SEJARAH ASAL USUL ADANYA BATURRADEN

Sejarah Asal Usul Adanya Baturraden - Baturaden merupakan kawasan wisata alam yang terletak pada kabupaten Banyumas, propinsi Jawa Tengah. Secara geografis, Baturaden berada di sebelah utara kota Purwokerto, propinsi Jawa Tengah serta pada sebelah selatan lereng Gunung Slamet. Gunung Slamet merupakan gunung tertinggi ke 2 di pulau Jawa menggunakan ketingian mencapai kurang lebih 3.482 meter di atas permukaan laut.

Sejarah atau cerita yg herbi nama Baturraden itu ada dua versi, yaitu versi Kadipaten Kutaliman dan versi Syekh Maulana Maghribi.

Baturraden asal dari dua istilah yaitu ‘Batur’ yg dalam bahasa Jawa berarti Pembantu, Teman, atau Bukit serta ‘Raden’ yg dalam bahasa pula berarti Bangsawan. Dilihat dari susunan istilah-pungkasnya, maka nama Baturraden terdiri dari istilah :
a. Batur – Radin, yang adalah tanah datar
b. Batur – Adi, yg adalah tanah yang indah

Dua macam nama tersebut bukan sesuatu nama yang berdiri sendiri tanpa ada kaitannya dengan daerah lain sepanjang lereng Gunung Slamet berdasarkan arah barat ke timur sampai Dieng plateau (dataran tinggi Dieng). Disekitar Baturraden pula masih ada beberapa nama diawali menggunakan istilah ‘Batur’, misalnya; Batur Agung, Batur Golek, Batur Semende, Batur Sengkala, Batur Macan, Batur Duwur, Batur Wadas Galengan dan Batur Begalan.

Versi Kadipaten Kutaliman
Pada Ratusan tahun silam konon terdapat sebuah Kadipaten ‘KUTALIMAN’ yg terletak 10 km disebelah Barat Baturraden. Adipatinya memiliki beberapa anak perempuan dan seorang ‘gamel’ (pembantu yg menjaga kuda). Salah satu anak perempuannya jatuh cinta dengan gamel. Cinta mereka dilakukan secara sembunyi-sembuyi. Sesudah mendengar fakta, bahwa anak perempuannya jatuh cinta dengan pembantunya, sang Adipati marah serta mengusir gamel dan anak perempuannya dari rumah. Diperjalanan dia melahirkan bayi didekat sungai, lalu mereka menamakannya sungai ‘Kaliputra’. (Kali berarti Sungai dan Putra berarti anak laki-laki ). Letaknya kira-kira tiga kilometer sebelah utara Kutaliman. Akhirnya mereka menemukan loka yang indah serta memutuskan buat tinggal pada loka yang kini dikenal menggunakan nama ‘Baturraden’. Berdasarkan versi pertama tadi nama Baturaden seharusnya ditulis menggunakan dua ‘R’ lantaran versi tadi berasal berdasarkan kata ‘Batur’ dan ‘Raden’ menjadi ‘BATURRADEN’.

Versi Syekh Maulana Maghribi
Konon pada Negara Rum, bertahta seorang Pangeran bernama Syekh Maulana Maghribi asal berdasarkan Turki yang memeluk agama Islam dan dia merupakan seorang ulama. Pada waktu fajar menyingsing, sesudah dia melakukan kewajibannya selaku orang muslim, terlihatlah sang dia cahaya terang misterius bersinar disebelah timur menjulang tinggi di angkasa. Terdorong sang perasaan ingin mengetahui tempat darimana cahaya terperinci misterius itu tiba dan makna dari cahaya terang tadi, maka timbullah niat serta itikad yg kuat di dalam sanubarinya dan mencari loka yg dimaksud. Seorang sahabatnya bernama Haji Datuk dipanggil serta diperintahkan supaya para hulubalang dan balatentaranya menyiapkan armada dengan segala perlengkapannya buat berlayar menuju kearah datangnya cahaya misterius tadi. Maka,berangkatlah si Pangeran bersama-sama dengan sahabatnya itu 298 (dengan 2 ratus sembilan puluh delapan) orang pengikutnya mengarungi samudera menuju kearah terlihatnya cahaya itu memancar selama 40 malam.

Kemudian sampailah mereka di ujung timur sebuah pulau yang bernama dengan Pulau Jawa. Adapun loka dimana mereka membuang sauh dewasa ini terkenal dengan nama Pantai Gresik.

Meskipun mereka sudah lama menempuh perjalanan penuh menggunakan berbagai kesulitan dan penderitaan serta menghadapi beragam marabahaya, mereka belum mencapai apa yg menjadi cita-cita atau tujuannya lantaran cahaya terperinci misterius tadi tampak disebelah barat. Pada suatu waktu terlihat kembali cahaya terperinci yang sedang dicarinya itu disebelah barat serta mereka merogoh keputusan balik karah barat menggunakan menempuh jalan di laut Jawa di pantai Pemalang Jawa Tangah, dimana mereka berlabuh sambil sekedar melepas lelah. Ditempat ini Syekh Maulana Maghribi meminta para armadanya buat pergi ke negerinya, sedangkan Syekh Maulana Maghribi ditemani oleh Haji Datuk serta buat ad interim bermukim ditempat itu.

Karena mereka memiliki kepercayan dalam Yang Maha Pencipta, mereka dijiwai oleh kekuatan Gaib yang tiada kunjung padam serta berketetapan hati akan melanjutkan perjalanannya dengan jalan kaki menuju kearah Selatan sambil menyebarkan agama Islam. Dari Pemalang mereka menuju ke selatan menyusuri hutan belantara tanpa mengenal bahaya yg dihadapinya karena tertarik sinar cahaya misterius yg kini terlihat di Timur Laut. Berhubung jalur yg ditempuhnya itu meletihkan, maka mereka berhenti sejenak buat melepaskan lelahnya sambil termenung merasakan kisah perjalanannya serta kewajibannya yang dibebankan diatas pundaknya buat menyebarluaskan kepercayaan Islam. Tempat dimana mereka beristirahat menggunakan diliputi pikiran-pikiran (gagasan-gagasan) dan perasaan-perasaan yang memenuhi hati sanubarinya diberi nama ‘Paduraksa’ yg adalah bertengkar didalam kalbu atau rasa.

Dari tempat itu mereka meneruskan perjalanannya ke selatan lagi dan sampailah mereka di hutan belukar serta buat melepaskan lelahnya mereka singgah diatas tonggak randu yang tumbang dan loka tersebut mereka beri nama ‘Randudongkal’. Dari tempat peristirahatannya itu, cahaya terang masih kelihatan terdapat di timur laut, serta mereka meneruskan perjalanannya menuju arah cahaya tersebut. Dan sebelum mereka sampai ketempat yg menjadi tujuannya mereka berhenti buat beristirahat di dekat Sendang (kolam) buat melakukan ibadah Sholat, serta sesudahnya tempat tersebut diberi nama ‘Belik’. Setelah melakukan Sholat, maka bepergian diteruskan kearah timur serta sampailah disuatu loka, dimana masih ada banyak batu-batuan serta di tempat tadi mereka beristirahat lagi sambil memikirkan bagaimana cara mereka dapat menjangkau tempat kedudukan cahaya yang dicarinya, karena cahaya jelas tadi terlihat ada dipuncak Gunung. Tempat dimana mereka beristirahat serta masih ada banyak batu-batuan itu diberi nama ‘Watu Kumpul’.

Karena tekadnya yang kuat, pendakian itu dilakukan hingga akhirnya sampailah mereka di loka yang dituju. Terlihat sang mereka seseorang pertapa yang menyandarkan dirinya dalam sebatang pohon jambu yang mengeluarkan sinar yg bercahaya menjulang tinggi ke angkasa. Perlahan-huma Syekh Maulana Maghribi serta Haji Datuk menuju mendekati tempat tersebut sembari mengucapkan salam ‘Assalamu’alaikum’, tetapi nir dijawabnya sang si petapa meskipun berulangkali diucapkan. Setelah ternyata salamnya tidak mendapat jawaban, maka Haji Datuk menyampaikan pada Syekh Maulana Maghribi : ‘Kiranya pertapa itu adalah seseorang Budha’. Mendengar perkataan tersebut, si petapa itu lalu menjawab : ‘Sesungguhnya saya ini merupakan orang Budha yang Sakti’. Mendengar istilah-kata sakti maka Syekh Maulana Maghribi meminta pada pemeluk agama Budha tersebut, bahwa dia ingin melihat atau menyaksikan kesaktiannya,maka diambillah tutup kepalanya yang berupa kopiah itu dapat terbang di angkasa. Syekh Maulana Maghribi tergolong orang yang mempunyai kesaktian dan didorong oleh rasa ingin mengimbangi kemukjizatan si pertapa itu, kemudian melepaskan bajunya dan dilemparkan keatas, ternyata baju tersebut dapat terbang di udara serta selalu menutupi kopiah si pertapa yang menandakan bahwa kesaktiannya lebih unggul dari kesaktian orang Budha itu,tetapi ia belum mau menyerah serta masih akan mempertontonkan lagi kepandaiannya yg berujud menyusun telur setinggi langit. Melihat keadaan tadi diatas Syekh Maulana Maghribi merasa heran, tetapi demikian ia nir mau dikalahkan begitu saja, maka menggunakan tenangnya diperintahkan pada si pertapa supaya dia mau mengambil telur itu satu persatu berdasarkan bawah tanpa ada yang jatuh. Ternyata pertapa itu nir bisa melakukannya. Karena si pertapa telah benar-benar nir melakukannya hal tadi, maka Syekh Maulana Maghribi mengambil tumpukan telur tersebut dimulai berdasarkan bawah sampai terselesaikan dengan nir terdapat satupun yang jatuh.

Syekh Maulana Maghribi masih merasa belum puas dan masih meneruskan perjuangannya sekali lagi menggunakan menerangkan pemupukan periuk-periuk berisi air sampai menjulng tinggi. Lalu, Syekh Maulana Maghribi berkata : ‘Ambillah periuk-periuk itu satu demi satu dari bawah tanpa ada yang berjatuhan’. Setelah ternyata tidak terdapat kesanggupan daari si pertapa, maka beliau sendirilah yg melakukannya dan periuk yg terakhir itu pecah serta airnya memancar kesegala penjuru.

Akhirnya si pertapa yg mengaku bernama ‘Jambu Karang’ (nama tadi berasal dari pohon sandarannya, yaitu sebatang pohon jambu dimana disekelilingnya terdapat batu-batuan) menyerah kalah dan berjanji akan memeluk agama Islam. Janji tadi diterima oleh Syekh Maulana Maghribi dan Jambu Karang diperintahkan buat memotong rambut serta kukunya dan selnjutnya dikubur pada ‘Penungkulan’ (loka dimana si pertapa menyerah kalah). Kemudian dilakukan upacara penyucian dengan air zam-zam yng dibawa oleh Haji Datuk berdasarkan Tanah Suci atas perintah Syekh Maulana Maghribi dengan mempergunakan tempat dari bambu (bumbung). Setelah upacara penyucian selesai, bumbung berisikan residu air disandarkan pada pohon waru, tetap karena kurang cermat menyandarkannya maka robohlah bumbung tersebut serta pecah sebagai akibatnya air sisa tadi berhamburan serta pada loka tadi syahdan kabarnya sebagai mata air yng tidak mengenal kering dimusim kemarau.

Setelah pertapa disucikan menjadi pemeluk agama Islam, maka namanya diubah sebagai ‘Syekh Jambu Karang’. KemudianSyekh Jambu Karang akan menerima wejangan (bai’at), beliau menunjukkan suatu loka yang harmonis serta cocok buat upacara bai’at tersebut yaitu diatas bukit ‘Kraton’. Sesaat sehabis Syekh Jambu Karang mendapat wejangan, turun hujan lebat disertai dengan angin ribut yg menyebabkan pohon-pohon disekeliling tempat itu menundukkan dahan-dahannya misalnya sedang menghormati Gunung Kraton yaitu tempat dimana Syekh Maulana Maghribi sedang memberikan wejangan (membai’at) Syekh Jambu Karang menjadi seorang Muslim. Menurut hikayatnya, Syekh Jambu Karang memiliki seorang putri bernama ‘Rubiah Bhakti’ yg dipersunting oleh Syekh Maulana Maghribi, sesudah Syekh Jambu Karang sebagai seorang Muslim menggunakan mas kawin berupa mas merah setanah Jawa. Setelah memperistrikan putri Syekh Jambu Karang, Syekh Maulana Maghribi berganti nama sebagai ‘Atas Angin’. Dari perkawinannya tadi menurunkan 5 orang putera serta puteri, yaitu :

1. Makdum Kusen (Makam di Rajawana)
2. Makdum Medem (Makam di Cirebon)
3. Makdum Umar (Makam diKarimun Jawa)
4. Makdum (yang menghilang atau murca)
5. Makdum Sekar (Makam pada Gunung Jembangan)

Adapun Syekh Jambu Karang tetap bermukim pada Gunung Kraton, serta selesainya wafat dimakamkan ditempat itu jua serta tempat pemakamannya diklaim ‘Gunung Munggul’ (zenit yang tertinggi didaerah itu).
Syekh Maulana Maghribi yg terkenal menggunakan ‘Mbah Atas Angin’ selama empat puluh 5 tahun bermukim disuatu tempat atau pedukuhan yg bernama ‘Banjar Cahayana’ (mungkin tempat tersebut didiami setelah menemukan cahayanya). Di tempat tadi Mbah Atas Angin menderita penyakit gatal-gatal yg susah disembuhkan. Hal ini menyebabkan keprihatinan disertai dengan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberi rahmat serta berkah terhindar berdasarkan penyakitnya itu.

Sesudah sholat Tahajud.beliau menerima Ilham bahwa dia harus pulang ke Gunung ‘Gora’ dimana dia akan menerima obat mujarab buat menyembuhkan penyakitnya itu. Kemudian pagi-pagi saat Shubuh Mbah Atas Angin beserta Haji Datuk pulang kearah barat dan dalam siang hari sampailah mereka dilereng Gunung Gora. Sesudah hingga di lereng Gunung Gora dia meminta Haji Datuk buat meninggalkannya serta beristirahat sambil menunggu pada loka yg datar, sebab Mbah Atas Angin akan meneruskan perjalanannya kearah suatu tempat yg mengepulkan asap. Ternyata disitu ada asal air panas serta Syekh Maulana Maghribi menyebutnya ‘Pancuran Pitu’ yg merupakan sebuah sumber air panas yg memiliki tujuh mata air. Setiap hari Syekh Maulana Maghribi mandi secara teratur di loka itu, dengan begitu dia sembuh berdasarkan penyakit gatalnya. Sesudahnya dia memanjatkan do’a syukur kehadirat Illahi dan mengucap syukur bahwasanya dia sudah dikaruniai sembuh dari sakitnya yang telah sangat usang dideritanya. Setelah beliau pulang ketempat dimana Haji Datuk menunggu, dia berkata : Saksikanlah, saya sekarang sudah sembuh dari sakitku serta telah terhindar dari penderitaan.

Selanjutnya Dia mengganti nama Gunung Gora itu menjadi ‘Gunung Slamet’. Slamet pada bahasa Jawa berarti aman. Selama Syekh Maulana Maghribi berobat di Pancuran Pitu, Haji Datuk tetap dan taat menunggu ditempat yang ditunjuk semula dan kepadanya diberi julukan ‘Haji Datuk Rusuladi’. Rusuladi ialah ‘Batur Yang Baik’ (Adi). Dan syahdan kabarnya tempat tersebut sang penduduk sekitarnya sampai kini dianggap dengan ‘BATURRADEN’.

Referensi:
//asal-usul-motivasi.blogspot.com/2011/11/dari-usul-sejarah-baturaden-purwokerto.html
//alilanusbayam.blogspot.com/2011/08/objek-wisata-baturaden-banyumas-jawa.html

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel