SEJARAH AWAL AGAMA ISLAM MASUK KE TANAH JAWA

Sejarah Awal Agama Islam Masuk Ke Tanah Jawa - Sebelum Islam masuk ke tanah Jawa, lebih banyak didominasi masyasarakat jawa menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Selain menganut kepercayaan tersebut rakyat Jawa pula ditentukan sang unsur-unsur budaya Hindu dan Budha berdasarkan India. Seiring dengan saat berjalan tidak lama kemuadian Islam masuk ke Jawa melewati Gujarat dan Persi dan terdapat yang berpendapat langsung dibawa sang orang Arab.
Kedatangan Islam pada Jawa dibuktikan dengan ditemukannya batu nisan kubur bernama Fatimah binti Maimun serta makam Maulana Malik Ibrahim. Saluran-saluran Islamisasi yg berkembang terdapat enam yaitu: perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian, serta politik. Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah Bagaimanakah proses Islam masuk ke tanah Jawa?, Bagaimana warga Jawa sebelum Islam tiba?, Bagaimana kiprah Wali Songo serta metode pendekatannya?, Dan bagaimana Islam di Jawa paska Wali Songo? Dengan tujuan untuk mengetahui keadaan rakyat Jawa sebelum Islam datang, kiprah Wali Songo pada tanah Jawa dan metode pendekatannya, serta keadaan Islam di Jawa paska Wali Songo.
Islam Masuk Ke Tanah Jawa
Di Jawa, Islam masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai menggunakan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat dalam tahun 475 Hijriah atau 1082 Masehi pada Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Dilihat berdasarkan namanya, diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, keliru satu dinasti pada Persia. Di samping itu, di Gresik jua ditemukan makam Maulana Malik Ibrahim menurut Kasyan (satu tempat di Persia) yang mangkat pada tahun 822 H atau 1419 M. Agak ke pedalaman, pada Mojokerto jua ditemukan ratusan kubur Islam kuno. Makam tertua berangka tahun 1374 M. Diperkirakan makam-makam ini merupakan makam keluarga istana Majapahit.
1. Masyarakat Jawa Sebelum Islam Datang
a. Jawa Pra Hindu-Budha
Situasi kehidupan “religius” warga di Tanah Jawa sebelum datangnya Islam sangatlah heterogen. Kepercayaan import juga kepercayaan yg orisinil telah dianut sang orang Jawa. Sebelum Hindu serta Budha, masyarakat Jawa prasejarah sudah memeluk keyakinan yg bercorak animisme dan dinamisme. Pandangan hidup orang Jawa merupakan mengarah dalam pembentukan kesatuan numinous antara alam nyata, rakyat, serta alam adikodrati yg dipercaya keramat.
Di samping itu, mereka meyakini kekuatan magis keris, tombak, serta senjata lainnya. Benda-benda yang dianggap keramat dan mempunyai kekuatan magis ini selanjutnya dipuja, dihormati, serta menerima perlakuan istimewa.
b. Jawa Masa Hindu-Budha
Pengaruh Hindu-Budha pada masyarakat Jawa bersifat ekspansif, sedangkan budaya Jawa yg mendapat efek serta menyerap unsur-unsur Hinduisme-Budhisme setelah melalui proses akulturasi tidak saja berpengaruh pada sistem budaya, namun pula berpengaruh terhadap sistem kepercayaan .
Sejak awal, budaya Jawa yang dihasilkan dalam masa Hindu-Budha bersifat terbuka buat menerima agama apapun dengan pemahaman bahwa semua agama itu baik, maka sangatlah lumrah apabila kebudayaan Jawa bersifat sinkretis (bersifat momot atau serba memuat).
Ciri lain menurut budaya Jawa dalam waktu itu merupakan sangat bersifat teokratis. Pengkultusan terhadap raja-raja sebagai titisan ilahi merupakan galat satu buktinya. Dalam hal ini Onghokham menyatakan:
Dalam kerajaan tradisional, agama dijadikan menjadi bentuk legitimasi. Pada jaman Hindu-Budha diperkenalkan konsep yang kuasa-raja atau raja titising ilahi. Ini berarti bahwa warga harus tunduk dalam kedudukan raja buat mencapai keselamatan dunia akhirat. Agama diintegrasikan ke dalam kepentingan kerajaan/kekuasaan. Kebudayaan berkisar dalam raja, tahta dan keraton. Raja serta kehidupan keraton merupakan zenit peradaban dalam masa itu.
Di pulau Jawa terdapat tiga butir kerajaan masa Hindu Budha, kerajaan-kerajaan itu adalah Taruma, Ho-Ling, dan Kanjuruhan. Di dalam perekonomian dan industri salah satu kegiatan masyarakat adalah bertani dan berdagang pada proses integrasi bangsa. Dari aspek lain karya seni dan satra pula sudah berkembang pesat antara lain seni musik, seni tari, wayang, lawak, serta tari topeng. Semua itu sebagian akbar terdokumentasikan dalam pahatan-pahatan relief dan candi-candi.
2. Peranan Wali Songo dan Metode Pendekatannya
Era Wali Songo merupakan era berakhirnya dominasi Hindu-Budha pada budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Wali Songo merupakan simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya pada Jawa peranan Wali Songo sangat akbar dalam mendirikan kerajaan Islam di Jawa.
Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan sang Walisongo (9 wali). Wali ialah orang yg sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri pada Allah. Para wali ini dekat dengan kalangan istana. Merekalah orang yg menaruh ratifikasi atas absah tidaknya seseorang naik tahta. Mereka jua adalah penasihat sultan.
Karena dekat dengan kalangan istana, mereka lalu diberi gelar sunan atau susuhunan (yg dijunjung tinggi). Kesembilan wali tadi adalah menjadi berikut:
  1. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). Inilah wali yang pertama datang ke Jawa dalam abad ke-13 dan menyiarkan Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan di Gresik, Jawa Timur.
  2. Sunan Ampel (Raden Rahmat). Menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Beliau merupakan perancang pembangunan Masjid Demak.
  3. Sunan Drajad (Syarifudin). Anak menurut Sunan Ampel. Menyiarkan agama di sekitar Surabaya. Seorang sunan yang sangat berjiwa sosial.
  4. Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Anak berdasarkan Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Tuban, Lasem, dan Rembang. Sunan yg sangat bijaksana.
  5. Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said). Murid Sunan Bonang. Menyiarkan Islam di Jawa Tengah. Seorang pemimpin, pujangga, serta filosof. Menyiarkan agama menggunakan cara menyesuaikan menggunakan lingkungan setempat.
  6. Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam pada Jawa dan luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa Tenggara, serta Maluku. Menyiarkan agama menggunakan metode bermain.
  7. Sunan Kudus (Jafar Sodiq). Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Seorang pakar seni bangunan. Hasilnya artinya Masjid dan Menara Kudus.
  8. Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara Jepara serta Kudus, Jawa Tengah. Sangat dekat dengan warga jelata.
  9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Menyiarkan Islam pada Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Seorang pemimpin berjiwa akbar.
Salah satu cara penyebaran kepercayaan Islam yg dilakukan oleh para Wali tadi merupakan dengan cara mendakwah. Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan menggunakan cara para ulama mendatangi warga (sebagai objek dakwah), menggunakan memakai pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri menggunakan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu, para ulama ini pula mendirikan pesantren-pesantren menjadi sarana pendidikan Islam.
3. Islam Di Jawa Paska Wali Songo
Setelah para Wali berbagi ajaran Islam pada pulau Jawa, kepercayaan animisme serta dinamisme serta budaya Hindu-Budha sedikit-sedikit berubah atau termasuki oleh nilai-nilai Islam. Hal ini menciptakan masyarakat kagum atas nilai-nilai Islam yg begitu akbar manfa’atnya pada kehidupan sehari-hari sehingga membuat mereka eksklusif sanggup mendapat ajaran Islam. Dari sini derajat orang-orang miskin mulai terangkat yg pada awalnya tertindas sang para penguasa kerajaan. Islam sangat berkembang luas hingga ke pelosok desa setelah para Wali berhasil mendidik anak didik-muridnya. Salah satu generasi yang meneruskan perjuangan para Wali hingga Islam beredar ke pelosok desa adalah Jaka Tingkir. Islam pada Jawa yang paling menonjol sehabis perjuangan para Wali songo adalah deretan norma Jawa menggunakan nilai-nilai Islam, keliru satu diantaranya adalah tradisi Wayang Kulit.
Referesi:
//mbujoz.blogspot.com/2010/06/islam-masuk-ke-tanah-jawa-disusun-buat.html
//wong-jawi.pun.bz/sejarah-islam-pertama-masuk-pulau-jawa.xhtml

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel