PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PHK PENGERTIAN DAN MACAMMACAM PHK



Pemutusan hubungan kerja merupakan tindakan tengakhiran interaksi kerja karena suatu hal eksklusif yg sanggup menyebabkan berkahirnya hak serta kewajiban antara majikan (perusahaan) serta buruh (karyawan). Beberapa hal yang sanggup membuahkan berakhirnya hak dan kewajiban itu diantaranya adanya pengunduran diri (resign), sudah masa habis kontrak (expired), serta pemberhentian berdasarkan perusahaan. 

Bagi buruh terkena PHK adalah suatu beban moral, karena buruh yg selama ini hanya tergantung dari output kerjanya pada pada perusahaan, kini harus mencari lowongan kerja yang lain. Namun bukan saja buruh yg memiliki dampak menurut PHK, sebenarnya dari intern majikan sendiri, sebenarnya juga mengalami kerugian bila PHK itu dilakukan, apalagi akbar-besaran secara sepihak. 

Kerugian itu antara lain :
  1. Proses produksi yang selama ini sudah berjalan, wajib terhenti ad interim ketika buruh/karyawan pada PHK;
  2. Ketika proses yang diisi buruh sebelumnya kosong, akhirnya perusahaan wajib mencari karyawan baru yang jika dia kurang berpengalaman, majikan akan mengeluarkan biaya lebih lagi buat pelatihan;
  3. Melepas karyawan yang telah berpengalaman dalam segala hal serta pula loyal bagi perusahaan.
  4. Memerlukan porto yang relatif akbar buat bisa merekrut karyawan lagi.

Pemutusan hubungan kerja itu sanggup dilakukan oleh: (1) buruh, (dua) majikan, (tiga) perjanjian yg telah berakhir, (4) keputusan pengadilan. Dari 4 PHK diatas yg paling menakutkan bagi buruh merupakan PHK sang majikan, lantaran masa depan buruh menjadi nir kentara, kehilangan masa depan, dan kehilangan penghasilan. Untuk mencegah PHK tadi, maka pemerintah mengeluakan UU NO. 12 tahun 1964 yang berisi mengenai embargo PHK secara sepihak.

MACAM-MACAM PHK


PHK oleh Majikan

Seorang majikan yang akan melakukan PHK terikat dengan UU No. 12 tahun 1964 mengenai PHK pada Perusahaan Swasta. Keterikatan ini bertujuan agar buruh tidak kehilangan pekerjaannya. Hal ini sebagaimana ditegaskan pada penjelasan undang-undang tersebut. Garis besar utama-pokok pikiran yg terwujud dalam UU ini merupakan sebagai berikut :
  1. Pihak majikan agar mencegah PHK yg dilakukan sepihak
  2. Upaya PHK tersebut harus merundingkan PHK dengan pihak perkumpulan buruh buat merampungkan perselisihan tersebut
  3. Apabila perselisihan tersebut tidak diterima oleh ke 2 belah pihak, barulah pemerintah campur tangan pada PHK yang akan dilakukan sang majikan. Bentuk intervensinya adalah melakukan supervisi secara preventif yaitu setiap PHK wajib mendapatkan izin dari pemerintah.
  4. Dalam UU tersebut diatur mengenai ketentuan yang bersifat formal, mengenai tata cara minta izin, banding terhadap penolakan pemintaan izin
  5. Apabila terjadi PHK besar -besaran, sebagai akibat tindak pemerintah, globalisasi, efisiensi, rasionalisasi, serta disetujui sang pemerintah, maka pemerintah berusaha meringankan buruh, menggunakan jalan mengusahakan secara aktif penyaluran buruh ke perusahaan lain.


PHK sang Buruh

Buruh yg diputuskan pekerjaannya oleh majikan sangat berbeda menggunakan majikan yg diputuskan interaksi kerjanya oleh buruh. Apabila buruh yg diputuskan hubungan kerjanya oleh majikan, maka adalah buruh kehilangan kesempatan utnuk menghidupi dirinya dan bahkan keluarganya. Namun bagi majikan yang diputuskan hubungan kerjanya oleh buruh, nir mengalami kesulitan, dia (majikan) hanya kehilangan buruh yang umumnya sangat mudah dicari gantinya menggunakan buruh yang baru. 

Dengan munculnya UU No 12 Tahun 1964 dianggap sangat sempurna buat menggantikan ketentuan yg ada dalam KUHPer yang dipercaya menyengsarakan buruh. Dengan keluarnya UU ini maka semua ketentuan yang terdapat dalam KUHPer yang berkaitan menggunakan kewenangan majikan untuk tetapkan hubungan kerja dicabut, sedangkan yang berkaitan menggunakan wewenang buruh buat tetapkan interaksi kerja masih berlaku.

Syarat buat tetapkan hubungan kerja bagi buruh terdapat 2, yaitu (1) menerima persetujuan menurut majikan, (dua) memperhatikan tenggang saat pernyataan pengakhiran, bila 2 syarat ini tidak dipenuhi, maka perbuatan buruh tersebut adalah perbuatan melawan aturan. Meskipun demikian ke 2 kondisi tersebut terdapat pengecualiannya, yaitu pada hal buruh membayar ganti kerugian pada majikan dan karena alasan yg mendesak misalnya yg dicantumkan pada pasal 1603 KUHPer. Alasan mendesak bagi buruh merupakan suatu keadaan yg sedemikian rupa sehingga menyebabkan buruh nir layak mengharapkan untuk meneruskan hubungan kerja.

PHK demi Hukum

Yang dimaksudkan pada PHK demi aturan ini merupakan putusnya interaksi kerja dengan sendirinya tanpa perbuatan aturan tertentu, baik sang majikan atau buruh. KUHPer mengenal terdapat dua pemutusan hubungan kerja demi aturan, yaitu (1) habisnya saat pada perjanjian kerja untuk ketika eksklusif, (2) buruh tewas dunia.

(a)   Habisnya saat pada perjanjian kerja untuk saat tertentu

Hubungan kerja putus demi hukum apabila habis waktunya yang ditetapkan pada perjanjian atau peraturan majikan atau pada peraturan perundang-undangan atau bila semuanya itu nir terdapat, dari norma (pasal 1603 e). Hubungan kerja diadakan buat waktu tertentu adalah bila nerakhirnya dikaitkan dengan peristiwa yang tidak semata-mata tergantung pada kehendak keliru satu pihak. Hubungan kerja buat ketika tertentu yang sudah habis masa waktunya berarti hubungan kerjanya dalam keadaan misalnya ini perlu memperhatikan keadaan sebagai berikut :
  1. Tidak perlu minta izin baik dari Panitia Daerah maupun Pusat
  2. Buruh nir berhak atas uang pesangon, uang jasa juga ganti kerugian.


(b)  Buruh mangkat dunia

Apabila buruh mati global hubungan kerja putus demi aturan (pasal 1603 j). Karena sifat hubungan kerja adalah persoonlijk , maka jika buruh mati global, menggunakan sendirinya hubungan kerjanya putus.

PHK sang Pengadilan

Dalam beberapa hal Pengadilan Negeri berwenang menetapkan hubungan kerja antara majikan menggunakan buruh. Tentu saja jika galat satu pihak mengajukan permohonan pembatalan perjanjian kerja pada pengadilan. Alasan yg bisa dipakai ialah :

(a)  Karena alasan penting

Alasan krusial merupakan selain alasan mendesak sebagaimana diatur pada pasal 1603n, pula perubahan eksklusif atau kekayaan dari pemohon atau pihak lainnya atau perubahan keadaan dimana pekerjaan dilakukan, yg sedemikian rupa sifatnya sebagai akibatnya layak segera atau pada waktu pendek diputuskan hubungan kerja itu (pasal 1603 v ayat dua).

(b)  Karena merugikan buruh belum dewasa
Seorang wakil yg absah darin buruh yang belum dewasa boleh mengajukan permohonan tertulis kepada Pengadilan tempat buruh belum dewasa bertempat tinggal agar perjanjian kerja tersebut dinyatakan putus. Alasan yg dipakai ialah :
  1. Jika wakil buruh beropini bahwa perjanjian kerja akan merugikan buruh belum dewasa
  2. Jika wakil buruh beropini bahwa perjanjian kerja sudah merugikan buruh
  3. Jika wakil buruh beropini bahwa syarat-kondisi yang disebutkan dalam surat kuasa yang diterangkan pada pasal 1601 g tidak dipenuhi (pasal 1603 m)

Sebelum mengabulkan permohonan dari wakil buruh tersebut, hakim wajib mendengar atau memanggil lebih dulu buruh yang belum dewasa, majikan dan Balai Harta Peninggalan, bila buruh tersebut berada pada perwalian, sedangkan yg diserahi perwalian merupakan Balai Harta Peninggalan. Jika hakim mengabulkan permohonan, dia menetapkan waktu berakhirnya hubungan kerja itu.

(c)  Pembatalan perjanjian kerja berdasarkan pasal 1267 KUHPer

Dalam pasal tadi ditegaskan bahawa wewenang para pihak buat menuntut pembatalan perjanjian dari pasal 1267 disertai penggantian kerugian dan bunga nir hapus lantaran ketentuan pada bagian ini. Ini berarti pihak-pihak yg berkepentingan dapat pula mengajukan hak yang tercantum dalam pasa 1267 buat minta kepada hakim agar membatalkan interaksi kerja. Jika pihak versus tidak memenuhi sesuatu yg sudah diperjanjikan.

(d)  Pengakhiran interaksi kerja menurut pasal 1601 KUHPer

Dalam peraturan perusahaan seseorang majikan dapat mencantumkan syarat-syarat kerja yg berlaku diperusahaan itu. Jika selama interaksi kerja berlangsung diadakan peraturan perusahaan yang baru atau yg sudah terdapat diubah, maka buruh yg nir menyetujuinya dapat mengajukan permohonan pada hakim supaya perjanjian kerjanya dibatalkan. Setelah majikan didengar atau dipanggil secara absah, hakim mengabulkan permohonan tersebut pada taraf pertama serta terakhir, kecuali apabila ia beropini bahwa peraturan perusahaan yg baru atau yang dirubah itu tidak snagat merugikan buruh.


def+

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel