SEJARAH PERKEMBANGAN BUKU DI DUNIA DAN INDONESIA

Apa itu Buku, Buku merupakan formasi kertas atau bahan lainnya yg dijilid menjadi satu dalam keliru satu ujungnya dan berisi goresan pena atau gambar. Setiap sisi menurut sebuah lembaran kertas pada buku diklaim sebuah halaman. Seiring menggunakan perkembangan dalam bidang dunia informatika, kini dikenal jua kata e-book atau kitab -e (kitab elektro), yg mengandalkan komputer serta Internet (bila aksesnya online).
Sejarah Perkembangan Buku
Pada zaman antik, tradisi komunikasi masih mengandalkan lisan. Penyampaian liputan, cerita-cerita, nyanyian, do’a-do’a, juga syair, disampaikan secara ekspresi menurut lisan ke mulut. Karenanya, hafalan adalah ciri yang menandai tradisi ini. Semuanya dihafal. Kian hari, kian poly saja hal-hal yang musti dihafal. Saking banyaknya, sehingga akhirnya mereka kuwalahan alias tidak mampu menghafalkannya lagi. Hingga, terpikirlah buat menuangkannya pada tulisan. Maka, lahirlah apa yg diklaim sebagai buku kuno.
Buku antik ketika itu, belum berupa tulisan yang tercetak pada atas kertas modern misalnya sekarang ini, melainkan tulisan-tulisan di atas keping-keping batu (prasasti) atau jua di atas kertas yg terbuat berdasarkan daun papyrus. Papyrus merupakan flora homogen alang-alang yang poly tumbuh di tepi Sungai Nil.

Mesir adalah bangsa yg pertama mengenal goresan pena yang dianggap hieroglif. Tulisan hieroglif yg diperkenalkan bangsa Mesir Kuno bentuk hurufnya berupa gambar-gambar. Mereka menuliskannya pada batu-batu atau pun pada kertas papyrus. Kertas papyrus bertulisan serta berbentuk gulungan ini yg diklaim sebagi bentuk awal buku atau kitab kuno.
Selain Mesir, bangsa Romawi juga memanfaatkan papyrus buat membuat goresan pena. Panjang gulungan papyrus itu kadang-kadang mencapai puluhan meter. Hal ini sungguh merepotkan orang yg menulis juga yang membacanya. Lantaran itu, gulungan papyrus terdapat yg dipotong-potong. Papyrus terpanjang terdapat pada British Museum pada London yg mencapai 40,5 meter.
Kesulitan menggunakan gulungan papyrus, di lalu hari mengantarkan perkembangan bentuk kitab mengalami perubahan. Perubahan itu selaras menggunakan fitrah manusia yang menginginkan kemudahan. Dengan akalnya, manusia terus berpikir untuk mengadakan peningkatan dalam peradaban kehidupannya. Maka, dalam awal abad pertengahan, gulungan papyrus digantikan sang lembaran kulit domba terlipat yg dilindungi sang kulit kayu yang keras yg dinamakan codex.
Perkembangan selanjutnya, orang-orang Timur Tengah menggunakan kulit domba yg disamak dan dibentangkan. Lembar ini diklaim pergamenum yang lalu disebut perkamen, ialah kertas kulit. Perkamen lebih kuat dan lebih gampang dipotong serta dibuat berlipat-lipat sehingga lebih gampang dipakai. Inilah bentuk awal menurut buku yang berjilid.
Di Cina dan Jepang, perubahan bentuk buku gulungan sebagai buku berlipat yang diapit sampul berlangsung lebih cepat serta lebih sederhana. Bentuknya seperti lipatan-lipatan kain korden.
Buku-kitab antik itu semuanya ditulis tangan. Awalnya yg poly diterbitkan adalah buku kudus, misalnya Al-Qur’an yg dibuat menggunakan ditulis tangan.
Di Indonesia sendiri, pada zaman dahulu, juga dikenal dengan buku antik. Buku kuno itu ditulis di atas daun lontar. Daun lontar yang telah ditulisi itu lalu dijilid sampai menciptakan sebuah kitab .
Perkembangan perbukuan mengalami perubahan signifikan dengan diciptakannya kertas yang hingga sekarang masih digunakan sebagai bahan standar penerbitan kitab . Pencipta kertas yg memicu lahirnya era baru dunia perbukuan itu bernama Ts’ai Lun. Ts’ai Lun berkebangsaan Cina. Hidup sekitar tahun 105 Masehi dalam zaman Kekaisaran Ho Ti di daratan Cina.
Penemuan Ts’ai Lun telah mengantarkan bangsa Cina mengalami kemajuan. Sehingga, pada abad kedua, Cina sebagai pengekspor kertas satu-satunya di dunia.
Sebagai tindak lanjut penemuan kertas, inovasi mesin cetak pertama kali merupakan tahap perkembangan selanjutnya yang signifikan menurut dunia perbukuan. Penemu mesin cetak itu berkebangsaan Jerman bernama Johanes Gensleich Zur Laden Zum Gutenberg.
Gutenberg telah berhasil mengatasi kesulitan pembuatan buku yg dibuat menggunakan ditulis tangan. Gutenberg menemukan cara pencetakan kitab dengan alfabet -huruf logam yang terpisah. Huruf-huruf itu sanggup dibentuk sebagai istilah atau kalimat. Selain itu, Gutenberg juga melengkapi ciptaannya dengan mesin cetak. Namun, tetap saja buat menyelesaikan satu buah buku diharapkan saat relatif usang karena mesinnya mini serta jumlah huruf yg dipakai terbatas. Kelebihannya, mesin Gutenberg mampu menggandakan cetakan menggunakan cepat serta jumlah yang poly.
Gutenberg memulai pembuatan mesin cetak dalam abad ke-15. Teknik cetak yg ditemukan Gutenberg bertahan hingga abad ke-20 sebelum akhirnya ditemukan teknik cetak yg lebih paripurna, yakni pencetakan offset, yang ditemukan dalam pertengahan abad ke-20.
2. Buku pada Era Modern
Di era terbaru kini ini perkembangan teknologi semakin canggih. Mesin-mesin offset super besar yg sanggup mencetak seratus ribu lebih eksemplar kitab pada ketika singkat telah dibentuk. Hal itu diikuti jua menggunakan penemuan mesin personal komputer sebagai akibatnya memudahkan buat setting (menyusun huruf) serta lay out (rapikan letak laman). Diikuti juga penemuan mesin penjilidan, mesin pemotong kertas, scanner (indera pengkopi gambar, ilustrasi, atau teks yang bekerja dengan sinar laser sampai sanggup diolah melalui computer), dan juga printer laser (alat pencetak yang memakai asal sinar laser buat menulis pada kertas yang lalu di taburi serbuk tinta).
Semua penemuan menakjubkan itu telah menjadikan buku-kitab sekarang ini gampang dicetak dengan sangat cepat, dijilid dengan sangat mengagumkan, serta output cetakan serta desain yg sangat rupawan pula. Tak mengherankan apabila kini ini kita dapati aneka macam buku terbit silih berganti dengan penampilan yang semakin menarik.
Bahkan sampai kini ini pun, di negara kita Indonesia, kendati sedang diterpa krisis, kondisi ekonomi masih gonjang-ganjing, akan tetapi penerbit-penerbit kitab malahan bermunculan. Banyak sekali jumlahnya, sampai tak terhitung, karena tidak tersedia data yg dapat dipertanggungjawabkan. Tidak juga pada Ikatan Penerbit Indonesia [IKAPI]. Sebab tidak seluruh penerbit bergabung dengan lembaga ini.
Namun, dari pengamatan sekilas saja, kita akan dapat segera menyimpulkan, betapa penerbit-penerbit buku ketika ini semakin poly saja jumlahnya. Tengoklah, di toko-toko buku yg ada di aneka macam kota di negeri ini, maka akan kita jumpai, berderet-deret bahkan bertumpuk-tumpuk buku-kitab baru terbit silih berganti bak isu terkini semi dengan beragam judul serta beraneka desain sampul yg dagi dari aneka macam penerbit, baik berdasarkan penerbit akbar yg sudah mapan serta lebih dulu eksis, juga menurut penerbit mini yg baru merintis dan masih kembang-kempis.
Animo warga pun terhadap kitab nampak jua mengalami peningkatan. Ini nampak menurut banyaknya buku-buku bestseller yg laku manis diserbu rakyat.
Memang, dibanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang nyaris 200 juta orang, sungguh mengherankan bahwa sebuah judul buku yang laku beberapa ribu saja telah terasa menyenangkan dan dipercaya bestseller. Akan tetapi, syarat ini tentu jauh lebih baik jika dibanding menggunakan tahun-tahun sebelumnya.
Bagi seorang muslim da’i yang memiliki komitmen dengan dakwah, kondisi di atas akan dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah. Menulis kitab -buku bernuansa dakwah merupakan pilihan yang telah selayaknya buat dilakukan. Agar buku benar-benar menjelma fungsinya sebagai pencerdas dan pencerah umat, bukan kebalikannya.

Sejarah Adanya Penerbitan Buku di Indonesia

Di Indonesia, awalnya bentuk kitab masih berupa gulungan daun lontar. Menurut Ajib Rosidi (sastrawan serta mantan ketua IKAPI), secara garis besar , bisnis penerbitan kitab pada Indonesia dibagi pada tiga jalur, yaitu usaha penerbitan kitab pelajaran, usaha penerbitan buku bacaan umum (termasuk sastra serta hiburan), serta bisnis penerbitan buku kepercayaan .
Pada masa penjajahan Belanda, penulisan dan penerbitan buku sekolah dikuasai orang Belanda. Kalaupun terdapat orang pribumi yg menulis kitab pelajaran, umumnya mereka hanya menjadi pembantu atau ditunjuk oleh orang Belanda.
Usaha penerbitan buku agama dimulai dengan penerbitan kitab -kitab agama Islam yang dilakukan orang Arab, sedangkan penerbitan kitab –buku kepercayaan Kristen umumnya dilakukan oleh orang-orang Belanda.
Penerbitan buku bacaan generik berbahasa Melayu pada masa itu dikuasai oleh orang-orang Cina. Orang pribumi hanya berkiprah dalam bisnis penerbitan buku berbahasa wilayah. Usaha penerbitan kitab bacaaan yang murni dilakukan sang pribumi, yaitu mulai menurut penulisan hingga penerbitannya, hanya dilakukan sang orang-orang Sumatera Barat serta Medan. Karena khawatir menggunakan perkembangan bisnis penerbitan tadi, pemerintah Belanda lalu mendirikan penerbit Buku Bacaan Rakyat. Tujuannya buat mengimbangi usaha penerbitan yg dilakukan kaum pribumi. Pada tahun 1908, penerbit ini diubah namanya sebagai Balai Pustaka. Hingga jepang masuk ke Indonesia, Balai Pustaka belum pernah menerbitkan buku pelajaran karena bidang ini dikuasai penerbit swasta belanda.
Sekitar tahun 1950-an, penerbit partikelir nasional mulai bermunculan. Sebagian akbar berada di pulau Jawa serta selebihnya pada Sumatera. Pada awalnya, mereka bermotif politis serta idealis. Mereka ingin mengambil alih penguasaan para penerbit Belanda yg sesudah penyerahan kedaulatan pada tahun 1950 masih diijinkan berusaha pada Indonesia.
Pada tahun 1955, pemerintah Republik Indonesia mengambil alih dan menasionalisasi semua perusahaan Belanda di Indonesia. Kemudian pemerintah berusaha mendorong pertumbuhan dan perkembangan usaha penerbitan buku nasional dengan jalan memberi subsidi serta bahan standar kertas bagi para penerbit buku nasional sebagai akibatnya penerbit diwajibkan menjual buku-bukunya denga harga murah.
Pemerintah kemudian mendirikan Yayasan Lektur yang bertugas mengatur donasi pemerintah pada penerbit dan mengendalikan harga kitab . Dengan adanya yayasan ini, pertumbuhan dan perkembangan penerbitan nasional bisa semakin tinggi denganc epat. Menurut Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) yang didirikan 1950, penerbit yang menjadi anggota IKAPI yg semula berjumlah 13 pada tahun 1965 naik menjadi 600-an lebih.
Pada tahun 1965 terjadi perubahan situasi politik pada tanah air. Salah satu akibat berdasarkan perubahan itu merupakan munculnya kebijakan baru pemerintah dalam bidang politik, ekonomi serta moneter. Sejak akhir tahun 1965, subsidi bagi penerbit dihapus. Akibatnya, lantaran hanya 25% penerbit yang bertahan, situasi perbukuan mengalami kemunduran.
Sementara itu, pemerintah melalui Menteri Pendidikan serta Kebudayaan Mashuri, kemudian memutuskan bahwa semua kitab pelajar.
Referensi:
//id.answers.yahoo.com/question/index?Qid=20090616211159AAWFeaJ
//www.penulissukses.com/penulis12.php
//id.wikipedia.org/wiki/Buku

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel