SEJARAH AWAL BERDIRI SUMPAH PEMUDA DI INDONESIA
Thursday, February 7, 2013
Edit
Sejarah Awal Berdiri Sumpah Pemuda di Indonesia - Sumpah Pemuda merupakan sumpah setia hasil rumusan pemuda pemudi Indonesia dalam Kongres Pemuda II.
84 tahun yang kemudian, pada hari Minggu, 28 Oktober 1928, sekumpulan pemuda berdasarkan aneka macam pelosok Indonesia berkumpul pada gedung Indonesische Clubgebouw pada Jalan Kramat Raya 106, Jakarta. Kongres ini merupakan Kongres II yang digagas oleh Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), bertujuan untuk menyatukan organisasi-organisasi kebangsaan yg ada dalam masa itu.
Kongres yg diadakan selama dua hari ini membentuk keputusan yg sebagai galat satu faktor primer tercapainya proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Seiring perjalanan saat, hasil kongres pemuda inipun mengalami perubahan, serta perubahan yang paling signifikan merupakan penyebutan atau judul isi keputusan berdasarkan “Poetoesan Congres Pemoeda-Pemoeda Indonesia” menjadi “Sumpah Pemuda”.
Perubahan “judul” ini pertama kali terjadi waktu Kongres Bahasa Indonesia Kedua di Medan pada 28 Oktober 1954.
Erond Damanik, peneliti Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan (Unimed) mengatakan bahwa Moehammad Yamin memiliki peran penting dalam pembelokan kata “Poetoesan Congres” menjadi “Sumpah pemuda.”
Menurut Erond, Soekarno serta Yamin pada waktu itu sedang sibuk membangun sebuah simbol yang sebagai bagian berdasarkan susunan idiologi sebuah bangsa serta negara, di tengah-tengah maraknya gerakan separatis yg terjadi pada masa itu.
“Dengan lihai, Yamin membelokkan istilah “Poetoesan Congres” sebagai “Sumpah pemuda,” menjadi simbol ideologi nasional yg baru, sekaligus menjadi teguran bagi dalang gerakan separatis, yaitu penjimpangan dari sumpah 1928.”
[Erond Damanik]
Semenjak Kongres Bahasa Indonesia itu, penciptaan simbol idiologi nasional yg baru atas peristiwa 28 Oktober 1928, terus diproduksi sebagai Sumpah Pemuda hingga hari ini.
Selanjutnya Erond mengatakan, sangat penting kiranya penerangan sejarah harus sinkron menggunakan bukti-bukti kongkritnya yakni dokumen asli menjadi sumber-asal utama narasi dan penerangan sejarah.
“Dalam arti, penerangan sejarah mesti didasarkan pada bukti autentiknya dan bukan dalam rekayasa atas asal primernya. Tanpa itu, maka yg dilakukan menggunakan penjelasan sejarah masa kini merupakan menciptakan kebohongan pada generasi penerus bangsa ini.”
[Erond Damanik]
Senada dengan pendapat Erond, JJ. Rizal seorang Sejarawan dari Komunitas Bambu mengungkapkan bahwa penyimpangan ini merupakan korupsi terhadap teks sejarah, dalam Diskusi Publik “Sumpah Pemuda Anti Korupsi: Yang Muda Yang Enggak Korupsi” yg diselenggarakan sang Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) pada Aula Juwono Sudarsono, UI Depok, dalam hari Rabu, 24 Oktober 2012.
Rizal mengungkapkan, korupsi teks sejarah ini dilakukan buat kepentingan ideologis yaitu mengaitkan menggunakan sebuah insiden besar jaman Majapahit yaitu Sumpah Palapa. Maka dibawalah sumpah Patih Gadjah Mada itu ke ranah kepentingan politik kontemporer.
Penyematan kata sumpah sekaligus buat menaruh nuansa sakral. Lantaran siapa yang menyalahi sumpah pastilah menerima bala.
“Jadi sekali lagi Sumpah Pemuda sebagai indera buat menanggapi keadaan maupun tantangan politik kontemporer”
[J.J. Rizal]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil keputusan Kongres Pemuda Kedua itu sudah dimanfaatkan dan direkayasa sedemikian rupa buat kepentingan politik pemerintah dari kondisi jamannya masing-masing.
Referensi;
//memantau.blogspot.com/2012/04/sejarah-sumpah-pemuda.html
//sejarah.kompasiana.com/2012/10/30/meluruskan-sejarah-sumpah-pemuda-505430.html
84 tahun yang kemudian, pada hari Minggu, 28 Oktober 1928, sekumpulan pemuda berdasarkan aneka macam pelosok Indonesia berkumpul pada gedung Indonesische Clubgebouw pada Jalan Kramat Raya 106, Jakarta. Kongres ini merupakan Kongres II yang digagas oleh Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), bertujuan untuk menyatukan organisasi-organisasi kebangsaan yg ada dalam masa itu.
Kongres yg diadakan selama dua hari ini membentuk keputusan yg sebagai galat satu faktor primer tercapainya proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Perubahan “judul” ini pertama kali terjadi waktu Kongres Bahasa Indonesia Kedua di Medan pada 28 Oktober 1954.
Erond Damanik, peneliti Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan (Unimed) mengatakan bahwa Moehammad Yamin memiliki peran penting dalam pembelokan kata “Poetoesan Congres” menjadi “Sumpah pemuda.”
Menurut Erond, Soekarno serta Yamin pada waktu itu sedang sibuk membangun sebuah simbol yang sebagai bagian berdasarkan susunan idiologi sebuah bangsa serta negara, di tengah-tengah maraknya gerakan separatis yg terjadi pada masa itu.
“Dengan lihai, Yamin membelokkan istilah “Poetoesan Congres” sebagai “Sumpah pemuda,” menjadi simbol ideologi nasional yg baru, sekaligus menjadi teguran bagi dalang gerakan separatis, yaitu penjimpangan dari sumpah 1928.”
[Erond Damanik]
Semenjak Kongres Bahasa Indonesia itu, penciptaan simbol idiologi nasional yg baru atas peristiwa 28 Oktober 1928, terus diproduksi sebagai Sumpah Pemuda hingga hari ini.
Selanjutnya Erond mengatakan, sangat penting kiranya penerangan sejarah harus sinkron menggunakan bukti-bukti kongkritnya yakni dokumen asli menjadi sumber-asal utama narasi dan penerangan sejarah.
“Dalam arti, penerangan sejarah mesti didasarkan pada bukti autentiknya dan bukan dalam rekayasa atas asal primernya. Tanpa itu, maka yg dilakukan menggunakan penjelasan sejarah masa kini merupakan menciptakan kebohongan pada generasi penerus bangsa ini.”
[Erond Damanik]
Senada dengan pendapat Erond, JJ. Rizal seorang Sejarawan dari Komunitas Bambu mengungkapkan bahwa penyimpangan ini merupakan korupsi terhadap teks sejarah, dalam Diskusi Publik “Sumpah Pemuda Anti Korupsi: Yang Muda Yang Enggak Korupsi” yg diselenggarakan sang Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) pada Aula Juwono Sudarsono, UI Depok, dalam hari Rabu, 24 Oktober 2012.
Rizal mengungkapkan, korupsi teks sejarah ini dilakukan buat kepentingan ideologis yaitu mengaitkan menggunakan sebuah insiden besar jaman Majapahit yaitu Sumpah Palapa. Maka dibawalah sumpah Patih Gadjah Mada itu ke ranah kepentingan politik kontemporer.
Penyematan kata sumpah sekaligus buat menaruh nuansa sakral. Lantaran siapa yang menyalahi sumpah pastilah menerima bala.
“Jadi sekali lagi Sumpah Pemuda sebagai indera buat menanggapi keadaan maupun tantangan politik kontemporer”
[J.J. Rizal]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil keputusan Kongres Pemuda Kedua itu sudah dimanfaatkan dan direkayasa sedemikian rupa buat kepentingan politik pemerintah dari kondisi jamannya masing-masing.
Referensi;
//memantau.blogspot.com/2012/04/sejarah-sumpah-pemuda.html
//sejarah.kompasiana.com/2012/10/30/meluruskan-sejarah-sumpah-pemuda-505430.html