3 Exposure tidak sinkron (-2 0 +2)
3. Layar awal Photomatix
4. Browse arsip dengan exposure berbeda
5. Setting manual nilai exposure
6. Setting opsi tambahan Photomatix
Setelah Photomatix menumpuk 3 foto tersebut sebagai 1 foto, kita lanjutkan ke proses inti yaitu “Tone Mapping”.
7. Tampilan sehabis generate 3 exposure berbeda
Gue sendiri suka dengan settingan Strength 100, Micro-Smoothing 0, naikin dikit Color Saturation serta Luminosity. Jika sudah puas, lakukan Process..
Hasilnya kurang lebih misalnya ini.
8. Setelah process tone mapping
File yang telah kita simpan tersebut, kita buka pada Photoshop. Buka jua file yg menurut lo terbaik diantara 3 exposure yang tidak selaras tersebut.
9. File raw-HDR serta File terbaik buat pada-masking
Langkah selanjutnya adalah proses Masking, gunanya buat memperbaiki shadow, impak Halo dan pemugaran lainnya.
Langkah sederhananya adalah.
Pilih layer 0 (layer raw-HDR), klik pilihan menu Layer – Add Layer Mask – Reveal All
10. Jendela layer masking
11. Hasil akhir HDR
//riky.kurniawan.us/