SEJARAH ASAL USUL AWAL POHON NATAL DI DUNIA
Thursday, November 21, 2013
Edit
Sejarah Asal Usul Awal Pohon Natal Di Dunia - Natal sebentar lagi tiba serta penganut non islam akan merayakan hingga seluruh belahan dunia. Memahami gak kamu hari raya natal identik menggunakan pohon natal, pada pohon itu terpasang hiasan-hiasan yg menciptakan pohon itu latif serta dibawahnya terdapat beberapa hadiah. Pohon Natal asal berdasarkan perlengkapan panggung drama “Firdaus” abad 11 Masehi di Jerman, bukan berasal menurut pemujaan berhala apapun.
Kisah Pohon Natal adalah bagian menurut riwayat hayati St. Bonifasius, yang nama aslinya merupakan Winfrid. St. Bonifasius dilahirkan kurang lebih tahun 680 pada Devonshire, Inggris. Pada usia lima tahun, dia ingin sebagai seorang biarawan; dia masuk sekolah biara dekat Exeter dua tahun kemudian. Pada usia empatbelas tahun, ia masuk biara di Nursling pada daerah Keuskupan Winchester. St. Bonifasius seorang yg ulet belajar, siswa abas biara yg berpengetahuan luas, Winbert. Kelak, Bonifasius menjadi pimpinan sekolah tadi.
Pada ketika itu, sebagian akbar penduduk Eropa utara serta tengah masih belum mendengar tentang Kabar Gembira. St. Bonifasius memutuskan buat sebagai seorang misionaris bagi mereka. Setelah satu usaha singkat, beliau mohon persetujuan resmi dari Paus St. Gregorius II. Bapa Suci menugaskannya untuk mewartakan Injil pada orang-orang Jerman. (Juga pada saat itu St. Bonifasius membarui namanya dari Winfrid menjadi Bonifasius). St. Bonifasius menjelajah Jerman melalui pegunungan Alpen hingga ke Bavaria dan kemudian ke Hesse serta Thuringia. Pada tahun 722, paus mentahbiskan St. Bonifasius sebagai uskup menggunakan kewenangan mencakup semua Jerman. Ia memahami bahwa tantangannya yg terbesar merupakan melenyapkan takhayul kafir yg merusak diterimanya Injil dan bertobatnya penduduk. Dikenal sebagai “Rasul Jerman”, St. Bonifasius terus mewartakan Injil hingga beliau wafat sebagai martir pada tahun 754. Marilah kita memulai cerita kita mengenai Pohon Natal.
Dengan rombongan pengikutnya yg setia, St. Bonifasius sedang melintasi hutan menggunakan menyusuri suatu jalan setapak Romawi kuno pada suatu Malam Natal. Salju menyelimuti permukaan tanah serta menghapus jejak-jejak kaki mereka. Mereka dapat melihat napas mereka dalam udara yg dingin menggigit. Meskipun beberapa di antara mereka mengusulkan supaya mereka segera berkemah malam itu, St. Bonifasius mendorong mereka untuk terus maju dengan mengungkapkan, “Ayo, saudara-saudara, majulah sedikit lagi. Sinar rembulan menerangi kita sekarang ini dan jalan setapak lezat dilewati. Aku memahami bahwa kalian capai; serta hatiku sendiri pun rindu akan kampung halaman pada Inggris, di mana orang-orang yang saya kasihi sedang merayakan Malam Natal. Oh, saya bisa melarikan diri berdasarkan samudera Jerman yg liar serta berbadai ganas ini ke pada pelukan tanah airku yang kondusif dan tenang! Namun, kita punya tugas yg wajib kita lakukan sebelum kita berpesta malam ini. Sebab sekarang inilah Malam Natal, serta orang-orang kafir pada hutan ini sedang berkumpul dekat pohon Oak Geismar buat memuja tuhan mereka, Thor; hal-hal serta perbuatan-perbuatan aneh akan terjadi di sana, yang mengakibatkan jiwa mereka hitam. Namun, kita diutus buat menerangi kegelapan mereka; kita akan mengajarkan kepada saudara-saudara kita itu buat merayakan Natal beserta kita karena mereka belum mengenalnya. Ayo, maju terus, dalam nama Tuhan!”
Mereka pun terus melangkah maju dengan dikobarkan kata-istilah semangat St. Bonifasius. Sejenak lalu, jalan menunjuk ke wilayah terbuka. Mereka melihat rumah-tempat tinggal , namun tampak gelap serta kosong. Tak seorang pun kelihatan. Hanya suara gonggongan anjing serta ringkikan kuda sekali waktu memecah keheningan. Mereka berjalan terus serta datang pada suatu tanah lapang di tengah hutan, dan di sana tampaklah pohon Oak Kilat Geismar yg keramat. “Di sini,” St. Bonifasius berseru sembari mengacungkan tongkat uskup berlambang salib pada atasnya, “pada sinilah pohon oak Kilat; serta di sinilah salib Kistus akan mematahkan palu oleh ilahi kafir Thor.”
Di depan pohon oak itu terdapat api unggun yg sangat akbar. Percikan-percikan apinya menari-nari di udara. Warga desa mengelilingi barah unggun menghadap ke pohon keramat. St. Bonifasius menyela rendezvous mereka, “Salam, wahai putera-putera hutan! Seorang asing mohon kehangatan barah unggunmu di malam yg dingin.” Sementara St. Bonifasius dan para pengikutnya mendekati api unggun, mata orang-orang desa menatap orang-orang asing ini. St. Bonifasius melanjutkan, “Aku saudaramu, saudara bangsa German, dari dari Wessex, pada seberang laut. Aku datang untuk mengungkapkan salam dari negeriku, dan menyampaikan pesan menurut Bapa-Semua, yang aku layani.”
Hunrad, pendeta tua ilahi Thor, menyambut St. Bonifasius beserta para pengikutnya. Hunrad lalu mengungkapkan kepada mereka, “Berdirilah pada sini, saudara-saudara, serta lihatlah apa yang membuat yang kuasa-yang kuasa mengumpulkan kita pada sini! Malam ini merupakan malam kematian dewa mentari , Baldur yang Menawan, yg dikasihi para dewa serta manusia. Malam ini adalah malam kegelapan dan kekuasaan demam isu dingin, malam kurban serta kengerian besar . Malam ini Thor yang agung, dewa kilat serta perang, kepada siapa pohon oak ini dikeramatkan, sedang berduka lantaran kematian Baldur, dan ia murka pada orang-orang ini sebab mereka sudah melalaikan pemujaan kepadanya. Telah usang berlalu sejak sesaji dipersembahkan di atas altarnya, sudah lama sejak akar-akar pohonnya yg keramat disiram menggunakan darah. Sebab itu daun-daunnya layu sebelum waktunya serta dahan-dahannya meranggas hingga hampir meninggal. Sebab itu, bangsa-bangsa Slav serta Saxon telah mengalahkan kita pada pertempuran. Sebab itu, panenan sudah gagal, dan gerombolan serigala memporak-porandakan kawanan ternak, kekuatan telah menjauhi busur panah, gagang-gagang tombak sebagai patah, dan babi hutan membinasakan pemburu. Sebab itu, endemi sudah menyebar pada rumah-rumah tinggal kalian, serta jumlah mereka yg tewas jauh lebih poly daripada mereka yg hidup di semua dusun-dusunmu. Jawablah saya, hai kalian, tidakkah apa yang kukatakan ini benar?” Orang poly menggumamkan persetujuan mereka serta mereka mulai memanjatkan puji-pujian kepada Thor.
Ketika bunyi-bunyi itu sudah reda, Hunrad mengumumkan, “Tak satu pun berdasarkan hal-hal ini yg menyenangkan dewa. Semakin berharga persembahan yang akan menghapuskan dosa-dosa kalian, semakin berharga embun merah yg akan memberi hidup baru bagi pohon darah yang keramat ini. Thor menghendaki persembahan kalian yang paling berharga dan mulia.”
Dengan itu, Hunrad menghampiri anak-anak, yg dikelompokkan tersendiri di sekeliling barah unggun. Ia memilih seseorang anak laki-laki yg paling cantik, Asulf, putera Duke Alvold serta isterinya, Thekla, lalu memaklumkan bahwa anak itu akan dikurbankan buat pulang ke Valhalla guna menyampaikan pesan masyarakat kepada Thor. Orang tua Asulf terguncang hebat. Namun, tidak seseorang pun berani berbicara.
Hunrad menggiring anak itu ke sebuah altar batu yang besar antara pohon oak serta barah unggun. Ia mengenakan epilog mata pada anak itu dan menyuruhnya berlutut dan meletakkan kepalanya pada atas altar batu. Orang-orang bergerak mendekat, dan St. Bonifasius menempatkan dirinya dekat sang pendeta. Hunrad lalu mengangkat tinggi-tinggi palu yang kuasa Thor keramat miliknya yang terbuat berdasarkan batu hitam, siap meremukkan batok ketua Asulf yang kecil dengannya. Sementara palu dihujamkan, St. Bonifasius menangkis palu itu dengan tongkat uskupnya sebagai akibatnya palu terlepas menurut tangan Hunrad dan patah menjadi 2 waktu menghantam altar batu. Suara decak kagum dan sukacita membahana pada udara. Thekla lari menjemput puteranya yang sudah diselamatkan berdasarkan kurban berdarah itu lalu memeluknya erat-erat.
St. Bonifasius, menggunakan wajahnya bersinar, berbicara kepada orang poly, “Dengarlah, wahai putera-putera hutan! Tidak akan ada darah mengalir malam ini. Sebab, malam ini merupakan malam kelahiran Kristus, Putera Bapa Semua, Juruselamat umat manusia. Ia lebih cantik berdasarkan Baldur yg Menawan, lebih agung berdasarkan Odin yg Bijaksana, lebih berbelas kasihan menurut Freya yg Baik. Sebab Ia datang, kurban disudahi. Thor, si Gelap, yg kepadanya kalian berseru dengan sia-sia, telah tewas. Jauh pada bayang-bayang Niffelheim beliau sudah hilang untuk selama-lamanya. Dan kini , dalam malam Kristus ini, kalian akan memulai hayati baru. Pohon darah ini tidak akan menghantui tanah kalian lagi. Dalam nama Tuhan, saya akan memusnahkannya.” St. Bonifasius lalu mengeluarkan kapaknya yg lebar serta mulai menebas pohon. Tiba-tiba terasa suatu hembusan angin yang dahsyat dan pohon itu tumbang menggunakan akar-akarnya tercabut dari tanah serta terbelah sebagai empat bagian.
Di balik pohon oak super besar itu, berdirilah sebatang pohon cemara belia, bagaikan zenit menara gereja yg memilih ke nirwana. St. Bonifasius pulang berbicara pada rakyat desa, “Pohon kecil ini, pohon muda hutan, akan menjadi pohon suci kalian mulai malam ini. Pohon ini adalah pohon hening, karena tempat tinggal -tempat tinggal kalian dibangun dari kayu cemara. Pohon ini merupakan lambang kehidupan kekal, karena daun-daunnya senantiasa hijau. Lihatlah, bagaimana daun-daun itu menunjuk ke langit, ke surga . Biarlah pohon ini dinamakan pohon kanak-kanak Yesus; berkumpullah pada sekelilingnya, bukan di tengah hutan yang liar, melainkan dalam tempat tinggal kalian sendiri; di sana dia akan dibanjiri, bukan oleh persembahan darah yang tercurah, melainkan persembahan-persembahan cinta serta kasih.”
Maka, mereka merogoh pohon cemara itu serta membawanya ke desa. Duke Alvold menempatkan pohon pada tengah-tengah rumahnya yg akbar. Mereka memasang lilin-lilin pada dahan-dahannya, serta pohon itu tampak bagaikan dipenuhi bintang-bintang. Lalu, St. Bonifasius, menggunakan Hundrad duduk pada bawah kakinya, menceritakan kisah Betlehem, Bayi Yesus di palungan, para gembala, dan para malaikat. Semuanya mendengarkan dengan takjub. Si kecil Asulf, duduk di pangkuan ibunya, menyampaikan, “Mama, dengarlah, aku mendengar para malaikat itu bernyanyi berdasarkan pulang pohon.” Sebagian orang percaya apa yang dikatakannya sahih; sebagian lainnya mengatakan bahwa itulah suara nyanyian yg dimadahkan oleh para pengikut St. Bonifasius, “Kemuliaan bagi Allah di tempat mahatinggi, serta damai pada bumi; rahmat dan berkat mengalir berdasarkan surga kepada manusia mulai menurut kini sampai selama-lamanya.”
Sementara kita berkumpul pada sekeliling Pohon Natal kita, kiranya kita mengucap syukur atas karunia iman, senantiasa menyimpan kisah kelahiran Sang Juruselamat pada hati kita, serta menyimak nyanyian pujian para malailat. Kepada segenap pembaca, saya mengucapkan Selamat Hari Raya Natal yang penuh berkat dan sukacita!
* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Notre Dame Graduate School in Alexandria.
sumber : “Straight Answers: Christmas Tree Origins” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2002 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”