KASUS PELANGGARAN HAM DAN SUKSESI NEGARA DI TIMOR TIMUR BAGIAN 2 KRONOLOGI MEI 1998 OKTOBER 1999

Setelah sebelumnya aku membahas tentang pendahuluan daripada peristiwa pelanggaran HAM pada Timor Timur, maka kali ini saya akan memaparkan lebih lebih jelasnya per lepas kronologis peristiwa Mei 1998-Oktober 1999 pada Timor Timur. Berikut uraiannya :


1998

21 Mei - 20 November
  • 21 Mei : Presiden Soeharto dipaksa mundur, dan digantikan sang wakil presidennya Dr. B. J. Habibie.
  • 9 Juni : Presiden Habibie berkata (kepada Reuters) bahwa beliau akan mempertimbangkan menunjukkan status spesifik kepada Timor Timur.
  • 15 Juni : Demonstrasi di Dili oleh lebih kurang 15.000 mahasiswa, menuntut referendum dan pembebasan Xanana Gusmão.
  • 18 Juni : Menteri Luar Negeri Ali Alatas membicarakan usulan baru pada Portugal.
  • 27 Juni : Bentrok antara pendukung kemerdekaan dan integrasi pada Dili.
  • 5 Agustus : Perundingan baru menggunakan sponsor PBB antara Indonesia serta Portugal.
  • 21 Agustus : Xanana menolak usulah swatantra.
  • 10 September : Uskup Belo dan Uskup Nascimento mengadakan negosiasi 2 hari pada Dare tentang persoalan kemerdekaan dan otonomi.
  • 12 Oktober : Ribuan orang mengadakan protes terhadap TNI di Baucau.
  • 4 November : Beberapa ratus Pasukan Kopassus dilaporkan tiba pada Kupang untuk ditugaskan ke Timor Timur.
  • 20 November : Sekretaris Jenderal PBB menyatakan keprihatinan atas kekerasan di Timor Timur. Lisbon menghentikan negosiasi.

1999

27 Januari - 11 Maret
  • 27 Januari: Diumumkan pada Jakarta bahwa Habibie akan meminta Majelis Permusyawaratan Rakyat mengesahkan kemerdekaan kalau tawaran otonomi khusus ditolak.
  • 7 Februari: Menteri Luar Negeri Portugis serta Indonesia mengadakan pertemuan di New York buat menyusun rancangan untuk Timor Timur.
  • 8 Februari: Uskup Belo serta José Ramos Horta menyatakan bahwa Timor Timur wajib merdeka, setelah menjalani suatu periode Otonomi.  
  • 22 Februari: Jenderal Wiranto berkata pada Jakarta bahwa TNI akan melanjutkan menugaskan milisi untuk membantu polisi menjaga keamanan.
  • 25 Februari: Perdana Menteri Portugis meminta kehadiran PBB pada Timor Timur. Menteri Luar Negeri Australia bertemu dengan Habibie di Jakarta.
  • 11 Maret: Di New York diumumkan bahwa Jakarta dan Lisbon sudah menyepakati memberi orang Timor Timur pemungutan bunyi buat memutuskan masa depan mereka. Gusmão dan Tavares putusan bulat berafiliasi untuk gencatan senjata.

6 April - 28 Mei 

  • 6 April: Di Liquiça sebesar 50 orang Timor Timur yg mengungsi pada kompleks gereja, dibunuh oleh milisi BMP, dengan keterlibatan Tentara Nasional Indonesia. Gusmão menyerukan pasukan Falintil untuk mempertahankan diri. Jenderal Wiranto memberitahu media bahwa pembantaian ini adalah akibat pertarungan antara "grup-gerombolan yang bersaingan.".
  • 16 April: Belarmino da Cruz, seorang saudara laki-laki Francisco Lopez da Cruz, dilaporkan dibunuh pada Laclubar.
  • 20 April: José Ramos Horta menyerukan sanksi internasional terhadap Indonesia. Jenderal Wiranto mengunjungi Dili, dan menyatakan keadaan keamanan berada dalam kendali.
  • 24 April: Setelah pembicaraan 2 hari, pejabat-pejabat Portugis serta Indonesia mencapai kesepakatan luas mengenai paket swatantra dan referendum, namun pengaturan keamanan masih wajib diselesaikan.
  • 26 April: Komisi Perdamaian dan Stabilitas buat Timor Timur dibentuk menggunakan wakilwakil berdasarkan pro-integrasi, pro-kemerdekaan, pemerintah setempat, militer, polisi, Gereja dan Komnas HAM.
  • 27 April: Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Australia Howard, Dr. Habibie berjanji melakukan pemungutan suara penentuan nasib sendiri pada bawah supervisi PBB dalam tanggal 8 Agustus.
  • 28 April: Tono Suratman berjanji bahwa milisi-milisi pro-integrasi akan dilucuti dalam minggu-minggu berikutnya.
  • 30 April: Laporan ditemukannya 11 mayat orang pro-integrasi pada Bauhati.
  • 1 Mei: Milisi Sakunar, dipimpin sang Simao Lopes, dibuat pada Oecussi. Megawati Sukarno mengumumkan bahwa referendum Timor Timur akan ditunda jika partainya (PDI Perjuangan) memenangkan pemilihan umum mendatang.
  • 5 Mei: Kesepakatan antara Indonesia, Portugal, dan PBB tentang referendum buat Timor Timur ditandatangani di New York. Kesepakatan ini menetapkan bahwa pakar-pakar internasional akan membantu menyelenggarakan dan mengawasi pemungutan suara, serta polisi nir bersenjata mengawasi proses ini. Namun tanggungjawab keamanan terletak dalam pasukan ABRI.
  • 7 Mei: Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi 136, mendukung Kesepakatan 5 Mei, dan berkecimpung cepat buat memulai pelaksanaannya.
  • 9 Mei: Mayor Jenderal Adam Damiri memberi memahami media bahwa perlucutan senjata milisi dan pasukan-pasukan pro-kemerdekaan "berkiprah lancar" dan bahwa keadaan keamanan kini berada di bawah kendali.
  • 23 Mei: Presiden Habibie berjanji membebaskan Xanana setelah pemungutan suara.
  • 24 Mei: Wakil Khusus Sekretaris Jenderal mendesak Dewan Keamanan buat mengirim tim penasehat militer ke Timor Timur, waktu pejabat-pejabat Indonesia tidak menjaga keamanan di sana. Setelah kunjungan 3 hari, Utusan Khusus Soragjee memberi tahu Habibie bahwa seluruh orang Timor Timur harus dilucuti. Kapolda Timor Timur Timbul Silaen mengatakan pada media bahwa polisi netral serta "sudah berusaha sekeras mungkin buat mencegah kekerasan."
  • 27 Mei: Dewan Keamanan menyatakan keprihatinan mendalam atas berlanjutnya kekerasan pada Timor Timur.
  • 28 Mei; Komisi Perdamaian dan Stabilitas melaporkan bahwa milisi menyusun daftar pemimpin pro-kemerdekaan, dengan donasi badan-badan intelijen, sehingga mereka sanggup dijadikan target kalau pada konsultasi rakyat otonomi ditolak.

1 Juni - 31 Agustus

  • 1 Juni: Megawati mengadakan kunjungan singkat ke Timor Timur.
  • 4 Juni: Misi UNAMET beranggotakan 70 orang memulai kerjanya pada Timor Timur.
  • 7 Juni: Pemilihan umum parlemen Indonesia.
  • 8 Juni: PBB memulai kampanye referendum.
  • 11 Juni: Dewan Keamanan mengeluarkan Resolusi 1246, secara resmi membentuk UNAMET.
  • 23 Juni: PBB, dengan mengungkapkan keadaan keamanan yg tidak memuaskan, menahan referendum ke tanggal 22 Agustus. Jenderal Wiranto menyatakan ketidaksetujuannya menggunakan penundaan ini.
  • 26 Juni: Uskup menghadiri negosiasi tenang di Jakarta. José Ramos Horta dan Xanana Gusmão diperbolehkan hadir.
  • 29 Juni: Tujuh orang pejabat PBB terluka di Maliana pada agresi oleh grup prootonomi. Ketua Dewan Keamanan PBB menyatakan keprihatinannya yg mendalam atas agresi tersebut. Laporan Utusan Khusus Sekretaris Jenderal menyatakan bahwa keadaan keamanan di Timor Timur belum kondusif buat penyelenggaraan pemungutan suara.
  • 4 Juli: Seorang pengemudi PBB ditembak dalam serangan milisi terhadap staf UNAMET dan pekerja bantuan kemanusiaan di Liquiça serta Maliana.
  • 7 Juli: Indonesia mengirim 1.200 polisi tambahan ke Timor Timur, menanggapi keprihatinan internasional dalam masalah keamanan.
  • 8 Juli: Staf UNAMET pada Maliana menyaksikan 60-80 milisi diberi latihan militer, yg dikabarkan diselenggarakan sang perwira-perwira TNI lokal.
  • 10 Juli: Falintil menyatakan gencatan senjata.
  • 12 Juli: Satu delegasi menteri-menteri, termasuk Jenderal Wiranto, bertemu dengan Ian Martin serta Francesc Vendrell.
  • 14 Juli: Wiranto menyampaikan bahwa tidak ada alasan buat menempatkan pasukan PBB di Timor Timur, yang justru akan melanggar Kesepakatan lima Mei.
  • 16 Juli: Pendaftaran pemilih dimulai, menggunakan seorang milisi terbunuh dalam suatu friksi.
  • 4 Agustus: Pendaftaran pemilih berakhir, dengan 438.000 orang mendaftar.
  • 7 Agustus: Delegasi menteri-menteri Indonesia, dipimpin oleh Alatas, menemui pejabat pejabat PBB di Dili.
  • 8 Agustus: Pemimpin-pemimpin pro-kemerdekaan serta pro-integrasi menandatangani konvensi code of conduct, sebagai suatu komitmen dalam referendum. Jenderal Wiranto menyatakan bahwa penyerangan senjata adalah prasyarat bagi aplikasi pemungutan suara yang hening.
  • 11 Agustus: Utusan Khusus Sekretaris Jenderal meminta pengerahan lebih poly polisi di Timor Timur, serta pemantau polisi internasional.
  • 12 Agustus: Wiranto mengeluarkan agunan bahwa militer akan mengklaim keamanan pada periode sehabis pemungutan suara, dan akan menerima hasil pemungutan bunyi.
  • 13 Agustus: kol Tono Suratman digantikan oleh Kolonel Noer Muis.
  • 26 Agustus: Eurico Guterres pada sebuah kedap umum 15.000 orang di Dili mengatakan bahwa Timor Timur akan sebagai samudera barah jika kemerdekaan menang.
  • 27 Agustus: Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi 1262, memperpanjang mandate UNAMET.
  • 28 Agustus: Di Lospalos kepala desa Verissimo Quintas dibunuh sang milisi, yang menuduhnya mendukung CNRT. Milisi memaksa wartawan dan staf PBB keluar Maliana dimana 2 orang penduduk lokal kemudian dibunuh. Kapolda Silaen menyatakan bahwa pasukannya cukup buat pengamanan. Alatas menolak perlunya pasukan penjaga perdamaian di Timor Timur.
  • 30 Agustus: Pemungutan suara diselenggarakan di Timor Timur, dengan lebih menurut 97% pemilih terdaftar berpartisipasi. Tempat pemungutan suara di Gleno diserang oleh lebih berdasarkan 50 orang milisi.
  • 31 Agustus: Serangan-agresi milisi pada Dili, Gleno, Ermera, Aileu, Ambeno, serta Maliana menggunakan korban 11 orang dibunuh, termasuk 3 staf lokal PBB. United Front for East Timor Autonomy menuduh UNAMET memihak serta menyebut konsultasi rakyat menjadi "sampah." Alatas memuji hasil referendum.

1 September - 26 Oktober 
  • 1 September: Ribuan orang Indonesia dan orang Timor Timur pro-integrasi mulai pergi ke Timor Barat.
  • 2 September: Utusan Khusus PBB Jamsheed Marker mengesahkan pengelolaan keamanan Indonesia pada Timor Timur. Tetapi Portugis meminta Dewan Keamanan untuk mempersiapkan planning darurat pengerahan pasukan penjaga perdamaian.
  • 3 September: Jenderal Wiranto mengumumkan bahwa "buat menghadapi kemungkinan yg tidak diinginkan" 2 batalyon tentara dikirim ke Timor Timur. Ia mengungkapkan bahwa "beliau baru saja menerima fakta bahwa keadaan pada Timor Timur telah kembali normal."
  • 4 September: Hasil plebisit diumukan secara resmi pada Hotel Mahkota, menggunakan 78,5% memilih menentang otonomi.
  • 6 September: Pembunuhan dan penghancuran di rumah Uskup Belo. Pengungsi dipaksa pindah, beberapa orang diyakini dibunuh. Presiden Habibie memberlakukan aturan darurat perang pada Timor Timur, dan menempatkan Mayor Jenderal Kiki Syahnakrie sebagai Penguasa Darurat.
  • 7 September: Banyak mahasiswa Timor Timur, yang balik ke Dili berdasarkan Jawa, dilaporkan dibunuh, dan sejumlah wanita diperkosa. Uskup Belo dievakuasi menurut Dili ke Darwin. Xanana dibebaskan dari tahanan tempat tinggal serta dibawa ke Kedutaan Besar Inggris di Jakarta.
  • 8 September: Pembantaian Kepolisian Resort Maliana. Lebih menurut 50 orang dibunuh oleh milisi Dadurus Merah Putih di kantor polisi. Komisi Hak Asasi Manusia Indonesia mengecam kekerasan, mencatat keterlibatan pasukan keamanan.
  • 9 September: PBB memutuskan mengevakuasi semua stafnya ke Darwin. AS menghentikan interaksi militer menggunakan Indonesia. MPR menerima hasil pemungutan suara.
  • 10 September: Sekretaris Jenderal PBB menyerukan Indonesia buat segera menerima pasukan penjaga perdamaian. Presiden Alaihi Salam Clinton berkata bahwa, "kini jelas bahwa militer Indonesia membantu dan bersekongkol dalam kekerasan milisi. Ini tak sanggup diterima."
  • 11 September: Seorang pastor Jerman, Karim Albrecht, serta seseorang Timor Timur dibunuh pada Dare, oleh pasukan Kopassus. Delegasi Dewan Keamanan PBB, bersama Jenderal Wiranto, mengunjungi Dili.
  • 12 September: Pemerintah Indonesia secara resmi menyetujui hegemoni pasukan penjaga perdamaian.
  • 13 September: Indonesia mengizinkan donasi makanan internasional dari udara pada Timor Timur.
  • 14 September: Dua orang Timor Timur dibunuh pada desa Raifun. Staf UNAMET serta 1.400 orang Timor Timur dievakuasi berdasarkan Dili ke Darwin. Uni Eropa melarang penjualan senjata ke Indonesia.
  • 15 September: Resolusi Dewan Keamanan PBB 1264 menyetujui pengerahan INTERFET.
  • 16 September: Mayor Jenderal Kiki Syahnakrie menolak bahwa Tentara Nasional Indonesia mendukung milisi.
  • 17 September: Penarikan mundur Tentara Nasional Indonesia dari Timor Timur dimulai, dan anugerah donasi kuliner berdasarkan udara dimulai.
  • 19 September: Panglima INTERFET Mayor Jenderal Peter Cosgrove, bertemu menggunakan Mayor Jenderal Syahnakrie pada Dili.
  • 20 September: Tujuh orang Timor Timur dibunuh sang milisi Sakunar di Ambeno, Oecussi. INTERFET mulai memasuki Dili, tanpa insiden.
  • 21 September: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia membangun sebuah komisi buat mengusut kekerasan-kekerasan pada Timor Timur.
  • 24 September: UNHCR mencapai konvensi buat membantu pengungsi di Timor Barat.
  • 27 September: Komisi Hak Asasi Manusia PBB menyerukan pembentukan komisi internasional untk menyelidiki kekerasan-kekerasan di Timor Timur.
  • 3 Oktober: Pasukan INTERFET beranjak ke bagian barat Timor Timur.
  • 6 Oktober: Uskup Belo balik ke Timor Timur.
  • 8 Oktober: Pengungsi Timor Timur mulai balik menurut Timor Timur.
  • 9 Oktober: Satu orang milisi terbunuh dan dua orang luka waktu bentrok dengan pasukan INTERFETI di dekat perbatasan.
  • 13 Oktober: Laporan pejabat-pejabat PBB melaporkan bahwa kurang lebih 400.000 orang Timor Timur hilang.
  • 20 Oktober: Majelis Permusyawaratan Rakyat mengeluarkan keputusan yang membatalkan integrasi resmi Timor Timur, yang berlangsung dalam bulan Juli 1976.
  • 25 Oktober: Dewan Keamanan PBB, pada Resolusi 1272, membangun UNTAET.
  • 26 Oktober: Timor Timur diambil alih sang PBB dan Sergio Vieira de Mello diangkat menjadi administrator transisi.
Demikianlah kronologi per tanggal tentang insiden Mei 1998-Oktober 1999 pada Timor Timur, sekali lagi semoga artikel ini bermanfaat bagi sahabat semua. Jangan lupa share...

deffendy+

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel