MEMBANGUN MOTIVASI CALON GURU BERBASIS KOMPETENSI BAGIAN 2


Membangun Motivasi Calon Guru Berbasis Kompetensi pada bagian dua kali ini akan membahas mengenai motivasi yg bisa memotivasi guru supaya bisa mengajar dengan sungguh-sungguh serta berkompeten. Sekedar merefresh materi sebelumnya, bahwasanya Guru merupakan ujung tombak pada mendidik siswa. Sebaik apapun aturan, sebaik apapun kurikulum yg dipakai, sebaik apapun sistem, jika nir didukung oleh guru yg mumpuni, tidak mungkin anak didik akan berhasil sesuai menggunakan yg dicita-citakan. Guru memiliki tugas berat, apalagi kini dicanangkan acara peningkatan pengajar berbasis kompetensi. Sesuai dengan UU Pengajar, guru harus mempunyai kompetensi pedagogik, kepribadian sosial, dan profesional. Sebenarnya apabila pengajar sahih-benar mempunyai keempat kompetensi tadi, tentu akan berhasil mendidik anak didik-siswa menjadi sukses dalam arti yg sesungguhnya. Semua pengajar mengetahui bahwa mereka wajib memiliki keempat kompetensi tersebut, namun apabila nir didukung sang motivasi bertenaga buat mengaplikasikannya pada mendidik siswa, tentu hanya berhenti pada konsep yang ada di ketua saja. Motivasi sangat menentukan pengajar pada mengejar kompetensi tersebut.


Motivasi Menurut Maslow





     Menurut ahli motivasi Abraham Maslow, konduite insan dimotivasi oleh kebutuhan bertingkat berdasarkan kebutuhan fisiologis, kasih sayang, rasa kondusif, penghargaan, serta aktualisasi diri. Para guru bisa menilai motivasi diri buat menjadi pengajar dari penjelasan teori Maslow (untuk lebih jelas tentang teori Motivasi menurut Maslow, Baca jua Teori-teori Motivasi). Berikut penerangan tentang pengaruh dari Maslow ini demi memotivasi diri buat menjadi pengajar yang kompeten.

  • Pertama, bila menjadi pengajar didorong buat mendapatkan gaji buat memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, maka beliau berhenti pada kebutuhan biologis. Akibatnya pengajar mengajar ke murid nir harus dengan sungguh-benar-benar, yg penting mendapatkan uang buat memenuhi kebutuhan fisiologis.
  • Kedua, bila guru bersedia mengajar karena dorongan supaya mendapatkan afeksi berdasarkan orang lain misalnya muridnya, orang tua atau mertua, maka kebutuhan menjadi guru hanya karena ingin disayangi orang lain. Jika orang disekitarnya sudah menyanyangi beliau walau pun kualitas mengajarnya belum indah, dia nir ingin menaikkan kualitasnya lantaran sudah menerima kasih sayang berdasarkan orang-orang pada sekitarnya.
  • Ketiga, apabila dorongan sebagai pengajar lantaran ingin menerima rasa aman sebagai pegawai negeri yang memiliki gaji bulanan, maka dia relatif merasa kondusif menggunakan honor bulanan, nir wajib melakukan tugasnya menggunakan benar-benar-benar-benar. Kebutuhan rasa kondusif pada pengajar mungkin berkaitan menggunakan honor permanen, sebagai akibatnya pikiran serta usahanya akan berhenti bila telah menerima status pengajar permanen, lantaran sudah merasa kondusif.
  • Keempat, bila menjadi guru lantaran menginginkan status guru menjadi sosok yg terhormat pada mata warga , maka beliau hingga dalam dorongan ingin perhargaan atau dihargai. Dorongan akan penghargaan terhadap guru mungkin berupa penghormatan dan penghargaan berdasarkan orang-orang pada sekitarnya. Hal tadi dipercaya relatif, sebagai akibatnya pengajar tidak perlu meningkatkan kompetensi dirinya, jika orang-orang pada sekitarnya sudah menghargainya.
  • Kelima, apabila sebagai guru menjadi wahana buat mengaktualikasasikan potensi dirinya supaya bisa mendidik murid menggunakan baik, maka dia hingga dalam zenit kebutuhan yaitu kebutuhan akan aktualisasi diri, Jika orang hingga menggunakan kebutuhan akan ekspresi, maka bekerja tidak sekedar mendapatkan gaji, rasa kondusif, afeksi atau penghargaan saja, namun terdorong buat selalu menaikkan kompetensi dirinya, sebagai akibatnya ingin menjadi guru yg baik menjadi wujud aktualisasi dirinya.

     Pandangan Maslow tentang kebutuhan, kesemuanya berpangkal dalam hal-hal yg bersifat fisik serta bersifat langsung. Akibatnya sekalipun seseorang telah sampai pada puncak kebutuhan aktualisasi diri, tetap saja akan mengalami kecemasan apabila pemenuhan tersebut dianggap kurang memenuhi standar dirinya. Lantaran diri adalah sesuatu yg nisbi, sehingga bila kebutuhan akan dirinya semakin tinggi serta tidak terpenuhi, maka akan mengalami kecemasan.


Motivasi Spiritual






Ada kebutuhan insan yang lebih tinggi dari kebutuhan akan aktualisasi diri, yaitu motivasi spriritual. Dorongan insan berperilaku adalah buat memenuhi kebutuhan spiritualnya. Pendekatan religius menempatkan Allah sebabgai tujuan dari setiap hal yg dilakukan. Berdasarkan ajaran Islam semua konduite hendaknya diniatkan buat beribadah pada Allah. Seperti yg tercantum dalam Surat Adz-Dzariat ayat 56 :
Dan tidak Aku membentuk jin dan manusia melainkan buat mengabdi kepada-Ku
Setiap yang dilakukan manusia hendaknya diluruskan menggunakan niat lantaran buat beribadah kepada Allah, sekalipun tujuannya baik pada manusia. Manusia harus mempunyai interaksi baik dengan sesama manusia (habluminannas) serta hubungan baik pada Allah (habluminallah). Kewajiban pengajar mengajar seharusnya didasari sang niat buat selalu mendekatkan diri pada Allah, sebagai akibatnya memiliki niat ikhlas pada mendidik, tanpa mengharapkan sesuatu selain ridha Allah SWT. Apabila niat kita lurus pada menjalankan tugas lantaran Allah, tentu akan termotivasi buat melakukan tugas dengan sebaik-baiknya, lantaran meskipun atasan dan teman kerja tidak melihatnya, beliau akan selalu jangan lupa bahwa Allah serta malaikat senantiasa menilai sekalipun pada keadaan sendirian. Apapun profesi kita, semuanya merupakan perwujudan pengabdian menjadi hamba Allah, sehingga selayaknya kita memberikan persembahan terbaik buat Allah. Kesadaran akan pengabdian kepada Allah inilah yang akan mengantarkan kita dalam kualitas hasil pekerjaan kita.
def+ 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel