SEJARAH BERDIRINYA BANGSA INDONESIA PERISTIWAPERISTIWA PENTING PASCA PROKLAMASI AKHIR

Sejarah berdirinya Bangsa Indonesia kali ini akan melanjutkan ke bagian akhir yaitu pembahasan mengenai Peristiwa-insiden Setelah Proklamasi Kemerdekaan. Setelah sebelumnya hanya membahas hingga proklamasi, kali ini aku akan membahas tentang insiden-insiden penting selesainya proklamasi kemerdekaan. 

PERISTIWA - PERISTIWA SETELAH PROKLAMASI KEMERDEKAAN


(TAHUN 1945) -- Kembalinya Belanda bersama Sekutu

Mendaratnya Belanda diwakili NICA

    Berdasarkan Civil Affairs Agreement, pada 23 Agustus 1945 Inggris bersama tentara Belanda mendarat di Sabang, Aceh. 15 September 1945, tentara Inggris selaku wakil Sekutu tiba di Jakarta, menggunakan didampingi Dr. Charles van der Plas, wakil Belanda pada Sekutu. Kehadiran tentara Sekutu ini, diboncengi NICA (Netherland Indies Civil Administration - pemerintahan sipil Hindia Belanda) yg dipimpin sang Dr. Hubertus J van Mook, beliau dipersiapkan buat membuka perundingan atas dasar pidato siaran radio Ratu Wilhelmina tahun 1942 (statkundige concepti atau konsepsi kenegaraan), namun ia mengumumkan bahwa ia nir akan berbicara dengan Soekarno yg dianggapnya telah bekerja sama menggunakan Jepang. Pidato Ratu Wilhemina itu menegaskan bahwa pada kemudian hari akan dibentuk sebuah persemakmuran yg pada antara anggotanya ialah Kerajaan Belanda serta Hindia Belanda, pada bawah pimpinan Ratu Belanda.

Pertempuran melawan Sekutu serta NICA

     Terdapat aneka macam pertempuran yang terjadi pada saat masuknya Sekutu serta NICA ke Indonesia, yg saat itu baru menyatakan kemerdekaannya. Pertempuran yg terjadi di antaranya adalah:
  1. Peristiwa 10 November, pada wilayah Surabaya serta sekitarnya.
  2. Palagan Ambarawa, pada daerah Ambarawa, Semarang serta sekitarnya.
  3. Perjuangan Gerilya Jenderal Soedirman, meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur
  4. Bandung Lautan Api, di daerah Bandung serta sekitarnya.


Ibukota pindah ke Yogyakarta

    Lantaran situasi keamanan ibukota Jakarta (Batavia saat itu) yang makin memburuk, maka dalam tanggal 4 Januari 1946, Soekarno dan Hatta dengan memakai kereta api, pindah keYogyakarta sekaligus juga memindahkan ibukota. Meninggalkan Sjahrir dan gerombolan yang pro-perundingan dengan Belanda di Jakarta.

   Pemindahan ke Yogyakarta dilakukan menggunakan memakai kereta api, yang diklaim menggunakan singkatan KLB (Kereta Luar Biasa). Orang lantas berasumsi bahwa rangkaian kereta api yang digunakan merupakan rangkaian yg terdiri dari gerbong-gerbong luar biasa. Padahal yg luar biasa adalah jadwal perjalanannya, yang diselenggarakan diluar jadwal yg ada, lantaran kereta dengan bepergian luar biasa ini, mengangkut Presiden bersama Wakil Presiden, menggunakan keluarga serta staf, gerbong-gerbongnya dipilihkan yang istimewa, yg disediakan oleh Djawatan Kereta Api (DKA) buat VVIP.

(TAHUN 1946) -- Perubahan Sistem Pemerintahan

    Pernyataan van Mook buat tidak berunding menggunakan Soekarno adalah keliru satu faktor yg memicu perubahan sistem pemerintahan menurut presidensiil sebagai parlementer. Gelagat ini telah terbaca oleh pihak Republik Indonesia, karenanya sehari sebelum kedatangan Sekutu, tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai ketua pemerintahan republik diganti sang Sutan Sjahrir yg seorang sosialis dipercaya sebagai figur yang tepat buat dijadikan ujung tombak diplomatik, bertepatan menggunakan naik daunnya partai sosialis di Belanda.

   Terjadinya perubahan akbar pada sistem pemerintahan Republik Indonesia (dari sistem Presidensiil sebagai sistem Parlementer) memungkinkan negosiasi antara pihak RI dan Belanda. Dalam pandangan Inggris serta Belanda, Sutan Sjahrir dievaluasi sebagai seorang moderat, seseorang intelek, dan seorang yang telah berperang selama pemerintahan Jepang.

Diplomasi Syahrir

     Ketika Syahrir mengumumkan kabinetnya, 15 November 1945, Letnan Gubernur Jendral van Mookmengirim dawai pada Menteri Urusan Tanah Jajahan (Minister of Overseas Territories, Overzeese Gebiedsdelen), J.H.A. Logemann, yang berkantor di Den Haag: "Mereka sendiri (Sjahrir serta Kabinetnya) serta bukan Soekarno yg bertanggung jawab atas jalannya keadaan". Logemann sendiri berbicara dalam siaran radio BBC lepas 28 November 1945, "Mereka bukan kolaborator misalnya Soekarno, presiden mereka, kita tidak akan pernah bisa berurusan dengan Dr Soekarno, kita akan berunding dengan Sjahrir". Tanggal 6 Maret 1946 kepada van Mook, Logemann bahkan menulis bahwa Soekarno merupakan persona non grata.

    Pihak Republik Indonesia memiliki alasan politis untuk membarui sistem pemerintahan berdasarkan Presidensiil menjadi Parlementer, lantaran seminggu sebelum perubahan pemerintahan itu, Den Haag mengumumkan dasar rencananya. Ir Soekarno menolak hal ini, sebaliknya Sjahrir mengumumkan pada tanggal 4 Desember 1945 bahwa pemerintahnya menerima tawaran ini dengan syarat pengakuan Belanda atas Republik Indonesia.

    Tanggal 10 Februari 1946, pemerintah Belanda membuat pernyataan memperinci mengenai politiknya serta memberikan mendiskusikannya menggunakan wakil-wakil Republik yang diberi kuasa. Tujuannya hendak mendirikan persemakmuran Indonesia, yang terdiri berdasarkan daerah-daerah dengan beragam taraf pemerintahan sendiri, dan untuk membentuk rakyat negara Indonesia bagi semua orang yg dilahirkan di sana. Masalah pada negeri akan dihadapi dengan suatu parlemen yg dipilih secara demokratis serta orang-orang Indonesia akan merupakan lebih banyak didominasi. Kementerian akan diadaptasi dengan parlemen namun akan dikepalai oleh wakil kerajaan. Daerah-daerah yang beragam pada Indonesia yg dihubungkan beserta-sama pada suatu susunan federasi serta persemakmuran akan sebagai rekan (partner) dalam Kerajaan Belanda, serta akan mendukung permohonan keanggotaan Indonesia dalam organisasi PBB.

      Pada bulan April dan Mei 1946, Sjahrir mengepalai delegasi mini Indonesia yg pergi berunding dengan pemerintah Belanda pada Hoge Veluwe. Lagi, dia menjelaskan bahwa titik tolak perundingan haruslah berupa pengakuan atas Republik sebagai negara berdaulat. Atas dasar itu Indonesia baru mau berafiliasi erat dengan Kerajaan Belanda serta akan bekerja sama dalam segala bidang. Lantaran itu Pemerintah Belanda menunjukkan suatu kompromi yaitu: "mau mengakui Republik sebagai keliru satu unit negara federasi yg akan dibentuk sesuai dengan Deklarasi 10 Februari".

    Sebagai tambahan ditawarkan buat mengakui pemerintahan de facto Republik atas bagian Jawadan Madura yg belum berada di bawah proteksi pasukan Sekutu. Karena Sjahrir tidak dapat menerima syarat-syarat ini, konferensi itu bubar serta ia bersama sahabat-temannya balik pulang. Tanggal 17 Juni 1946, selesainya Sjahrir mengirimkan surat rahasianya kepada van Mook, surat itu dibocorkan pada pers sang surat liputan pada Negeri Belanda. Pada lepas 24 Juni 1946, van Mookmengirim kawat ke Den Haag: "dari sumber-sumber yg dapat dipercaya, usul balasan (yakni surat Sjahrir) nir disetujui oleh Soekarno dan waktu beliau bertemu dengannya, beliau murka . Tidak kentara, apa arah yang akan diambil sang amarah itu". Pada saat yg sama, surat warta Indonesia menuntut dijelaskan desas-desus mengenai Sjahrir bersedia menerima pengakuan de facto Republik Indonesia terbatas pada Jawa dan Sumatra.

Penculikan terhadap PM Sjahrir

     Tanggal 27 Juni 1946, dalam Pidato Peringatan Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW, Wakil Presiden Hatta menjelaskan isi usulan balasan di depan masyarakat poly di alun-alun primer Yogyakarta, dihadiri oleh Soekarno serta sebagian akbar pucuk pimpinan politik. Dalam pidatonya, Hatta menyatakan dukungannya pada Sjahrir, akan tetapi dari sebuah analisis, publisitas luas yg diberikan Hatta terhadap surat itu, mengakibatkan kudeta dan penculikan terhadap Sjahrir.

    Pada malam itu terjadi peristiwa penculikan terhadap Perdana Menteri Sjahrir, yang telah terlanjur dicap menjadi "pengkhianat yang menjual tanah airnya". Sjahrir diculik pada Surakarta, waktu dia berhenti pada perjalanan politik menelusuri Jawa. Kemudian beliau dibawa ke Paras, kota dekat Solo, pada rumah peristirahatan seorang pangeran Solo serta ditahan di sana dengan pengawasan Komandan Batalyon setempat.

     Pada malam lepas 28 Juni 1946, Ir Soekarno berpidato pada radio Yogyakarta. Ia mengumumkan, "Berhubung dengan keadaan di pada negeri yg membahayakan keamanan negara serta perjuangan kemerdekaan kita, aku , Presiden Republik Indonesia, menggunakan persetujuan Kabinet dan sidangnya pada lepas 28 Juni 1946, buat sementara mengambil alih semua kekuasaan pemerintah". Selama sebulan lebih, Soekarno mempertahankan kekuasaan yg luas yg dipegangnya. Tanggal tiga Juli 1946, Sjahrir dibebaskan berdasarkan penculikan; namun baru lepas 14 Agustus 1946, Sjahrir diminta balik buat membangun kabinet.

Konferensi Malino - Terbentuknya "negara" baru

   Bulan Juni 1946 suatu krisis terjadi dalam pemerintahan Republik Indonesia, keadaan ini dimanfaatkan sang pihak Belanda yang telah mengusai sebelah Timur Nusantara. Dalam bulan Juni diadakan konferensi wakil-wakil wilayah pada Malino, Sulawesi, di bawah Dr. Van Mook dan minta organisasi-organisasi di seluruh Indonesia masuk federasi dengan 4 bagian; Jawa, Sumatra, Kalimantan serta Timur Raya.


(TAHUN 1946-1947) -- Perjanjian Linggarjati

   Bulan Agustus pemerintah Belanda melakukan bisnis lain buat memecah halangan menggunakan memilih 3 orang Komisi Jendral datang ke Jawa serta membantu Van Mook pada perundingan baru menggunakan wakil-wakil republik itu. Konferensi antara dua belah pihak diadakan pada bulan Oktober dan November di bawah pimpinan yang netral seorang komisi khusus Inggris, Lord Killearn. Bertempat di bukit Linggarjati dekat Cirebon. Setelah mengalami tekanan berat -terutama Inggris- berdasarkan luar negeri, dicapailah suatu persetujuan lepas 15 November 1946 yang pokok pokoknya sebagai berikut :
  • Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan daerah kekuasaan yg meliputiSumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1949,
  • Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama pada menciptakan Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang galat satu bagiannya merupakan Republik Indonesia
  • Republik Indonesia Serikat serta Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu Belanda menjadi ketuanya.

     Untuk ini Kalimantan dan Timur Raya akan sebagai komponennya. Sebuah Majelis Konstituante didirikan, yang terdiri dari wakil-wakil yg dipilih secara demokratis dan bagian-bagian komponen lain. Indonesia Serikat dalam gilirannya menjadi bagian Uni Indonesia-Belanda beserta dengan Belanda, Suriname serta Curasao. Hal ini akan memajukan kepentingan bersama pada interaksi luar negeri, pertahanan, keuangan serta masalah ekonomi serta kebudayaan. Indonesia Serikat akan mengajukan diri sebagai anggota PBB. Akhirnya setiap perselisihan yang ada dari persetujuan ini akan diselesaikan lewat arbitrase.

    Kedua delegasi pergi ke Jakarta, dan Soekarno-Hatta pulang ke pedalaman dua hari kemudian, dalam tanggal 15 November 1946, pada tempat tinggal Sjahrir pada Jakarta, berlangsung pemarafan secara resmi Perundingan Linggarjati. Sebenarnya Soekarno yg tampil menjadi kekuasaan yang memungkinkan tercapainya persetujuan, namun Sjahrir yg diidentifikasikan menggunakan rancangan, serta yg bertanggung jawab jika ada yg nir beres.

Agresi Militer I

    Pada tanggal 27 Mei 1947, Belanda mengirimkan Nota Ultimatum, yg wajib dijawab dalam 14 hari, yg berisi:
  1. Membentuk pemerintahan ad interim bersama;
  2. Mengeluarkan uang beserta dan mendirikan lembaga devisa beserta;
  3. Republik Indonesia wajib mengirimkan beras buat masyarakat di wilayah-wilayah yang diduduki Belanda;
  4. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban beserta, termasuk daerah wilayah Republik yg memerlukan bantuan Belanda (gendarmerie beserta); dan
  5. Menyelenggarakan penilikan beserta atas impor serta ekspor

    Perdana Menteri Sjahrir menyatakan kesediaan buat mengakui kedaulatan Belanda selama masa peralihan, namun menolak gendarmerie beserta. Jawaban ini menerima reaksi keras berdasarkan kalangan parpol-parpol di Republik.

    Ketika jawaban yang memuaskan tidak kunjung datang, Belanda terus "mengembalikan ketertiban" dengan "tindakan kepolisian". Pada tanggal 20 Juli 1947 tengah malam (tepatnya 21 Juli 1947) mulailah pihak Belanda melancarkan 'aksi polisionil' mereka yang pertama.

     Aksi Belanda ini sudah sangat diperhitungkan sekali dimana mereka telah menempatkan pasukan-pasukannya di loka yang strategis. Pasukan yg beranjak menurut Jakarta serta Bandung buat menduduki Jawa Barat (nir termasuk Banten), serta berdasarkan Surabaya buat menduduki Madura serta Ujung Timur. Gerakan-gerakan pasukan yang lebih kecil mengamankan daerah Semarang. Dengan demikian, Belanda menguasai seluruh pelabuhan perairan-pada di Jawa Di Sumatera, perkebunan-perkebunan di lebih kurang Medan, instalasi- instalasi minyak dan batubara di sekitar Palembang, serta daerah Padang diamankan. Melihat aksi Belanda yang nir mematuhi perjanjian Linggarjati membuat Sjahrir gundah serta putus harapan, maka pada bulan Juli 1947 dengan terpaksa mengundurkan diri menurut jabatannya menjadi Perdana Menteri, karena sebelumnya beliau sangat menyetujui tuntutan Belanda pada menuntaskan konflik antara pemerintah RI dengan Belanda.

     Menghadapi aksi Belanda ini, bagi pasukan Republik hanya sanggup berkiprah mundur dalam kebingungan serta hanya menghancurkan apa yg dapat mereka hancurkan. Dan bagi Belanda, setelah melihat keberhasilan dalam aksi ini mengakibatkan keinginan untuk melanjutkan aksinya kembali. Beberapa orang Belanda, termasuk van Mook, berkeinginan merebut Yogyakarta serta membentuk suatu pemerintahan Republik yang lebih lunak, namun pihak Amerika serta Inggris yang sebagai sekutunya nir menyukai 'aksi polisional' tersebut dan menggiring Belanda buat segera menghentikan penaklukan sepenuhnya terhadap Republik.

Naiknya Amir Syarifudin sebagai Perdana Menteri

    Setelah terjadinya Agresi Militer Belanda I dalam bulan Juli, pengganti Sjahrir merupakan Amir Syarifudin yg sebelumnya menjabat menjadi Menteri Pertahanan. Dalam kapasitasnya sebagai Perdana Menteri, dia menggaet anggota PSII yg dulu buat duduk dalam Kabinetnya. Termasuk memberikan pada S.M. Kartosoewirjo buat turut serta duduk pada kabinetnya menjadi Wakil Menteri Pertahanan ke 2. Seperti yang dijelaskan dalam sepucuk suratnya pada Soekarno dan Amir Syarifudin, beliau menolak kursi menteri karena "beliau belum terlibat dalam PSII dan masih merasa terikat kepada Masyumi".

     S.M. Kartosoewirjo menolak tawaran itu bukan semata-mata karena loyalitasnya kepada Masyumi. Penolakan itu juga ditimbulkan oleh keinginannya buat menarik diri berdasarkan sasana politik sentra. Akibat menyaksikan kondisi politik yang nir menguntungkan bagi Indonesia disebabkan berbagai perjanjian yang diadakan pemerintah RI dengan Belanda. Di samping itu Kartosoewirjo tidak menyukai arah politik Amir Syarifudin yang kekiri-kirian. Kalau dicermati dari sepak terjang Amir Syarifudin selama manggung di percaturan politik nasional dengan menjadi Perdana Menterimerangkap Menteri Pertahanan sangat kentara terlihat bahwa Amir Syarifudin ingin membawa politik Indonesia ke arah Komunis.

(TAHUN 1948) -- Perjanjian Renville

     Sementara peperangan sedang berlangsung, Dewan Keamanan PBB, atas desakan Australia danIndia, mengeluarkan perintah peletakan senjata lepas 1 Agustus 1947, dan segera sehabis itu mendirikan suatu Komisi Jasa-Jasa Baik, yg terdiri dari wakil-wakil Australia, Belgia serta Amerika Serikat, buat menengahi perselisihan itu.

     Tanggal 17 Januari 1948 berlangsung konferensi di atas kapal perang Amerika Serikat, Renville, ternyata menghasilkan persetujuan lain, yang bisa diterima sang yang ke 2 belah pihak yg berselisih. Akan terjadi perdamaian yang mempersiapkan berdirinya zone demiliterisasi Indonesia Serikat akan didirikan, namun atas garis yg berbeda berdasarkan persetujuan Linggarjati, karena plebisit akan diadakan buat memilih apakah berbagai gerombolan di pulau-pulau besar ingin bergabung menggunakan Republik atau beberapa bagian dari federasi yg direncanakan Kedaulatan Belanda akan tetap atas Indonesia hingga diserahkan dalam Indonesia Serikat.

   Pada lepas 19 Januari ditandatangani persetujuan Renville Wilayah Republik selama masa peralihan sampai penyelesaian akhir dicapai, bahkan lebih terbatas lagi ketimbang persetujuan Linggarjati : hanya meliputi sebagian mini Jawa Tengah (Jogja dan delapan Keresidenan) serta ujung barat pulau Jawa -Banten permanen wilayah Republik Plebisit akan diselenggarakan buat menentukan masa depan wilayah yang baru diperoleh Belanda lewat aksi militer. Perdana menteri Belanda menjelaskan mengapa persetujuan itu ditandatangani agar Belanda nir "menyebabkan rasa benci Amerika".

   Sedikit poly, ini merupakan ulangan berdasarkan apa yang terjadi selama dan sehabis perundingan Linggarjati. Seperti melalui persetujuan Linggarjati, melalui negosiasi Renville, Soekarno dan Hatta dijadikan lambang kemerdekaan Indonesia serta persatuan Yogyakarta hayati lebih usang, jantung Republik terus berdenyut. Ini balik merupakan inti laba Seperti setelah persetujuan Linggarjati, langsung lain yg jauh dari sentra kembali diidentifikasi menggunakan persetujuan dulu Perdana Menteri Sjahrir, kini Perdana Menteri Amir yg dipercaya pribadi bertanggung jawab jika sesuatu galat atau dipercaya keliru.

Runtuhnya Kabinet Amir serta naiknya Hatta menjadi Perdana Menteri

   Dari adanya Agresi Militer I menggunakan output diadakannya Perjanjian Renville mengakibatkan jatuhnya Kabinet Amir. Seluruh anggota yg tergabung pada kabinetnya yg terdiri berdasarkan anggota PNI dan Masyumi meletakkan jabatan ketika Perjanjian Renville ditanda tangani, disusul lalu Amir sendiri meletakkan jabatannya menjadi Perdana Menteri pada tanggal 23 Januari 1948. Dengan pengunduran dirinya ini dia mungkin mengharapkan akan tampilnya kabinet baru yg beraliran komunis buat menggantikan posisinya. Harapan itu sebagai buyar waktu Soekarno berpaling ke arah lain dengan memilih Hatta buat memimpin suatu 'kabinet presidential' darurat (1948-1949), dimana semua pertanggung jawabannya dilaporkan pada Soekarno sebagai Presiden.

     Dengan terpilihnya Hatta, beliau memilih para anggota yg duduk pada kabinetnya mengambil menurut golongan tengah, terutama orang-orang PNI, Masyumi, dan tokoh-tokoh yg tidak berpartai. Amir serta kelompoknya menurut sayap kiri sekarang menjadi pihak oposisi. Dengan mengambil sikap menjadi oposisi tersebut membuat para pengikut Sjahrir mempertegas perpecahan mereka dengan pengikut-pengikut Amir menggunakan membentuk partai tersendiri yaitu Partai Sosialis Indonesia (PSI), pada bulan Februari 1948, dan sekaligus menaruh dukungannya kepada pemerintah Hatta.

    Memang runtuhnya Amir tiba bahkan lebih cepat ketimbang Sjahrir, enam bulan lebih dulu Amir segera dituduh -kembali khususnya oleh Masyumi dan kemudian Partai Nasional Indonesia-terlalu banyak memenuhi cita-cita pihak asing. Hanya empat hari selesainya Perjanjian Renville ditandatangani, dalam lepas 23 Januari 1948, Amir Syarifudin dan semua kabinetnya berhenti. Kabinet baru dibentuk serta susunannya diumumkan lepas 29 Januari 1948. Hatta sebagai Perdana Menteri sekaligus permanen memangku jabatan menjadi wapres.

    Tampaknya sekarang lebih sedikit jalan keluar bagi Amir dibanding dengan Sjahrir setelah Perundingan Linggarjati; dan lebih poly penghinaan. Beberapa hari setelah Amir berhenti, pada awal Februari 1948, Hatta membawa Amir dan beberapa pejabat Republik lainnya mengelilingi Provinsi. Amir diharapkan menyebutkan Perjanjian Renville. Pada kedap raksasa di Bukittinggi, Sumatra Barat, pada kota kelahiran Hatta serta rupanya diatur sebagai tempat berhenti terpenting selama bepergian-Hatta berbicara tentang kegigihan Republik, serta pidatonya disambut menggunakan hangat sekali.

     Kemudian Amir naik mimbar, dan misalnya diuraikan Hatta kemudian: "Dia tampak galau, seolah-olah nyaris tidak mengetahui apa ayang harus dikatakannya. Dia merasa bahwa orang warga Bukittinggi nir menyenanginya, khususnya pada interaksi persetujuan dengan Belanda. Ketika dia meninggalkan mimbar, hampir tidak ada yg bertepuk tangan"

(1948-1949) -- Agresi Militer II

   Agresi Militer II terjadi pada 19 Desember 1948 yg diawali menggunakan agresi terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia waktu itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrirdan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya bunda kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yg dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.

Perjanjian Roem Royen

   Akibat dari Agresi Militer tadi, pihak internasional melakukan tekanan kepada Belanda, terutama dari pihak Amerika Serikat yang mengancam akan menghentikan bantuannya kepada Belanda, akhirnya menggunakan terpaksa Belanda bersedia buat kembali berunding menggunakan RI. Pada lepas 7 Mei 1949, Republik Indonesia serta Belanda menyepakati Perjanjian Roem Royen.

Serangan Umum 1 Maret 1949 atas Yogyakarta

   Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta dipimpin sang Letnan Kolonel Soeharto menggunakan tujuan utama buat mematahkan moral pasukan Belanda serta membuktikan dalam dunia internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (Tentara Nasional Indonesia) masih memiliki kekuatan buat mengadakan perlawanan.

Konferensi Meja Bundar

     Konferensi Meja Bundar merupakan sebuah rendezvous antara pemerintah Republik Indonesia serta Belanda yg dilaksanakan pada Den Haag, Belanda menurut 23 Agustus hingga dua November 1949. Yang menghasilkan kesepakatan :
  • Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat.
  • Irian Barat akan diselesaikan setahun sehabis pengakuan kedaulatan.


Penyerahan kedaulatan sang Belanda

     Bung Hatta pada Amsterdam, Belan da menandatangani perjanjian penyerahan kedaulatan Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia dalam 27 Desember 1949, selang empat tahun sesudah proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Pengakuan ini dilakukan saat soeverein iteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam. Di Belanda selama ini jua terdapat kekhawatiran bahwa mengakui Indonesia merdeka pada tahun 1945 sama saja mengakui tindakan politionele acties (Aksi Polisionil) pada 1945-1949 adalah ilegal.


     Peristiwa  akbar  bersejarah yg  telah mengganti jalan sejarah bangsa Indonesia itu berlangsung hanya satu  jam, dengan penuh kekhidmatan. Sekalipun sangat sederhana, namun dia sudah membawa perubahan  yang  luar biasa  pada bepergian sejarah bangsa Indonesia. “Gema lonceng kemerdekaan”  terdengar  ke seluruh   pelosok Nusantara serta menyebar ke seantero dunia. Para pemuda, mahasiswa,  serta pegawai-pegawai bangsa Indonesia pada jawatan-jawatan perhubungan yg penting giat bekerja menyiarkan isi proklamasi itu  ke seluruh pelosok negeri. Para wartawan Indonesia yg bekerja pada kantor fakta Jepang Domei , sekalipun sudah disegel oleh pemerintah Jepang, mereka berusaha menyebarluaskan gema Proklamasi itu ke seluruh global. Dirgayahu Republik Indonesia!!!

def+

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel