HUKUM PERBURUHAN KETENAGAKERJAAN KESEHATAN KERJA

Lahirnya aturan perburuhan bertujuan buat melindungi hak-hak daripada buruh. Oleh karenanya nir tepat menyebut proteksi buruh hanya untuk bidang-bidang eksklusif saja menurut aturan perburuhan. Oleh karena itu buat bidang yg dulu diklaim perlindungan buruh, dewasa ini diklaim dengan kesehatan kerja.

Dengan demikian peraturan kesehatan kerja adalah segala bentuk aturan serta usaha-usaha buat melindungi buruh dari insiden atau keadaan perburuhan yg merugikan atau bisa merugikan kesehatan serta kesesuaian dala seseorang itu melakukan atau karena itu melakukan pekerjaan dalam hubungan kerja.

Sedangkan pengertian kesehatan kerja merupakan pengkhususan dari ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yg bertujuan agar buruh pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, menggunakan bisnis-bisnis preventif (pencegahan) dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yg diakibatkan faktor-faktor pada pekerjaan serta lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.

Berbagai Peraturan Kesehatan Kerja Bagi Buruh


Awal timbulnya peraturan kesehatan kerja lantaran adanya kesewang-wenangan majikan terhadap buruh, yang dengan kesewang-wenangan tadi, kesehatan buruh baik fisik maupun non fisik, menjadi terganggu. Peraturan kesehatan kerja banyak menaruh kewajiban pada majikan, artinya peraturan perusahaan tentang kesehatan kerja ini memang ditujukan kepada majikan. Artinya sanggup dikatakan bahwa peraturan pada bidang kesehatan kerja bersifat memaksa dan sifatnya wajib .

Peraturan pada bidang kesehatan kerja di Indonesia diantaranya berdasarkan sekian poly merupakan :
  1. Undang-undang No. 12 Tahun 1948
  2. PP No. 7 Tahun 1948 serta PP No. 12 serta 13 Tahun 1950 yang diberlakukan menggunakan PP No. 4 Tahun 1951
  3. PP No. 21 Tahun 1954 tentang Istirahat Tahunan Bagi Buruh
  4. Undang-undang No. 23 Tahun 1948, Undang-undang Pengawasan Perburuhan.
  5. Undang-undang No. 23 Tahun 1953 mengenai Wajib Melaporkan Perusahaan.
  6. Serta peraturan lain yg terkait menggunakan peraturan di bidang kesehatan kerja.

Dibandingkan menggunakan bidang-bidang lainnya, peraturan di bidang kesehatan kerja merupakan peraturan yg paling lengkap dan memadai. Hal ini disebabkan sang 2 macam alasan, Pertama, jika peraturan bidang kesehatan kerja tidak diprioritaskan, maka banyak peraturan di bidang lainnya akan kehilangan  atau kekurangan maknanya. Kedua, peraturan pada bidang kesehatan kerja merupakan peraturan yg langsung menampakkan perlindungannya terhadap kaum buruh menggunakan cara meletakkan kewajiban-kewajiban pada majikan.

Pekerjaan Anak


Menurut Undang-undang No. 12 Tahun 1948 anak nir boleh menjalankan pekerjaan. Yang dimaksud dengan pekerjaan di sini merupakan pekerjaan yang dilakukan sang buruh/pekerja untuk majikan dalam suatu hubungan kerja yang menerima upah. Tidak termasuk tentang pengertian pekerjaan dari undang-undang ini, misalnya pekerjaan yang dijalankan sang pelajar-pelajar sekolah pertukangan yg bersifat pendidikan, pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang anak untuk orang tuanya dan pekerjaan yg dilakukan oleh seorang anak buat tetangganya berdasarkan norma norma.

Larangan yg ada pada UU No. 12 Tahun 1948 tadi bersifat absolut, tanpa perkecualian. Artinya apapun alasannya adalah anak nir boleh menjalankan pekerjaan pada suatu interaksi kerja. Secara umum, larangan absolut bagi anak buat melakukan pekerjaan ini merupakan sempurna, karena akan masih ada kerugian atau pengaruh negatif apabila anak melakukan pekerjaan, antara lain :
  1. Menghambat atau memperburuk perkembangan jasmani maupun rohani anak;
  2. Menghambat kesempatan belajar anak;
  3. Dalam jangka panjang perusahaan akan menderita beberapa kerugian jika mempekerjakan anak, contohnya kualitas produksi rendah, pemborosan dan lain sebagainya.

Pekerjaan Orang Muda


Menurut UU No. 12 Tahun 1948 anak dihentikan melakukan pekerjaan. Sedangkan orang muda dalam dasarnya boleh melakukan pekerjaan, hanya saja, buat menjaga kesehatan dan perkembangan jasmani dan rohaninya, kebebasan buat melakukan pekerjaan tersebut dibatasi. Ada 3 embargo bagi orang muda untuk melakukan pekerjaan yg ditegaskan sang UU ini, yaitu :
  1. Orang belia nir boleh melakukan pekerjaan dalam malam hari;
  2. Orang muda nir boleh melakukan pekerjaan pada dalam tambang lubang dalam tanah atau tempat buat mengambil logam dan bahan lain dari pada tanah;
  3. Orang belia tidak boleh menjalankan pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan serta keselamatannya.

Pekerjaan Orang Wanita


Untuk orang wanita, prinsip yg dianut sama menggunakan orang belia, yakni pada biasanya diperbolehkan melakukan suatu pekerjaan, tetapi diadakan pembatasan. Untuk wanita nir terdapat larangan absolut menjalankan pekerjaan. Batasan-batasan buat orang perempuan adalah :
  1. Orang perempuan nir boleh menjalankan pekerjaan pada malam hari, kecuali jika pekerjaan yang dilakukan itu menurut sifat, tempat serta keadaannya seharusnya dijalankan sang wanita;
  2. Orang perempuan tidak boleh menjalankan pekerjaan di dalam tambang lobang pada dalam tanah atau loka lain buat merogoh logam serta bahan  dari pada tanah;
  3. Orang wanita nir boleh melakukan pekerjaan yg berbahaya bagi kesehatan serta keselamatannya, demikian jua pekerjaan yg menurut sifat, tempat serta keadaannya berbahaya bagi kesusilaannya.

Waktu Kerja


Pengertian saat kerja bisa dijumpai pada Peraturan mengenai Lalu Lintas Di Jalan. Waktu kerja merupakan jangka saat antara ketika yang bersangkutan sine qua non saat untuk memulai pekerjaannya serta waktu beliau dapat meninggalkan pekerjaannnya buat menikmati ketika istirahat antara permulaan serta akhir waktu kerja.

Pembatasan waktu kerja

Menurut UU No. 12 Tahun 1948, pasal 10 (1) bahwa buruh tidak boleh melakukan pekerjaan lebih berdasarkan 7 jam sehari serta 40 jam seminggu. Tetapi masih ada dispensasi, seperti yang tercantum pada pasal 1 (2) PP No. 13 Tahun 1950, yaitu :
Ketentuan yg terdapat dalam pasal 10 (1) UU No. 12 Tahun 1948 tidak berlaku buat buruh di tempat pekerjaan yg nir bersifat perusahaan
Penyimpangan Waktu Kerja

Dalam keadaan tertentu, seorang majikan diperkenankan buat mempekerjakan buruh/karyawan lebih menurut 7 jam pada sehari serta 40 jam pada seminggu, karena (UU No. 12 Tahun 1948, pasal 12 (1)) :
Dalam hal dimana pada suatu ketika atau biasanya pada tiap ketika atau pada masa tertentu, terdapat pekerjaan yg bertimbun-timbun yg wajib diselesaikan, boleh dijalankan pekerjaan yang menyimpang menurut yg ditetapkan pada pasal 10 serta 11, akan namun ketika kerja itu tidak boleh lebih berdasarkan 54 jam seminggu.

Waktu Istirahat

Di dalam sela sela pekerjaannya buruh dapat diberikan ketika istirahat selama 1/2 jam menggunakan catatan buruh telah menjalankan pekerjaannya selama 4 jam terus menerus (pasal 10 ayat 2). 

Tiap minggu wajib diadakan sekurang-kurangnya satu hari istirahat. Kemudian yg menjadi pertanyaan adalah haruskah majikan membayar upah buruh yang nir bekerja tersebut. Tidak terdapat peraturan yang menegaskan soal tadi. Putusan P4 No. 8/59/IV/01/6 tanggal 8 Januari 1959 menegaskan bahwa “pembayaran buat hari istirahat mingguan merupakan upah serta bukan premi”. Karena merupakan upah, maka majikan harus untuk memberikannya.

Hari Libur

Buruh tidak boleh melakukan pekerjaan dalam hari raya yang sudah ditentukan Pemerintah, kecuali bila pekerjaan itu menurut sifatnya wajib dijalankan terus dalam hari raya. Keputusan Presiden No. Tiga Tahun 1983, yang menentukan hari libur resmi sebagai berikut :
  1. Tahun Baru 1 Januari;
  2. Proklamasi Kemerdekaan RI;
  3. Mi’raj Nabi Muhammad SAW;
  4. Idul Fitri (selama 2 hari);
  5. Idul Adha;
  6. 1 Muharram;
  7. Maulud Nabi Muhammad SAW;
  8. Wafat Isa Al Masih;
  9. Kenaikan Isa Al Masih;
  10. Wafat Isa Al Masih;
  11. Natal;
  12. Hari Raya Nyepi;
  13. Hari Waisak.


Istirahat Tahunan

Buruh yang menjalankan pekerjaan buat satu atau beberapa majikan dari satu organisasi wajib diberi ijin buat beristirahat sekurang-kurangnya dua minggu tiap tahun.  Buruh berhak atas istirahat tahunan ketika buruh tadi memiliki masa kerja selama 12 bulan berturut-turut pada satu majikan atau beberapa majikan menurut satu organisasi majikan. Lamanya ketika istirahat tahunan dihitung buat tiap 23 hari bekerja pada masa kerja termaksud. Satu hari istirahat hingga paling banyak 12 hari kerja. Hak atas istirahat tahunan akan gugur apabila pada saat 6 bulan setelah adanya hak itu, buruh ternyata nir memakai haknya bukan karena alasan yang diberikan majikan atau bukan lantaran alasan istimewa yg ditentukan oleh Kepala Jawatan Pengawasan Perburuhan (KJPP)

Untuk menghitung lamanya saat istirahat tahunan, dianggap pula menjadi hari kerja, hari-hari buruh nir menjalankan pekerjaan lantaran:
  1. Istirahat menurut peraturan ini (istirahat tahunan), atau dari pasal 13 (1) UU No. 12 Tahun 1948 (haid), atau ayat (dua) serta (3) (istirahat melahirkan);
  2. Mendapat kecelakan berhubung menggunakan hubungan kerja pada perusahaan itu;
  3. Sakit yg diberitahukan secara absah;
  4. Hal yg selayaknya menjadi tanggung jawab majikan;
  5. Pemogokan yg sah;
  6. Alasan lain yang sah.


Istirahat Panjang

Buruh yang sudah bekerja 6 tahun berturut-turut dalam satu atau beberapa majikan yg tergabung dalam satu organisasi, mempunyai hak istirahat tiga bulan lamanya.

Istirahat Haid dan Hamil

Buruh perempuan nir boleh diwajibkan bekerja dalam hari pertama serta kedua waktu haid. Buruh perempuan wajib diberi istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya ia menurut perhitungan suda akan melahirkan anak dan satu setengah bulan setelah melahirkan anak atau gugur kandungan. Waktu istirahat sebelum melahirkan dapat diperpanjang selama-lamanya 3 bulan sinkron dengan surat dokter demi kesehatan wanita itu. Buruh yg sehabis melahirkan dapat diberi kesempatan sepatutnya buat menyusukan anaknya, jika hal itu dilakukan selama saat kerja.

Tempat Kerja

Tempat kerja dan perumahan buruh yang disediakan oleh majikan harus memenuhi syarat kesehatan serta kebersihan. Pada Permen Perburuhan tersebut diatur secara rinci syarat-kondisi yang wajib dipenuhi oleh :
  1. Halaman;
  2. Gedung;
  3. Ruangan kerja;
  4. Cahaya siang serta penerangan protesis;
  5. Dapur serta kamar makan;
  6. Alat perlengkapan;
  7. Tempat mandi dan kakus.
Demikian artikel yang aku share dalam kesempatan kali ini, semoga berguna...

deffendy+

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel