MEMBANGUN MOTIVASI CALON GURU BERBASIS KOMPETENSI BAGIAN 1



Membangun motivasi calon pengajar berbasis kompetensi tidaklah gampang. Saat ini poly orang bekerja sebagai guru, namun sporadis yg sahih-sahih sebagai "pengajar", yg digugu serta ditiru. Dulu saat kita melihat seorang kita akan memahami profesi orang tadi adalah guru, tanpa beliau mengungkapkan bahwa dia pengajar, dengan melihat cara berpakaian, berbicara, serta gaya rambutnya. Kalau kini kita sulit membedakan mana pengajar, mana pedagang, mana sopir, bahkan mungkin mempunyai gaya yang sama dengan muridnya. Pergeseran makna pengajar telah terjadi, dahulu pengajar menjadi profesi terhormat, sumber segala solusi perseteruan hdup, sekarang profesi guru berubah sebagai profesi yg kurang menarik serta kurang menjanjikan masa depan.

     Gejala ini keliru satunya dimanifestasikan menggunakan adanya pergantian IKIP sebagai Universitas. Seolah-olah profesi pengajar menjadi profesi alternatif terakhir. Hal ini sejalan menggunakan perubahan warga yg mengukur segala sesuatu dengan coin dan point. Orang dianggap berharga jika punya kekayaan serta harta benda. Hal itu memang telah sebagai bagian dari perkembangan zaman, dimana kebutuhan materi sekarang memang sebagai hal yg utama. Lantaran itu membentuk motivasi calon guru ini menjadi sukar. Anak didik yg berhasil bila hasil UAS nya tinggi, tidak peduli akhlaknya baik atau tidak. Tolak ukur pendidikan nir mengacu pada kualitas, akan tetapi lebih dalam kuantitas.

     Program tunjangan profesi guru agaknya mengubah mindset, sehingga profesi pengajar mulai agak diminati lagi, namun motivasinya lantaran gaji pengajar yg lebih baik berdasarkan sebelumnya. Akhirnya guru pun kebanyakan menjalani tugas menggunakan motivasi untuk mendapatkan materi serta jabatan. Akibatnya kebanyakan pengajar lebih mementingkan hal yg kurang penting daripada hal yg sangat penting. Menurut pandangan umum anak didik yg cerdas adalah yg cerdas secara kognitif. Misalnya anak ditekan wajib mendapat nilai yg baik dalam semua mata pelajaran, namun tidak terlalu diperhatikan akhlaknya, shalatnya, perkembangan kepribadiannya. Padahal hampir seluruh pendidik mengetahui bahwa kecerdasan kognitif hanya menyumbang 20 % buat kesuksesan hayati pada masa mendatang, hal yg lain merupakan yg menyangkut kecerdasan emosi dan spiritual.

      Jika diperhatikan masalah di atas, betapa memprihatinkan potret pengajar pada negeri kita. Padahal guru adalah ujung tombak dalam mendidik murid. Sebaik apapun anggaran, sebaik apapun kurikulum yg dipakai, sebaik apapun sistem, apabila tidak didukung oleh guru yg mumpuni, tidak mungkin murid akan berhasil sinkron dengan yg dicita-citakan. Pengajar memiliki tugas berat, apalagi sekarang dicanangkan acara peningkatan pengajar berbasis kompetensi. Sesuai menggunakan UU Pengajar, pengajar harus mempunyai kompetensi pedagogik, kepribadian sosial, serta profesional. Sebenarnya jika guru benar-sahih mempunyai keempat kompetensi tadi, tentu akan berhasil mendidik anak didik-murid menjadi sukses pada arti yang sesungguhnya. Semua pengajar mengetahui bahwa mereka harus mempunyai keempat kompetensi tadi, tetapi apabila tidak didukung sang motivasi bertenaga buat mengaplikasikannya pada mendidik siswa, tentu hanya berhenti dalam konsep yg terdapat pada ketua saja. Motivasi sangat memilih pengajar dalam mengejar kompetensi tersebut.

Insya Allah akan segera berlanjut ke bagian 2 (Membangun Motivasi Pengajar Berbasis Kompetensi--Akhir). Semoga berguna...

salam hangat, def+

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel