SEJARAH AWAL BERDIRI LUBANG JEPANG BUKITTINGGI
Saturday, August 24, 2013
Edit
Lubang Jepang didirikan menurut tahun 1942-1945 sang penduduk-penduduk lebih kurang yang dipekerjakan secara paksa sang serdadu Jepang. Di pada lorong bawah tanah sepanjang 1,47 km ini, terdapat 21 lorong kecil yg sebelumnya menjadi lorong-lorong buat keperluan benteng pertahanan, seperti lorong penyimpanan amunisi, bilik serdadu militer Jepang, ruang rapat, ruang makan romusa, dapur, penjara, ruang sidang, ruang penyiksaan, loka pengintaian, loka penyergapan, dan pintu pelarian.
Ketika ditemukan, diameter pintu masuk lorong ini berukuran 20 cm. Hanya sebanyak lingkar tubuh serdadu-derdadu Jepang yang memang agak ramping. Setidaknya itu yg seringkali terlihat dalam gambar-gambar di pada buku-buku sejarah. Setelah ditemukan dan dipugar, diameter lorong kini ukuran tiga-4 meter serta telah dilengkapi menggunakan lampu neon pada berbagai sudut serta sisi. Namun, dindingnya tidak mengalami perubahan. Dinding batunya bersekat-sekat yang dulu bertujuan buat meredam bunyi (echo) supaya tidak terdengar keluar. Guratan-guratan pukulan paksa dengan benda relatif tajam pun masih terekam di sejumlah dindingnya. Konon, sang Jepang, para tawanan Indonesia dipaksa menembus bebatuan Ngarai Sianok hanya menggunakan cangkul dan benda tajam lainnya.
Ketika masuk ke obyek wisata menggunakan luas hampir dua hektar ini, pengunjung akan menuruni tangga sejauh 64 meter buat benar-sahih hingga di kedalaman 40 meter. Ketika hingga, pengunjung akan terlebih dulu menemui lorong yg dulu dipakai sebagai ruang penyimpanan amunisi di sisi kanan. Nantinya, pengunjung akan keluar dari lorong ini setelah puas berkeliling-keliling buat kembali ke pintu masuk yang ad interim juga berfungsi menjadi pintu keluar. Setelah bilik militer, di sisi kanan pengunjung akan menemukan lorong dengan fungsi yang sama. Nantinya, lorong ini akan dijadikan mini teater untuk menayangkan film-film sejarah yang berkaitan menggunakan penjajahan Jepang di Indonesia serta pada ranah Minang secara spesifik.
Setelah itu, pengunjung akan menemui lebih kurang 2 lorong lainnya dengan fungsi yg sama. Salah satu lorongnya planning akan dialihfungsikan sebagai tempat penyimpanan maket Lubang Jepang. Makin masuk ke dalam, lorong bertambah dingin serta lembap. Menghirup udara pun tidak seleluasa misalnya umumnya. Namun, perjalanan melintasi lorong ini belum selesai.
Tiba di ujung lorong pertama, kami menemukan pertigaan dan kami meneruskan perjalanan ke lorong pada sebelah kiri. Lorong ini pun bercabang. Ada ruang sidang yg dulu digunakan serdadu buat menghakimi pejuang pribumi ataupun rakyat setempat yg membangkang. Terdapat pula sebuah cabang lorong yang nantinya akan dijadikan Museum Saintifik.
Menurut pemandu, awalnya Pemerintah Daerah berencana membuat kafe pada lorong ini, tetapi sehabis Presiden SBY berkunjung pribadi ke loka ini, dia meminta Pemerintah Daerah menggantinya dengan sesuatu yang lebih bersifat ilmiah. Melangkah sejauh lima meter ke depan, di sisi kanan terdapat lorong pada sisi kanan yg dulu dipakai sebagai barak militer. Lima meter ke depan lagi pada atas lorong primer tertulis "Pintu Pelarian" menggunakan secercah cahaya menurut lubang berpagar yg terdapat di belakangnya sejauh 10 meter.
Sebelum datang pada lubang tadi, masih ada lorong pada sebelah kanan yang menghubungkannya menggunakan lorong lain. Lorong tadi berujung pada lorong penjara yang dulu dipakai buat dagi musuh-musuh Jepang. Di sisi kanannya terdapat sebuah ruangan yang pada dalamnya masih ada dapur, lubang pengintaian di bagian atas, dan sebuah lubang mini tepat di bawahnya yang dulu dipakai sebagai tempat penyimpanan mayat-mayat tahanan yang mati tersiksa di dalam penjara. Ujung lubang bermuara pada Sungai Sianok.
Tempat ini tergolong mencekam lantaran terletak paling ujung menurut lokasi Lubang Jepang. Apabila melangkah lagi, pengunjung akan melewati lorong primer yg dulu dipergunakan menjadi lorong penyergapan. Di sepanjang lorong ini terdapat empat lorong yg menunjuk keluar dan nantinya akan dipergunakan menjadi pintu keluar. Ketika tiba di ujung, pengunjung harus berbelok ke kanan, melalui lorong bekas barak militer. Di sisi kanan terdapat lorong-lorong yang di awal telah dilewati. Perjalanan pun berakhir melintasi lorong bekas ruang amunisi dan lorong menanjak menuju pintu masuk.
Sepanjang lorong ada sejumlah CCTV yang rencananya akan diaktifkan. Selain itu, ada sekitar enam lubang yang dianggap lubang angin. Satu akan difungsikan sebagai pintu masuk, sedangkan lima lainnya akan difungsikan menjadi pintu keluar. Rencananya dalam tahun 2009 ini seluruh rencana bisa direalisasikan.
Pengalaman menyusuri Lubang Jepang meninggalkan kesan tersendiri. Perasaan takjub, miris, serta bangga bercampur aduk rata saat menapaki setiap lorong dalam obyek wisata ini. Jika berkunjung ke Taman Panorama Ngarai Sianok, sempatkanlah menyusuri Lubang Jepang. Cukup menambah uang sebesar Rp 20.000 untuk pramuwisata atau pemandu yang akan memimpin bepergian dan memberi penjelasan mengenai keseluruhan lorong bagi pengunjung.
Referensi:
//travel.kompas.com/read/2009/03/02/08142681/Lubang.jepang..saksi.sejarah.di.dasar.tebing