SEJARAH TERJADINYA PERANG SALIB DI DUNIA
Wednesday, November 7, 2012
Edit
Sejarah Terjadinya Perang Salib Di Dunia - Perang besar bernuansa keagamaan yang pernah terjadi pada sejarah ialah Perang Salib. Sebutan tersebut adalah terjemahan menurut perkataan Crusade, penamaan yang diberikan orang Barat sendiri karena tujuan peperangan ini adalah merebut kota suci Yerusalem loka Salib Suci disimpan. Perang ini terjadi bukan satu dua kali, tetapi secara beruntun pada enam gelombang. Rentang masa peperangan pun sangat usang, hampir dua abad, antara tahun 1096 hingga 1270 M. Perang-perang kecil sering terjadi menyelingi jeda enam perang akbar yg terjadi secara bergelombang itu.
Saat perang Salib, tentara Kristen, Jerman, Yahudi membantai orang Islam di jalan-jalan. Berbalik 180 derajat dengan perlakuan pasukan Islam terhadap pasukan Kristen. Simak akhlaq Salahuddin al-Ayyubi
“Pemandangan indah akan terlihat. Beberapa orang lelaki kami memenggal ketua-kepala musuh; lainnya menembaki mereka dengan panah-panah, sebagai akibatnya mereka berjatuhan menurut menara-menara; lainnya menyiksa mereka lebih lama dengan memasukkannya ke pada barah menyala. Tumpukan ketua, tangan, serta kaki terlihat pada jalan-jalan kota. Kami berjalan pada atas mayat-mayat manusia dan kuda. Tapi ini hanya masalah kecil apabila dibandingkan menggunakan apa yang terjadi di Biara Sulaiman, loka dimana ibadah keagamaan kini dinyanyikan kembali. Di sana, para pria berdarah-darah disuruh berlutut dan dibelenggu lehernya.”
Sepak Terjang Tentara Salib
Sampai abad ke-11 M, pada bawah pemerintahan kaum Muslimin, Palestina adalah kawasan yg tertib serta damai. Orang-orang Yahudi, Nasrani, serta Islam hayati beserta. Kondisi ini tercipta semenjak masa Khalifah Umar bin Khattab (638 M) yang berhasil merebut daerah ini dari kekaisaran Byzantium (Romawi Timur). Tetapi kedamaian itu seolah lenyap ditelan bumi begitu Tentara Salib tiba melakukan pencaplokan.
Ceritanya bermula waktu orang-orang kekhalifahan Turki Utsmani merebut Anatolia (Asia Kecil, kini termasuk daerah Turki) berdasarkan kekuasaan Alexius I. Petinggi kaum Kristen itu segera minta tolong kepada Paus Urbanus II, guna merebut kembali daerah itu berdasarkan cengkeraman kaum yg mereka sebut “orang kafir”.
Paus Urbanus II segera menetapkan buat mengadakan ekspedisi besar -besaran yg ambisius (27 November 1095). Tekad itu makin membara selesainya Paus mendapat laporan bahwa Khalifah Abdul Hakim-yang menguasai Palestina saat itu-menaikkan pajak ziarah ke Palestina bagi orang-orang Kristen Eropa. “Ini perampokan! Oleh karenanya, tanah suci Palestina harus direbut balik ,” kata Paus.
Perang melawan kaum Muslimin diumumkan secara resmi pada tahun 1096 oleh Takhta Suci Roma. Paus juga mengirim surat ke semua raja di semua Eropa buat ikut dan. Mereka dijanjikan kejayaan, kesejahteraan, emas, serta tanah pada Palestina, dan nirwana bagi para ksatria yang mau berperang.
Paus jua meminta anggota Konsili Clermont di Prancis Selatan-terdiri atas para uskup, ketua biara, bangsawan, ksatria, serta warga sipil-buat memberikan bantuan. Paus menyerukan agar bangsa Eropa yang bertikai segera bersatu padu buat mengambil alih tanah suci Palestina. Hadirin menjawab menggunakan antusias, “Deus Vult!” (Tuhan menghendakinya!)
Dari rendezvous terbuka itu ditetapkan pula bahwa mereka akan pulang perang menggunakan memakai salib di pundak serta baju. Dari sinilah bermula sebutan Perang Salib (Crusade). Paus sendiri menyatakan ekspedisi ini sebagai “Perang Demi Salib” buat merebut tanah kudus.
Mobilisasi massa Paus membentuk lebih kurang 100.000 serdadu siap tempur. Anak-anak muda, bangsawan, petani, kaya dan miskin memenuhi panggilan Paus. Peter The Hermit serta Walter memimpin kaum miskin serta petani. Tetapi mereka dihancurkan oleh Pasukan Turki suku Seljuk di medan pertempuran Anatolia saat perjalanan menuju Baitul Maqdis (Yerusalem).
Tentara Salib yg primer asal dari Prancis, Jerman, dan Normandia (Prancis Selatan). Mereka dikomandani oleh Godfrey serta Raymond (dari Prancis), Bohemond serta Tancred (keduanya orang Normandia), serta Robert Baldwin dari Flanders (Belgia). Pasukan ini berhasil menaklukkan kaum Muslimin di medan perang Antakiyah (Syria) pada tanggal tiga Juni 1098.
Sepanjang bepergian menuju Palestina, Tentara Salib membantai orang-orang Islam. Tentara Jerman jua membunuhi orang-orang Yahudi. Rombongan akbar ini akhirnya hingga di Baitul Maqdis pada tahun 1099. Mereka langsung melancarkan pengepungan, dan tidak lupa melakukan pembantaian. Sekitar lima minggu lalu, tepatnya 15 Juli 1099, mereka berhasil merebut Baitul Maqdis berdasarkan tangan kaum Muslimin. Kota ini akhirnya dijadikan ibukota Kerajaan Katolik yg terbentang dari Palestina hingga Antakiyah.
Teladan Shalahuddin Al-Ayyubi
Pada tahun 1145-1147 pecah Perang Salib II. Tetapi perang besar -besaran terjadi dalam Perang Salib III. Di pihak Kristen dipimpin Phillip Augustus dari Prancis dan Richard “Si Hati Singa” dari Inggris, ad interim kaum Muslimin dipimpin Shalahuddin Al-Ayyubi.
Pada masa itu, Kekhalifahan Islam terpecah sebagai dua, yaitu Dinasti Fathimiyah di Kairo (bermazhab Syi’ah) serta Dinasti Seljuk yg berpusat di Turki (bermazhab Sunni). Kondisi ini menciptakan Shalahuddin prihatin. Menurutnya, Islam wajib manunggal buat melawan Eropa-Kristen yang juga bahu-membahu.
Pria keturunan Seljuk ini kebetulan mempunyai paman yang sebagai petinggi Dinasti Fathimiyyah. Melalui serangkaian lobi, akhirnya Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil menyatukan ke 2 kubu menggunakan hening.
Pekerjaan pertama terselesaikan. Shalahuddin sekarang dihadapkan dalam perilaku kaum Muslimin yg tampak loyo serta tak punya semangat jihad. Mereka dihinggapi penyakit wahn (cinta dunia dan takut mangkat ). Spirit perjuangan yg pernah dimiliki tokoh-tokoh terdahulu tak lagi membekas pada hati.
Shalahuddin lantas menggagas sebuah festival yang diberi nama peringatan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tujuannya buat menumbuhkan serta membangkitkan spirit perjuangan. Di festival ini dikaji habis-habisan sirah nabawiyah (sejarah nabi) dan atsar (perkataan) sahabat, terutama yg berkaitan menggunakan nilai-nilai jihad.
Festival ini berlangsung dua bulan berturut-turut. Hasilnya luar biasa. Banyak pemuda Muslim yg mendaftar buat berjihad membebaskan Palestina. Mereka pun siap mengikuti pendidikan kemiliteran.
Salahuddin berhasil menghimpun pasukan yg terdiri atas para pemuda menurut banyak sekali negeri Islam. Pasukan ini kemudian berperang melawan Pasukan Salib di Hattin (dekat Acre, kini dikuasai Israel). Orang-orang Kristen bahkan akhirnya terdesak dan terkurung di Baitul Maqdis. Kaum Muslimin meraih kemenangan (1187).
Dua pemimpin tentara Perang Salib, Reynald menurut Chatillon (Prancis) dan Raja Guy, dibawa ke hadapan Salahuddin. Reynald akhirnya dijatuhi hukuman meninggal lantaran terbukti memimpin pembantaian yang sangat keji kepada orang-orang Islam. Tetapi Raja Guy dibebaskan karena nir melakukan kekejaman yg serupa.
Tiga bulan selesainya pertempuran Hattin, pada hari yg sempurna sama waktu Nabi Muhammad diperjalankan menurut Mekah ke Yerusalem dalam Isra’ Mi’raj, Salahuddin memasuki Baitul Maqdis. Kawasan ini akhirnya bisa direbut balik sesudah 88 tahun berada pada cengkeraman musuh.
Sejarawan Inggris, Karen Armstrong, mendeskripsikan, pada lepas 2 Oktober 1187 itu, Shalahuddin dan tentaranya memasuki Baitul Maqdis sebagai penakluk yg berpegang teguh dalam ajaran Islam yg mulia. Tidak terdapat dendam buat membalas pembantaian tahun 1099, misalnya yg dianjurkan Al-Qur`an pada surat An-Nahl ayat 127: “Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaran itu melainkan menggunakan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.”
Permusuhan tidak boleh serta Shalahuddin menghentikan penghilangan nyawa. Ini sinkron dengan firman pada Al-Qur`an: “Dan perangilah mereka sebagai akibatnya nir terdapat fitnah lagi serta kepercayaan itu hanya buat Allah. Jika mereka berhenti (memusuhi engkau ), maka nir ada permusuhan lagi, kecuali terhadap orang-orang yg zhalim.” (Al-Baqarah: 193)
Tak terdapat satu orang Kristen pun yang dibunuh dan tidak ada perampasan. Jumlah tebusan pun disengaja sangat rendah. Shalahuddin bahkan menangis tersedu-sedu karena keadaan mengenaskan famili-keluarga yang hancur terpecah-belah. Ia membebaskan banyak tawanan, meskipun menyebabkan keputusasaan bendaharawan negaranya yang telah usang menderita. Saudara lelakinya, Al-Malik Al-Adil bin Ayyub, jua sedih melihat penderitaan para tawanan sehingga dia meminta Salahuddin untuk membawa seribu orang di antara mereka dan membebaskannya waktu itu juga.
Beberapa pemimpin Muslim sempat tersinggung karena orang-orang Kristen kaya melarikan diri dengan membawa harta benda, yang sebenarnya sanggup dipakai buat menebus seluruh tawanan. [Uskup] Heraclius membayar tebusan dirinya sebanyak sepuluh dinar misalnya halnya tawanan lain, serta bahkan diberi pengawal pribadi untuk mempertahankan keselamatan harta bendanya selama perjalanan ke Tyre (Libanon).
Shalahuddin meminta agar semua orang Nasrani Latin (Katolik) meninggalkan Baitul Maqdis. Sementara kalangan Nasrani Ortodoks–bukan bagian menurut Tentara Salib-permanen dibiarkan tinggal serta beribadah pada kawasan itu.
Kaum Salib segera mendatangkan bencana donasi dari Eropa. Datanglah pasukan besar pada bawah komando Phillip Augustus dan Richard “Si Hati Singa”.
Pada tahun 1194, Richard yang digambarkan menjadi seseorang pahlawan pada sejarah Inggris, memerintahkan untuk menghukum tewas 3000 orang Islam, yang kebanyakan pada antaranya perempuan -perempuan dan anak-anak. Tragedi ini berlangsung pada Kastil Acre. Meskipun orang-orang Islam menyaksikan kekejaman ini, mereka tidak pernah memilih cara yang sama.
Suatu hari, Richard sakit keras. Mendengar fakta itu, Shalahuddin secara sembunyi-sembunyi berusaha mendatanginya. Ia mengendap-endap ke tenda Richard. Begitu tiba, bukannya membunuh, malah menggunakan ilmu kedokteran yang hebat Shalahudin mengobati Richard sampai akhirnya sembuh.
Richard terkesan dengan kebesaran hati Shalahuddin. Ia pun memberikan hening serta berjanji akan menarik mundur pasukan Kristen pergi ke Eropa. Mereka pun menandatangani perjanjian damai (1197). Dalam perjanjian itu, Shalahuddin membebaskan orang Kristen untuk mengunjungi Palestina, berasal mereka tiba dengan hening dan nir membawa senjata. Selama delapan abad berikutnya, Palestina berada pada bawah kendali kaum Muslimin.
***
Perang Salib IV berlangsung tahun 1204. Bukan antara Islam serta Kristen, melainkan antara Takhta Suci Katolik Roma menggunakan Takhta Kristen Ortodoks Romawi Timur di Konstantinopel (sekarang Istambul, Turki).
Pada Perang Salib V berlangsung tahun 1218-1221. Orang-orang Kristen yg sudah manunggal berusaha menaklukkan Mesir yg adalah pintu masuk ke Palestina. Tapi upaya ini gagal total.
Kaisar Jerman, Frederick II (1194-1250), mengobarkan Perang Salib VI, akan tetapi tanpa pertempuran yang berarti. Ia lebih memilih berdialog dengan Sultan Mesir, Malik Al-Kamil, yg juga keponakan Shalahuddin. Dicapailah Kesepakatan Jaffa. Isinya, Baitul Maqdis permanen dikuasai sang Muslim, tapi Betlehem (kota kelahiran Nabi Isa ‘alaihis-salaam) dan Nazareth (kota tempat Nabi Isa dibesarkan) dikuasai orang Eropa-Kristen.
Dua Perang Salib terakhir (VII dan VIII) dikobarkan sang Raja Prancis, Louis IX (1215-1270). Tahun 1248 Louis menyerbu Mesir akan tetapi gagal dan dia menjadi tawanan. Prancis perlu menebus menggunakan emas yg sangat banyak buat membebaskannya.
Tahun 1270 Louis mencoba membalas kekalahan itu dengan menyerang Tunisia. Namun pasukannya berhasil dikalahkan Sultan Dinasti Mamaluk, Bibars. Louis tewas di medan perang.
Sampai pada sini periode Perang Salib berakhir. Namun, beberapa sejarawan Katholik menganggap bahwa penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Muhammad II Al-Fatih dari Turki (1453) jua menjadi Perang Salib. Penaklukan Islam oleh Ratu Spanyol, Isabella (1492), pula dipercaya Perang Salib.*
Referensi:
//memantau.blogspot.com/2012/08/sejarah-perang-salib.html
//wahyoe.wordpress.com/2007/09/27/menelusuri-sejarah-perang-salib/
Saat perang Salib, tentara Kristen, Jerman, Yahudi membantai orang Islam di jalan-jalan. Berbalik 180 derajat dengan perlakuan pasukan Islam terhadap pasukan Kristen. Simak akhlaq Salahuddin al-Ayyubi
“Pemandangan indah akan terlihat. Beberapa orang lelaki kami memenggal ketua-kepala musuh; lainnya menembaki mereka dengan panah-panah, sebagai akibatnya mereka berjatuhan menurut menara-menara; lainnya menyiksa mereka lebih lama dengan memasukkannya ke pada barah menyala. Tumpukan ketua, tangan, serta kaki terlihat pada jalan-jalan kota. Kami berjalan pada atas mayat-mayat manusia dan kuda. Tapi ini hanya masalah kecil apabila dibandingkan menggunakan apa yang terjadi di Biara Sulaiman, loka dimana ibadah keagamaan kini dinyanyikan kembali. Di sana, para pria berdarah-darah disuruh berlutut dan dibelenggu lehernya.”
Sepak Terjang Tentara Salib
Ceritanya bermula waktu orang-orang kekhalifahan Turki Utsmani merebut Anatolia (Asia Kecil, kini termasuk daerah Turki) berdasarkan kekuasaan Alexius I. Petinggi kaum Kristen itu segera minta tolong kepada Paus Urbanus II, guna merebut kembali daerah itu berdasarkan cengkeraman kaum yg mereka sebut “orang kafir”.
Paus Urbanus II segera menetapkan buat mengadakan ekspedisi besar -besaran yg ambisius (27 November 1095). Tekad itu makin membara selesainya Paus mendapat laporan bahwa Khalifah Abdul Hakim-yang menguasai Palestina saat itu-menaikkan pajak ziarah ke Palestina bagi orang-orang Kristen Eropa. “Ini perampokan! Oleh karenanya, tanah suci Palestina harus direbut balik ,” kata Paus.
Perang melawan kaum Muslimin diumumkan secara resmi pada tahun 1096 oleh Takhta Suci Roma. Paus juga mengirim surat ke semua raja di semua Eropa buat ikut dan. Mereka dijanjikan kejayaan, kesejahteraan, emas, serta tanah pada Palestina, dan nirwana bagi para ksatria yang mau berperang.
Paus jua meminta anggota Konsili Clermont di Prancis Selatan-terdiri atas para uskup, ketua biara, bangsawan, ksatria, serta warga sipil-buat memberikan bantuan. Paus menyerukan agar bangsa Eropa yang bertikai segera bersatu padu buat mengambil alih tanah suci Palestina. Hadirin menjawab menggunakan antusias, “Deus Vult!” (Tuhan menghendakinya!)
Dari rendezvous terbuka itu ditetapkan pula bahwa mereka akan pulang perang menggunakan memakai salib di pundak serta baju. Dari sinilah bermula sebutan Perang Salib (Crusade). Paus sendiri menyatakan ekspedisi ini sebagai “Perang Demi Salib” buat merebut tanah kudus.
Mobilisasi massa Paus membentuk lebih kurang 100.000 serdadu siap tempur. Anak-anak muda, bangsawan, petani, kaya dan miskin memenuhi panggilan Paus. Peter The Hermit serta Walter memimpin kaum miskin serta petani. Tetapi mereka dihancurkan oleh Pasukan Turki suku Seljuk di medan pertempuran Anatolia saat perjalanan menuju Baitul Maqdis (Yerusalem).
Tentara Salib yg primer asal dari Prancis, Jerman, dan Normandia (Prancis Selatan). Mereka dikomandani oleh Godfrey serta Raymond (dari Prancis), Bohemond serta Tancred (keduanya orang Normandia), serta Robert Baldwin dari Flanders (Belgia). Pasukan ini berhasil menaklukkan kaum Muslimin di medan perang Antakiyah (Syria) pada tanggal tiga Juni 1098.
Sepanjang bepergian menuju Palestina, Tentara Salib membantai orang-orang Islam. Tentara Jerman jua membunuhi orang-orang Yahudi. Rombongan akbar ini akhirnya hingga di Baitul Maqdis pada tahun 1099. Mereka langsung melancarkan pengepungan, dan tidak lupa melakukan pembantaian. Sekitar lima minggu lalu, tepatnya 15 Juli 1099, mereka berhasil merebut Baitul Maqdis berdasarkan tangan kaum Muslimin. Kota ini akhirnya dijadikan ibukota Kerajaan Katolik yg terbentang dari Palestina hingga Antakiyah.
Teladan Shalahuddin Al-Ayyubi
Pada tahun 1145-1147 pecah Perang Salib II. Tetapi perang besar -besaran terjadi dalam Perang Salib III. Di pihak Kristen dipimpin Phillip Augustus dari Prancis dan Richard “Si Hati Singa” dari Inggris, ad interim kaum Muslimin dipimpin Shalahuddin Al-Ayyubi.
Pada masa itu, Kekhalifahan Islam terpecah sebagai dua, yaitu Dinasti Fathimiyah di Kairo (bermazhab Syi’ah) serta Dinasti Seljuk yg berpusat di Turki (bermazhab Sunni). Kondisi ini menciptakan Shalahuddin prihatin. Menurutnya, Islam wajib manunggal buat melawan Eropa-Kristen yang juga bahu-membahu.
Pria keturunan Seljuk ini kebetulan mempunyai paman yang sebagai petinggi Dinasti Fathimiyyah. Melalui serangkaian lobi, akhirnya Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil menyatukan ke 2 kubu menggunakan hening.
Pekerjaan pertama terselesaikan. Shalahuddin sekarang dihadapkan dalam perilaku kaum Muslimin yg tampak loyo serta tak punya semangat jihad. Mereka dihinggapi penyakit wahn (cinta dunia dan takut mangkat ). Spirit perjuangan yg pernah dimiliki tokoh-tokoh terdahulu tak lagi membekas pada hati.
Shalahuddin lantas menggagas sebuah festival yang diberi nama peringatan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tujuannya buat menumbuhkan serta membangkitkan spirit perjuangan. Di festival ini dikaji habis-habisan sirah nabawiyah (sejarah nabi) dan atsar (perkataan) sahabat, terutama yg berkaitan menggunakan nilai-nilai jihad.
Festival ini berlangsung dua bulan berturut-turut. Hasilnya luar biasa. Banyak pemuda Muslim yg mendaftar buat berjihad membebaskan Palestina. Mereka pun siap mengikuti pendidikan kemiliteran.
Salahuddin berhasil menghimpun pasukan yg terdiri atas para pemuda menurut banyak sekali negeri Islam. Pasukan ini kemudian berperang melawan Pasukan Salib di Hattin (dekat Acre, kini dikuasai Israel). Orang-orang Kristen bahkan akhirnya terdesak dan terkurung di Baitul Maqdis. Kaum Muslimin meraih kemenangan (1187).
Dua pemimpin tentara Perang Salib, Reynald menurut Chatillon (Prancis) dan Raja Guy, dibawa ke hadapan Salahuddin. Reynald akhirnya dijatuhi hukuman meninggal lantaran terbukti memimpin pembantaian yang sangat keji kepada orang-orang Islam. Tetapi Raja Guy dibebaskan karena nir melakukan kekejaman yg serupa.
Tiga bulan selesainya pertempuran Hattin, pada hari yg sempurna sama waktu Nabi Muhammad diperjalankan menurut Mekah ke Yerusalem dalam Isra’ Mi’raj, Salahuddin memasuki Baitul Maqdis. Kawasan ini akhirnya bisa direbut balik sesudah 88 tahun berada pada cengkeraman musuh.
Sejarawan Inggris, Karen Armstrong, mendeskripsikan, pada lepas 2 Oktober 1187 itu, Shalahuddin dan tentaranya memasuki Baitul Maqdis sebagai penakluk yg berpegang teguh dalam ajaran Islam yg mulia. Tidak terdapat dendam buat membalas pembantaian tahun 1099, misalnya yg dianjurkan Al-Qur`an pada surat An-Nahl ayat 127: “Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaran itu melainkan menggunakan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.”
Permusuhan tidak boleh serta Shalahuddin menghentikan penghilangan nyawa. Ini sinkron dengan firman pada Al-Qur`an: “Dan perangilah mereka sebagai akibatnya nir terdapat fitnah lagi serta kepercayaan itu hanya buat Allah. Jika mereka berhenti (memusuhi engkau ), maka nir ada permusuhan lagi, kecuali terhadap orang-orang yg zhalim.” (Al-Baqarah: 193)
Tak terdapat satu orang Kristen pun yang dibunuh dan tidak ada perampasan. Jumlah tebusan pun disengaja sangat rendah. Shalahuddin bahkan menangis tersedu-sedu karena keadaan mengenaskan famili-keluarga yang hancur terpecah-belah. Ia membebaskan banyak tawanan, meskipun menyebabkan keputusasaan bendaharawan negaranya yang telah usang menderita. Saudara lelakinya, Al-Malik Al-Adil bin Ayyub, jua sedih melihat penderitaan para tawanan sehingga dia meminta Salahuddin untuk membawa seribu orang di antara mereka dan membebaskannya waktu itu juga.
Beberapa pemimpin Muslim sempat tersinggung karena orang-orang Kristen kaya melarikan diri dengan membawa harta benda, yang sebenarnya sanggup dipakai buat menebus seluruh tawanan. [Uskup] Heraclius membayar tebusan dirinya sebanyak sepuluh dinar misalnya halnya tawanan lain, serta bahkan diberi pengawal pribadi untuk mempertahankan keselamatan harta bendanya selama perjalanan ke Tyre (Libanon).
Shalahuddin meminta agar semua orang Nasrani Latin (Katolik) meninggalkan Baitul Maqdis. Sementara kalangan Nasrani Ortodoks–bukan bagian menurut Tentara Salib-permanen dibiarkan tinggal serta beribadah pada kawasan itu.
Kaum Salib segera mendatangkan bencana donasi dari Eropa. Datanglah pasukan besar pada bawah komando Phillip Augustus dan Richard “Si Hati Singa”.
Pada tahun 1194, Richard yang digambarkan menjadi seseorang pahlawan pada sejarah Inggris, memerintahkan untuk menghukum tewas 3000 orang Islam, yang kebanyakan pada antaranya perempuan -perempuan dan anak-anak. Tragedi ini berlangsung pada Kastil Acre. Meskipun orang-orang Islam menyaksikan kekejaman ini, mereka tidak pernah memilih cara yang sama.
Suatu hari, Richard sakit keras. Mendengar fakta itu, Shalahuddin secara sembunyi-sembunyi berusaha mendatanginya. Ia mengendap-endap ke tenda Richard. Begitu tiba, bukannya membunuh, malah menggunakan ilmu kedokteran yang hebat Shalahudin mengobati Richard sampai akhirnya sembuh.
Richard terkesan dengan kebesaran hati Shalahuddin. Ia pun memberikan hening serta berjanji akan menarik mundur pasukan Kristen pergi ke Eropa. Mereka pun menandatangani perjanjian damai (1197). Dalam perjanjian itu, Shalahuddin membebaskan orang Kristen untuk mengunjungi Palestina, berasal mereka tiba dengan hening dan nir membawa senjata. Selama delapan abad berikutnya, Palestina berada pada bawah kendali kaum Muslimin.
***
Perang Salib IV berlangsung tahun 1204. Bukan antara Islam serta Kristen, melainkan antara Takhta Suci Katolik Roma menggunakan Takhta Kristen Ortodoks Romawi Timur di Konstantinopel (sekarang Istambul, Turki).
Pada Perang Salib V berlangsung tahun 1218-1221. Orang-orang Kristen yg sudah manunggal berusaha menaklukkan Mesir yg adalah pintu masuk ke Palestina. Tapi upaya ini gagal total.
Kaisar Jerman, Frederick II (1194-1250), mengobarkan Perang Salib VI, akan tetapi tanpa pertempuran yang berarti. Ia lebih memilih berdialog dengan Sultan Mesir, Malik Al-Kamil, yg juga keponakan Shalahuddin. Dicapailah Kesepakatan Jaffa. Isinya, Baitul Maqdis permanen dikuasai sang Muslim, tapi Betlehem (kota kelahiran Nabi Isa ‘alaihis-salaam) dan Nazareth (kota tempat Nabi Isa dibesarkan) dikuasai orang Eropa-Kristen.
Dua Perang Salib terakhir (VII dan VIII) dikobarkan sang Raja Prancis, Louis IX (1215-1270). Tahun 1248 Louis menyerbu Mesir akan tetapi gagal dan dia menjadi tawanan. Prancis perlu menebus menggunakan emas yg sangat banyak buat membebaskannya.
Tahun 1270 Louis mencoba membalas kekalahan itu dengan menyerang Tunisia. Namun pasukannya berhasil dikalahkan Sultan Dinasti Mamaluk, Bibars. Louis tewas di medan perang.
Sampai pada sini periode Perang Salib berakhir. Namun, beberapa sejarawan Katholik menganggap bahwa penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Muhammad II Al-Fatih dari Turki (1453) jua menjadi Perang Salib. Penaklukan Islam oleh Ratu Spanyol, Isabella (1492), pula dipercaya Perang Salib.*
Referensi:
//memantau.blogspot.com/2012/08/sejarah-perang-salib.html
//wahyoe.wordpress.com/2007/09/27/menelusuri-sejarah-perang-salib/