SEJARAH ASAL USUL AWAL PULAU BALI
Tuesday, November 26, 2013
Edit
Sejarah Asal Usul Awal Pulau Bali - Bali adalah nama salah satu provinsi pada Indonesia dan juga merupakan nama pulau terbesar yang sebagai bagian berdasarkan provinsi tadi.bali terletak pada antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota provinsinya merupakan Denpasar yang terletak pada bagian selatan pulau ini. Selain terdiri menurut Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih mini pada sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan dan Pulau Serangan.
Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk kepercayaan Hindu. Di global, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan banyak sekali hasil seni-budayanya, khususnya bagi para wisatawan Jepang serta Australia. Bali jua dikenal menggunakan sebutan Pulau Dewata serta Pulau Seribu Pura.
MASA PRASEJARAH
Zaman prasejarah Bali merupakan awal dari sejarah warga Bali, yang ditandai oleh kehidupan masyarakat dalam masa itu yg belum mengenal tulisan. Walaupun pada zaman prasejarah ini belum dikenal goresan pena buat menuliskan riwayat kehidupannya, tetapi banyak sekali bukti mengenai kehidupan pada rakyat pada masa itu dapat juga menuturkan kembali keadaanya Zaman prasejarah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup panjang, maka bukti-bukti yg telah ditemukan sampai sekarang telah tentu nir bisa memenuhi segala harapan kita.
Berkat penelitian yang tekun serta terampil dari para pakar asing khususnya bangsa Belanda dan putra-putra Indonesia maka perkembangan masa prasejarah pada Bali semakin jelas. Perhatian terhadap kekunaan pada Bali pertama-tama diberikan sang seseorang naturalis bernama Georg Eberhard Rumpf, pada tahun 1705 yg dimuat dalam bukunya Amboinsche Reteitkamer. Sebagai pionir dalam penelitian kepurbakalaan di Bali adalah W.O.J. Nieuwenkamp yg mengunjungi Bali pada tahun 1906 sebagai seseorang pelukis. Dia mengadakan perjalanan menjelajahi Bali. Dan memberikan beberapa catatan antara lain mengenai nekara Pejeng, Trunyan, serta Pura Bukit Penulisan. Perhatian terhadap nekara Pejeng ini dilanjutkan oleh K.C Crucq tahun 1932 yg berhasil menemukan tiga bagian cetakan nekara Pejeng pada Pura Desa Manuaba, Tegallalang.
Penelitian prasejarah di Bali dilanjutkan sang Dr. H.A.R. Van Heekeren dengan hasil tulisan yang berjudul Sarcopagus on Bali tahun 1954. Pada tahun 1963 ahli prasejarah putra Indonesia Drs. R.P. Soejono melakukan penggalian ini dilaksanakan secara berkelanjutan yaitu tahun 1973, 1974, 1984, 1985. Berdasarkan output-hasil penelitian yang sudah dilakukan terhadap benda-benda temuan yang dari dari tepi pantai Teluk Gilimanuk diduga bahwa lokasi Situs Gilimanuk adalah sebuah perkampungan nelayan berdasarkan zaman perundagian di Bali. Di loka ini sekarang berdiri sebuah museum.
Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan sampai kini di Bali, kehidupan rakyat ataupun penduduk Bali dalam zaman prasejarah Bali bisa dibagi menjadi :
Masa berburu serta mengumpulkan makanan tingkat sederhana
Masa berburu serta mengumpulkan makanan taraf lanjut
Masa bercocok tanam
Masa perundagian
MASA BERBURU DAN MENGUMPULKAN MAKANAN TINGKAT SEDERHANA
Sisa-residu dari kebudayaan paling awal diketahui dengan penelitian-penelitian yg dilakukan dari tahun 1960 dengan ditemukan di Sambiran (Buleleng bagian timur), serta di tepi timur serta tenggara Danau Batur (Kintamani) indera-alat batu yang digolongkan kapak genggam, kapak berimbas, serut serta sebagainya. Alat-alat batu yg dijumpai di kedua daerah tadi sekarang disimpan di Museum Gedong Arca di Bedulu, Gianyar.
Kehidupan penduduk pada masa ini merupakan sederhana sekali, sepenuhnya tergantung pada alam lingkungannya. Mereka hayati mengembara dari satu tempat ketempat lainnya (nomaden). Daerah-wilayah yang dipilihnya artinya wilayah yg mengandung persediaan kuliner dan air yang cukup buat mengklaim kelangsungan hidupnya. Hidup berburu dilakukan oleh gerombolan kecil serta hasilnya dibagi beserta. Tugas berburu dilakukan sang kaum laki-laki , lantaran pekerjaan ini memerlukan tenaga yg cukup akbar buat menghadapi segala bahaya yg mungkin terjadi. Perempuan hanya bertugas buat menyelesaikan pekerjaan yang ringan misalnya mengumpulkan makanan berdasarkan alam sekitarnya. Hingga waktu ini belum ditemukan bukti-bukti apakah insan pada masa itu sudah mengenal bahasa menjadi indera bertutur satu sama lainnya.
Walaupun bukti-bukti yg masih ada di Bali kurang lengkap, tetapi bukti-bukti yang ditemukan pada Pacitan (Jawa Timur) dapatlah kiranya dijadikan panduan. Para pakar memperkirakan bahwa indera-alat batu menurut Pacitan yg sezaman serta memiliki poly persamaan menggunakan alat-alat batu dari Sembiran, didapatkan oleh jenis insan. Pithecanthropus erectus atau keturunannya. Kalau demikian mungkin juga indera-indera baru dari Sambiran dihasilkan sang manusia jenis Pithecanthropus atau keturunannya.
MASA BERBURU DAN MENGUMPULKAN MAKANAN TINGKAT LANJUT
Pada masa ini corak hidup yang asal dari masa sebelumnya masih berpengaruh. Hidup berburu serta mengumpulkan makanan yg terdapat dialam lebih kurang dilanjutkan terbukti dari bentuk alatnya yang dibuat dari batu, tulang serta kulit kerang. Bukti-bukti tentang kehidupan manusia dalam masa mesolithik berhasil ditemukan dalam tahun 1961 di Gua Selonding, Pecatu (Badung). Gua ini terletak pada pegunungan gamping pada Semenanjung Benoa. Di wilayah ini masih ada goa yg lebih besar merupakan Gua Karang Boma, tetapi goa ini nir memberikan suatu bukti mengenai kehidupan yang pernah berlangsung disana. Dalam penggalian Gua Selonding ditemukan alat-alat terdiri dari alat serpih dan serut menurut batu serta sejumlah indera-alat berdasarkan tulang. Di antara indera-alat tulang masih ada beberapa lencipan muduk yaitu sebuah indera sepanjang lima centimeter yg kedua ujungnya diruncingkan.
Alat-indera semacam ini ditemukan juga pada sejumlah gua Sulawesi Selatan pada taraf perkembangan kebudayaan Toala serta terkenal jua di Australia Timur. Di luar Bali ditemukan lukisan dinding-dinding gua, yang mendeskripsikan kehidupan sosial ekonomi dan kepercayaan masyarakat pada saat itu. Lukisan-lukisan di dinding goa atau di dinding-dinding karang itu antara lain yg berupa cap-cap tangan, babi rusa, burung, insan, perahu, lambang mentari , lukisan mata dan sebagainya. Beberapa lukisan lainnya ternyata lebih berkembang pada tradisi yg lebih lalu dan ialah menjadi lebih terperinci pula di antaranya adalah lukisan kadal seperti yg masih ada di Pulau Seram dan Papua, mungkin mengandung arti kekuatan magis yang dianggap sebagai penjelmaan roh nenek moyang atau ketua suku.
MASA BERCOCOK TANAM
Masa bercocok tanam lahir melalui proses yg panjang dan tidak mungkin dipisahkan dari usaha insan prasejarah pada memenuhi kebutuhan hidupnya pada masa-masa sebelumnya. Masa neolithik amat krusial dalam sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban, karena pada masa ini beberapa inovasi baru berupa dominasi sumber-sumber alam bertambah cepat. Penghidupan mengumpulkan makanan (food gathering) berubah sebagai membuat kuliner (food producing). Perubahan ini sesungguhnya sangat besar adalah mengingat akibatnya yang sangat mendalam serta meluas kedalam perekonomian serta kebudayaan.
Sisa-sisa kehidupan berdasarkan masa bercocok tanam pada Bali diantaranya berupa kapak batu persegi pada aneka macam berukuran, belincung serta panarah btg pohon. Dari teori Kern serta teori Von Heine-Geldern diketahui bahwa nenek moyang bangsa Austronesia, yg mulai datang pada kepulauan kita kira-kira 2000 tahun S.M merupakan dalam zaman neolithik. Kebudayaan ini memiliki dua cabang ialah cabang kapak persegi yg penyebarannya dari dataran Asia melalui jalan barat dan peninggalannya terutama terdapat pada bagian barat Indonesia dan kapak oval yang penyebarannya melalui jalan timur dan peninggalan-peninggalannya merata dibagian timur negara kita. Pendukung kebudayaan neolithik (kapak persegi) adalah bangsa Austronesia serta gelombang perpindahan pertama tadi disusul menggunakan perpindahan dalam gelombang ke 2 yg terjadi pada masa perunggu kira-kira 500 S.M. Perpindahan bangsa Austronesia ke Asia Tenggara khususnya menggunakan memakai jenis bahtera cadik yang terkenal dalam masa ini. Pada masa ini diduga sudah tumbuh perdagangan dengan jalan tukar menukar barang (barter) yg dibutuhkan. Dalam hal ini sebagai alat bekerjasama diharapkan adanya bahasa. Para ahli berpendapat bahwa bahasa Indonesia dalam masa ini merupakan Melayu Polinesia atau dikenal dengan menjadi bahasa Austronesia.
MASA PERUNDAGIAN
Dalam masa neolithik manusia bertempat tinggal tetap pada kelompok-gerombolan serta mengatur kehidupannya berdasarkan kebutuhan yg dipusatkan pada membentuk bahan makanan sendiri (pertanian serta peternakan). Dalam masa berdomisili tetap ini, manusia berdaya upaya menaikkan aktivitas-kegiatannya guna mencapai hasil yg sebanyak-besarnya pada memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada zaman ini jenis manusia yang mendiami Indonesia bisa diketahui berdasarkan aneka macam inovasi sisa-sisa rangka dari banyak sekali tempat, yang terpenting pada antaranya adalah temuan-temuan menurut Anyer Lor (Banten), Puger (Jawa Timur), Gilimanuk (Bali) serta Melolo (Sumbawa). Dari temuan kerangka yg banyak jumlahnya menerangkan ciri-karakteristik manusia. Sedangkan penemuan di Gilimanuk dengan jumlah kerangka yang ditemukan 100 butir menampakan karakteristik Mongoloid yg bertenaga seperti terlihat pada gigi serta muka. Pada rangka manusia Gilimanuk terlihat penyakit gigi dan encok yang banyak menyerang manusia waktu itu.
Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan bisa diketahui bahwa pada masyarakat Bali pada masa perundagian telah berkembang tradisi penguburan menggunakan cara-cara tertentu. Adapun cara penguburan yang pertama adalah menggunakan mempergunakan peti mayat atau sarkofagus yg dibentuk dari batu padas yg lunak atau yg keras. Cara penguburannya artinya dengan mempergunakan tempayan yg dibentuk dari tanah liat misalnya ditemukan pada tepi pantai Gilimanuk (Jembrana). Benda-benda temuan ditempat ini ternyata cukup menarik perhatian di antaranya terdapat hampir 100 buah kerangka manusia dewasa dan anak-anak, pada keadaan lengkap dan tidak lengkap. Tradisi penguburan dengan tempayan ditemukan jua pada Anyar (Banten), Sabbang (Sulawesi Selatan), Selayar, Rote dan Melolo (Sumba). Di luar Indonesia tradisi ini berkembang di Filipina, Thailand, Jepang serta Korea.
Kebudayaan megalithik adalah kebudayaan yg terutama membuat bangunan-bangunan berdasarkan batu-batu akbar. Batu-batu ini mempunyai umumnya nir dikerjakan secara halus, hanya diratakan secara kasar saja untuk mendapat bentuk yang dibutuhkan. Di daerah Bali tradisi megalithik masih tampak hayati dan berfungsi pada dalam kehidupan rakyat dewasa ini. Adapun temuan yang krusial ialah berupa batu berdiri (menhir) yang masih ada pada Pura Ratu Gede Pancering Jagat pada Trunyan. Di pura in masih ada sebuah arca yg disebut arca Da Tonta yg memiliki karakteristik-ciri yg dari berdasarkan masa tradisi megalithik. Arca ini tingginya hampir 4 meter. Temuan lainnya artinya pada Sembiran (Buleleng), yg terkenal menjadi desa Bali kuna, disamping desa-desa Trunyan serta Tenganan. Tradisi megalithik di desa Sembiran bisa ditinjau dalam pura-pura yang dipuja penduduk setempat hingga dewasa ini. Menurut 20 butir pura ternyata 17 buah pura menerangkan bentuk-bentuk megalithik dan dalam biasanya dibentuk sederhana sekali. Di antaranya ada berbentuk teras berundak, batu berdiri pada palinggih serta ada juga yg hanya merupakan susunan batu kali.
Temuan lainnya yang krusial jua ialah berupa bangunan-bangunan megalithik yg terdapat di Gelgel (Klungkung).temuan yg penting di desa Gelgel adalah sebuah arca menhir yaitu masih ada di Pura Panataran Jro Agung. Arca menhir ini dibentuk dari batu dengan penonjolan kelamin wanita yg mengandung nilai-nilai keagamaan yg penting yaitu menjadi lambang kesuburan yg bisa memberi kehidupan pada rakyat.
MASUKNYA AGAMA HINDU
Dalam masa neolithik manusia bertempat tinggal tetap pada kelompok-gerombolan serta mengatur kehidupannya berdasarkan kebutuhan yg dipusatkan pada membentuk bahan makanan sendiri (pertanian serta peternakan). Dalam masa berdomisili tetap ini, manusia berdaya upaya menaikkan aktivitas-kegiatannya guna mencapai hasil yg sebanyak-besarnya pada memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada zaman ini jenis manusia yang mendiami Indonesia bisa diketahui berdasarkan aneka macam inovasi sisa-sisa rangka dari banyak sekali tempat, yang terpenting pada antaranya adalah temuan-temuan menurut Anyer Lor (Banten), Puger (Jawa Timur), Gilimanuk (Bali) serta Melolo (Sumbawa). Dari temuan kerangka yg banyak jumlahnya menerangkan ciri-karakteristik manusia. Sedangkan penemuan di Gilimanuk dengan jumlah kerangka yang ditemukan 100 butir menampakan karakteristik Mongoloid yg bertenaga seperti terlihat pada gigi serta muka. Pada rangka manusia Gilimanuk terlihat penyakit gigi dan encok yang banyak menyerang manusia waktu itu.
Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan bisa diketahui bahwa pada masyarakat Bali pada masa perundagian telah berkembang tradisi penguburan menggunakan cara-cara tertentu. Adapun cara penguburan yang pertama adalah menggunakan mempergunakan peti mayat atau sarkofagus yg dibentuk dari batu padas yg lunak atau yg keras. Cara penguburannya artinya dengan mempergunakan tempayan yg dibentuk dari tanah liat misalnya ditemukan pada tepi pantai Gilimanuk (Jembrana). Benda-benda temuan ditempat ini ternyata cukup menarik perhatian di antaranya terdapat hampir 100 buah kerangka manusia dewasa dan anak-anak, pada keadaan lengkap dan tidak lengkap. Tradisi penguburan dengan tempayan ditemukan jua pada Anyar (Banten), Sabbang (Sulawesi Selatan), Selayar, Rote dan Melolo (Sumba). Di luar Indonesia tradisi ini berkembang di Filipina, Thailand, Jepang serta Korea.
Kebudayaan megalithik adalah kebudayaan yg terutama membuat bangunan-bangunan berdasarkan batu-batu akbar. Batu-batu ini mempunyai umumnya nir dikerjakan secara halus, hanya diratakan secara kasar saja untuk mendapat bentuk yang dibutuhkan. Di daerah Bali tradisi megalithik masih tampak hayati dan berfungsi pada dalam kehidupan rakyat dewasa ini. Adapun temuan yang krusial ialah berupa batu berdiri (menhir) yang masih ada pada Pura Ratu Gede Pancering Jagat pada Trunyan. Di pura in masih ada sebuah arca yg disebut arca Da Tonta yg memiliki karakteristik-ciri yg dari berdasarkan masa tradisi megalithik. Arca ini tingginya hampir 4 meter. Temuan lainnya artinya pada Sembiran (Buleleng), yg terkenal menjadi desa Bali kuna, disamping desa-desa Trunyan serta Tenganan. Tradisi megalithik di desa Sembiran bisa ditinjau dalam pura-pura yang dipuja penduduk setempat hingga dewasa ini. Menurut 20 butir pura ternyata 17 buah pura menerangkan bentuk-bentuk megalithik dan dalam biasanya dibentuk sederhana sekali. Di antaranya ada berbentuk teras berundak, batu berdiri pada palinggih serta ada juga yg hanya merupakan susunan batu kali.
Temuan lainnya yang krusial jua ialah berupa bangunan-bangunan megalithik yg terdapat di Gelgel (Klungkung).temuan yg penting di desa Gelgel adalah sebuah arca menhir yaitu masih ada di Pura Panataran Jro Agung. Arca menhir ini dibentuk dari batu dengan penonjolan kelamin wanita yg mengandung nilai-nilai keagamaan yg penting yaitu menjadi lambang kesuburan yg bisa memberi kehidupan pada rakyat.
MASA 1343-1846 KEDATANGAN EKSPEDISI GAJAH MADA
Ekspedisi Gajah Mada ke Bali dilakukan dalam ketika Bali diperintah oleh Kerajaan Bedahulu dengan Raja Astasura Ratna Bumi Banten dan Patih Kebo Iwa. Dengan terlebih dahulu membunuh Kebo Iwa, Gajah Mada memimpin ekspedisi bersama Panglima Arya Damar menggunakan dibantu oleh beberapa orang arya. Penyerangan ini menyebabkan terjadinya pertempuran antara pasukan Gajah Mada dengan Kerajaan Bedahulu. Pertempuran ini mengakibatkan raja Bedahulu serta putranya wafat. Setelah Pasung Grigis menyerah, terjadi kekosongan pemerintahan di Bali. Untuk itu, Majapahit menunjuk Sri Kresna Kepakisan buat memimpin pemerintahan di Bali menggunakan pertimbangan bahwa Sri Kresna Kepakisan mempunyai hubungan darah dengan penduduk Bali Aga. Dari sinilah berawal wangsa Kepakisan.
PERIODE GELGEL
Karena ketidakcakapan Raden Agra Samprangan menjadi raja, Raden Samprangan digantikan sang Dalem Ketut Ngulesir. Oleh Dalem Ketut Ngulesir, sentra pemerintahan dipindahkan ke Gelgel (dibaca /gɛl'gɛl/). Pada saat inilah dimulai Periode Gelgel dan Raja Dalem Ketut Ngulesir adalah raja pertama. Raja yang kedua adalah Dalem Watu Renggong (1460—1550). Dalem Watu Renggong menaiki singgasana menggunakan warisan kerajaan yang stabil sehingga ia dapat berbagi kecakapan dan kewibawaannya buat memakmurkan Kerajaan Gelgel. Di bawah pemerintahan Watu Renggong, Bali (Gelgel) mencapai zenit kejayaannya. Setelah Dalem Watu Renggong wafat ia digantikan oleh Dalem Bekung (1550—1580), sedangkan raja terakhir menurut zaman Gelgel merupakan Dalem Di Made (1605—1686).
ZAMAN KERAJAAN KLUNGKUNG
Kerajaan Klungkung sebenarnya adalah kelanjutan dari Dinasti Gelgel. Pemberontakan I Gusti Agung Maruti ternyata sudah mengakhiri Periode Gelgel. Hal itu terjadi lantaran sesudah putra Dalem Di Made dewasa dan bisa mengalahkan I Gusti Agung Maruti, istana Gelgel nir dipulihkan balik . Gusti Agung Jambe menjadi putra yg berhak atas takhta kerajaan, ternyata nir mau bertakhta pada Gelgel, tetapi menentukan loka baru sebagai pusat pemerintahan, yaitu bekas tempat persembunyiannya di Semarapura.
Dengan demikian, Dewa Agung Jambe (1710-1775) merupakan raja pertama zaman Klungkung. Raja ke 2 adalah Dewa Agung Di Made I, sedangkan raja Klungkung yang terakhir adalah Dewa Agung Di Made II. Pada zaman Klungkung ini daerah kerajaan terbelah menjadi kerajaan-kerajaan mini . Kerajaan-kerajaan mini ini selanjutnya sebagai swapraja (berjumlah delapan butir) yg dalam zaman kemerdekaan dikenal sebagai kabupaten.
KERAJAAN - KERAJAAN PECAHAN KLUNGKUNG
Kerajaan Badung, yg lalu menjadi Kabupaten Badung.
Kerajaan Mengwi, yg lalu menjadi Kecamatan Mengwi.
Kerajaan Bangli, yang kemudian sebagai Kabupaten Bangli.
Kerajaan Buleleng, yang lalu menjadi Kabupaten Buleleng.
Kerajaan Gianyar, yg kemudian menjadi Kabupaten Gianyar.
Kerajaan Karangasem, yg lalu sebagai Kabupaten Karangasem.
Kerajaan Klungkung, yg kemudian sebagai Kabupaten Klungkung.
Kerajaan Tabanan, yang kemudian sebagai Kabupaten Tabanan.
Kerajaan Denpasar,yg lalu sebagai Kota Madya Denpasar
MASA 1846 - 1949
Pada periode ini mulai masuk intervensi Belanda ke Bali dalam rangka "pasifikasi" terhadap semua wilayah Kepulauan Nusantara. Dalam proses yg secara tidak disengaja membangkitkan sentimen nasionalisme Indonesia ini, daerah-wilayah yang belum ditangani sang administrasi Batavia dicoba untuk dikuasai dan disatukan pada bawah administrasi. Belanda masuk ke Bali disebabkan beberapa hal: beberapa anggaran kerajaan di Bali yang dianggap mengganggu kepentingan dagang Belanda, penolakan Bali buat mendapat monopoli yg ditawarkan Batavia, serta permintaan bantuan dari rakyat Pulau Lombok yg merasa diperlakukan nir adil sang penguasanya (menurut Bali).
PERLAWANAN TERHADAP ORANG - ORANG BELANDA
Masa ini merupakan masa perlawanan terhadap kedatangan bangsa Belanda pada Bali. Perlawanan-perlawanan ini ditandai dengan meletusnya banyak sekali perang pada daerah Bali. Perlawanan-perlawanan tadi dapat diuraikan menjadi berikut :
Perang Buleleng (1846)
Perang Jagaraga (1848--1849)
Perang Kusamba (1849)
Perang Banjar (1868)
Puputan Badung (1906)
Puputan Klungkung (1908)
Dengan kemenangan Belanda dalam seluruh perang dan jatuhnya kerajaan Klungkung ke tangan Belanda, berarti secara holistik Bali sudah jatuh ke tangan Belanda.
ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA
Sejak kerajaan Buleleng jatuh ke tangan Belanda mulailah pemerintah Belanda ikut campur mengurus soal pemerintahan pada Bali. Hal ini dilaksanakan dengan mengubah nama raja sebagai penguasa daerah menggunakan nama regent buat wilayah Buleleng serta Jembrana dan menempatkan P.L. Van Bloemen Waanders menjadi controleur yang pertama pada Bali.
Struktur pemerintahan pada Bali masih berakar dalam struktur pemerintahan tradisional, yaitu permanen mengaktifkan kepemimpinan tradisional dalam melaksanakan pemerintahan pada wilayah-daerah. Untuk di daerah Bali, kedudukan raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, yg dalam waktu pemerintahan kolonial didampingi oleh seorang controleur. Di pada bidang pertanggungjawaban, raja langsung bertanggung jawab pada Residen Bali dan Lombok yang berkedudukan di Singaraja, sedangkan untuk Bali Selatan, raja-rajanya betanggung jawab pada Asisten Residen yang berkedudukan pada Denpasar.
Untuk memenuhi kebutuhan energi administrasi, pemerintah Belanda sudah membuka sebuah sekolah rendah yang pertama pada Bali, yakni di Singaraja (1875) yang dikenal menggunakan nama Tweede Klasse School. Pada tahun 1913 dibuka sebuah sekolah dengan nama Erste Inlandsche School serta lalu disusul dengan sebuah sekolah Belanda menggunakan nama Hollands Inlandshe School (HIS) yg muridnya kebanyakan dari berdasarkan anak-anak bangsawan serta golongan kaya.
LAHIRNYA ORGANISASI PERGERAKAN
Akibat impak pendidikan yang didapat, para pemuda pelajar dan beberapa orang yg telah menerima pekerjaan di kota Singaraja berinisiatif buat mendirikan sebuah serikat menggunakan nama "Suita Gama Tirta" yg bertujuan buat memajukan rakyat Bali pada global ilmu pengetahuan melalui ajaran kepercayaan . Sayang perkumpulan ini tidak burumur panjang. Kemudian beberapa pengajar yang masih haus dengan pendidikan kepercayaan mendirikan sebuah serikat yg diberi nama "Shanti" pada tahun 1923. Perkumpulan ini memiliki sebuah majalah yg bernama "Shanti Adnyana" yang lalu berubah menjadi "Bali Adnyana".
Pada tahun 1925 di Singaraja juga didirikan sebuah serikat yg diberi nama "Suryakanta" serta memiliki sebuah majalah yang diberi nama "Suryakanta". Seperti serikat Shanti, Suryakanta menginginkan supaya warga Bali mengalami kemajuan dalam bidang pengetahuan dan menghapuskan norma adat yg telah nir sesuai dengan perkembangan zaman. Sementara itu, pada Karangasem lahir suatu perhimpunan yg bernama "Satya Samudaya Baudanda Bali Lombok" yg anggotanya terdiri atas pegawai negeri serta masyarakat umum menggunakan tujuan menyimpan serta mengumpulkan uang buat kepentingan studiefonds.
ZAMAN PENDUDUKAN JEPANG
Setelah melalui beberapa pertempuran, tentara Jepang mendarat pada Pantai Sanur pada tanggal 18 dan 19 Februari 1942. Dari arah Sanur ini tentara Jepang memasuki kota Denpasar menggunakan tidak mengalami perlawanan apa-apa. Kemudian, menurut Denpasar inilah Jepang menguasai seluruh Bali. Mula-mula yang meletakkan dasar kekuasaan Jepang pada Bali merupakan pasukan Angkatan Darat Jepang (Rikugun). Kemudian, ketika suasana telah stabil dominasi pemerintahan diserahkan kepada pemerintahan sipil.
Karena selama pendudukan Jepang suasana berada pada keadaan perang, semua kegiatan diarahkan dalam kebutuhan perang. Para pemuda dididik buat sebagai tentara Pembela Tanah Air (PETA). Untuk wilayah Bali, PETA dibuat pada bulan Januari tahun 1944 yang program dan kondisi-kondisi pendidikannya diadaptasi menggunakan PETA pada Jawa.
ZAMAN KEMERDEKAAN
Menyusul Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 23 Agustus 1945, Mr. I Gusti Ketut Puja datang pada Bali dengan membawa mandat pengangkatannya sebagai Gubernur Sunda Kecil. Sejak kedatangan dia inilah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Bali mulai disebarluaskan sampai ke desa-desa. Pada ketika itulah mulai diadakan persiapan-persiapan untuk mewujudkan susunan pemerintahan pada Bali sebagai daerah Sunda Kecil menggunakan bunda kotanya Singaraja.
Sejak pendaratan NICA di Bali, Bali selalu sebagai arena pertempuran. Dalam pertempuran itu pasukan RI menggunakan sistem gerilya. Oleh karenanya, MBO sebagai induk pasukan selalu berpindah-pindah. Untuk memperkuat pertahanan pada Bali, didatangkan bantuan ALRI dari Jawa yg lalu menggabungkan diri ke pada pasukan yang ada di Bali. Lantaran seringnya terjadi pertempuran, pihak Belanda pernah mengirim surat kepada Rai buat mengadakan negosiasi. Akan tetapi, pihak pejuang Bali tidak bersedia, bahkan terus memperkuat pertahanan menggunakan mengikutsertakan seluruh rakyat.
Untuk memudahkan hubungan menggunakan Jawa, Rai pernah merogoh siasat untuk memindahkan perhatian Belanda ke bagian timur Pulau Bali. Pada 28 Mei 1946 Rai mengerahkan pasukannya menuju ke timur dan ini terkenal menggunakan sebutan "Long March". Selama diadakan "Long March" itu pasukan gerilya tak jarang dihadang oleh tentara Belanda sehingga seringkali terjadi pertempuran. Pertempuran yang membawa kemenangan pada pihak pejuang adalah pertempuran Tanah Arun, yaitu pertempuran yg terjadi di sebuah desa kecil pada lereng Gunung Agung, Kabupaten Karangasem. Dalam pertempuran Tanah Arun yang terjadi 9 Juli 1946 itu pihak Belanda banyak sebagai korban. Setelah pertempuran itu pasukan Ngurah Rai pulang menuju arah barat yang lalu hingga di Desa Marga (Tabanan). Untuk lebih menghemat tenaga lantaran terbatasnya persenjataan, ada beberapa anggota pasukan terpaksa disuruh berjuang bersama-sama menggunakan warga .
PUPUTAN MARGARANA
Pada saat staf MBO berada pada desa Marga, I Gusti Ngurah Rai memerintahkan pasukannya buat merebut senjata polisi NICA yang ada pada Kota Tabanan. Perintah itu dilaksanakan pada 18 November 1946 (malam hari) dan berhasil baik. Beberapa pucuk senjata bersama pelurunya bisa direbut dan seorang komandan polisi NICA ikut menggabungkan diri pada pasukan Ngurah Rai. Setelah itu pasukan segera balik ke Desa Marga. Pada 20 November 1946 semenjak pagi-pagi buta tentara Belanda mulai nengadakan pengurungan terhadap Desa Marga. Kurang lebih pukul 10.00 pagi mulailah terjadi tembak-menembak antara pasukan Nica dengan pasukan Ngurah Rai. Pada pertempuran yg seru itu pasukan bagian depan Belanda banyak yg mati tertembak. Oleh karenanya, Belanda segera mendatangkan donasi dari semua tentaranya yang berada pada Bali ditambah pesawat pengebom yg didatangkan dari Makassar. Di pada pertempuran yang sengit itu seluruh anggota pasukan Ngurah Rai bertekad nir akan mundur hingga titik darah penghabisan. Di sinilah pasukan Ngurah Rai mengadakan "Puputan" atau perang habis-habisan di desa margarana sebagai akibatnya pasukan yang berjumlah 96 orang itu semuanya gugur, termasuk Ngurah Rai sendiri. Sebaliknya, di pihak Belanda terdapat kurang lebih 400 orang yg tewas. Untuk mengenang peristiwa tersebut pada tanggal 20 november 1946 pada kenal menggunakan perang puputan margarana, serta sekarang dalam bekas arena pertempuran itu didirikan Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa.
KONFERENSI DENPASAR
Pada tanggal 7 sampai 24 Desember 1946, Konferensi Denpasar berlangsung di pendopo Bali Hotel. Konferensi itu dibuka sang Hubertus Johannes van Mook yang bertujuan buat menciptakan Negara Indonesia Timur (NIT) dengan ibu kota Makassar (Ujung Pandang).
Dengan terbentuknya Negara Indonesia Timur itu susunan pemerintahan di Bali dihidupkan pulang misalnya dalam zaman raja-raja dulu, yaitu pemerintahan dipegang sang raja yang dibantu oleh patih, punggawa, perbekel, serta pemerintahan yang paling bawah merupakan kelian. Di samping itu, terdapat lagi suatu dewan yg berkedudukan pada atas raja, yaitu dewan raja-raja.
PENYERAHAN KEDULATAN
Agresi militer yang pertama terhadap pasukan pemeritahan Republik Indonesia yg berkedudukan pada Yogyakarta dilancarakan sang Belanda pada lepas 21 Juli 1947. Belanda melancarkan lagi agresinya yang kedua 18 Desember 1948. Pada masa agresi yg ke 2 itu di Bali monoton diusahakan berdirinya badan-badan usaha bersifat gerilya yang lebih efektif. Sehubungan dengan hal itu, dalam Juli 1948 dapat dibuat organisasi usaha dengan nama Gerakan Rakyat Indonesia Merdeka (GRIM). Selanjutnya, tanggal 27 November 1949, GRIM menggabungkan diri menggunakan organisasi perjuangan lainnya menggunakan nama Lanjutan Perjuangan. Nama itu kemudian diubah lagi menjadi Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) Sunda Kecil.
Sementara itu, Konferensi Meja Bundar (KMB) tentang persetujuan tentang pembentukan Uni Indonesia - Belanda dimulai sejak akhir Agustus 1949. Akhirnya, 27 Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan RIS. Selanjutnya, dalam tanggal 17 Agustus 1950, RIS diubah sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
DAFTAR KABUPATEN DAN KOTA DI BALI
No. Kabupaten/Kota Ibu kota
1 Kabupaten Badung Badung
2 Kabupaten Bangli Bangli
3 Kabupaten Buleleng Singaraja
4 Kabupaten Gianyar Gianyar
5 Kabupaten Jembrana Negara
6 Kabupaten Karangasem Karangasem
7 Kabupaten Klungkung Klungkung
8 Kabupaten Tabanan Tabanan
9 Kota Denpasar -
DAFTAR GUBERNUR BALI
1. Anak agung bagus sutedja : tahun 1950 - 1958
2. I Gusti Bagus Oka : tahun 1958 - 1959
3. Anak agung cantik sutedja : tahun 1959 - 1965
4. I Gusti putu martha : tahun 1965 - 1967
5. Soekarmen : tahun 1967 - 1978
6. Prof. Dr. Ida Bagus mantra : tahun 1978 - 1988
7. Prof. Dr. Ida bagus oka : tahun 1988 - 1993
8. Drs. Dewa made beratha : tahun 1993 - 2008
9. I made mangku pastika : tahun 2008 - 2013
BIODATA PULAU BALI :
Batas Wilayah :
- Utara : Laut Bali
- Selatan : Samudera Indonesia
- Barat : Provinsi Jawa Timur
- Timur : Provinsi Nusa Tenggara Barat
Hari Jadi Bali : 14 Agustus 1959
Ibukota : Denpasar (Dahulu Singaraja)
Koordinat : 9º 0' - 7º 50' LS
114º 0' - 116º 0' BT
Luas : 5.634 KM2
Situs Web : www.baliprov.go.id
Lagu Daerah : Bali Jagaddhita