CERPEN HORROR SESINGKAT PERTEMUAN PUTU ANGGALIA KRISNA PUTRI


BELAJAR PRAMUKA - Hari ini aku melihat sosokitu lagi, sosok tinggi, ganteng dengan kulitnya yang pucat. Wajahnya yg tampaksayu itu pun masih menyisakan sebuah senyum manis yang terlihat dipaksakan.baju seragamnya tampak penuh menggunakan noda merah yang telah mengering. Ya, akutau itu pasti darah, dan saya pula tau dia bukan makhluk yg hidup samasepertiku. Tapi kenapa dia di sini? Di sekolah ini? Apa dia keliru satu anak didik disekolah ini? Dan kenapa beliau malah ada di depanku? Entahlah aku terlalu takutuntuk bertanya.
.
.
Seperti hari-hari sebelumnya, aku hanya sanggup menatapnya tanpamampu mengucapkan sepatah istilah pun padanya. Aku memang sudah biasa dengan indrakeenam yang aku miliki menurut lahir ini, aku jua sudah biasa berinteraksi denganmakhluk-makhluk yang tidak kasat mata itu, tapi buat kali ini mataku hanya dapatterpaku menatap sosok itu, mulutku bahkan tidak bisa digerakkan. Sosok itubenar-sahih membuatku tergiur. Ini sahih-benar gila!
.
.
“Hey!!! Bengong aja lo, nanti kesambet tau rasa lo!”
“Persetan” jawabku ketus
“Judes amat sih neng! Eh tau nggak? Katanya populasi hantu di sekolah inisemakin bertambah”
“Tau berdasarkan mana lo? Gue perhatiin tetep segitu-segitu aja kok”
“Gue serius Ta, tersebut pagi pada toilet cewek ada yg ngeliat penampakan gitu”katanya lagi.
“Ran, beliau memang slalu ada pada sana, mungkin toilet itu udah jadi daerahkekuasaannya”
“Jangan bilang gara-gara itu makhluk, lo jadi trauma ke toilet”
“Hahaha… sanggup jadi” jawabku sekenanya. Rani sahabatku ini memang sangattertarik menggunakan hal-hal yg berbau horror, mungkin karenanya jua saya bisanyambung ngobrol sama beliau. Dia selalu tertarik saat saya menceritakan apa yangaku lihat selain di dunia manusia ini, percaya atau nir, mitos atau informasi diantara 200 orang yang kita temui perharinya 2 diantaranya adalah sosok yangberasal menurut global lain. Tapi lain halnya denganku, bahkan jika saya tidakbertemu 200 orang dalam perhari pun saya permanen mampu ngeliat sosok-sosok itu.
.
.
“Ran, lo tausiswa cowok yang tingginya kurang lebih 185, putih, rambut lurus ponian?”
“Cowok tinggi, putih, rambut lurus banyak kali di sekolah ini Ta, nggak adayang lebih khusus gitu? Kelas contohnya atau nama bokap nyokapnya atauapalah?”
“Ran, serius. Masa gue wajib tau nama nyokap bokapnya beliau?” jawabku sewot
“Natalia Agatha, lo nyari cowok tinggi? Tuh ada si Anto yg kayak tianglistrik, trus nyari cowok putih? Terdapat si Beny yg putihnya kelewat langsat,trus apa lagi tadi? Oh iya rambut lurus ponian? Ada si Daniel yg poninyakayak Si Mail pada kartun Upin Ipin”
“Duh, Ranisa Dwi Reswari, gue maunya yg digabung jadi satu kesatuan, bukandipisah-pisah gitu. Kalau lo mau keterangan yang lebih khusus, pada dasarnya diaudah meninggal”
“Tinggi, putih, rambut lurus trus udah mati? Alex maksud lo?”
“Alex? Lo tau siapa beliau?”
“Siapa sih pada sekolah ini yang nggak kenal Alex? Cuma elo doang deh kayaknya.alex itu cowok brandalan yang kerjaannya tiap hari cuma berantem atau malakinadik kelas. Tapi denger-denger ucapnya beliau berasal dari keluarga broken gitu.bokapnya nikah sama janda muda, trus nyokapnya ditinggal gitu aja”
“Lo kok bisa tau detail gitu?”
“Gue gitu loh, dari lo tau Alex ganteng loh, sayang aja seminggu kemudian diameninggal ditabrak truk saat pergi sekolah. Ngapain lo nanya gitu?”
“Dia gentayangan Ran” kataku bergetar
“Dia?” Tanya Rani penuh selidik
“Iya, Alex” seketika sosok itu pun menoleh ke arahku. Mata indahnya tampaknanar, ingin cita rasanya menyeka darah pada bibirnya yang merah itu. Dia tersenyum,senyum yg menyakitkan. Jujur dia ganteng .
.
.
Sepulang sekolah, saya kembali melihatnya. Kali ini Alex terdapat ditaman duduk tenang pada bangku panjang yang ada pada tengah-tengah taman. Dengantekad penuh akhirnya aku pun memberanikan diri buat menghampirinya dan dudukdi sampingnya. Tuhan lindungi hamba.
“Ngapain lo gentayangan pada sini?” Tanyaku to the point, sosok itu tampak heran.“Jangan natap gue gitu dong, serem tau. Iya, gue sanggup ngeliat elo”
“Lo beneran sanggup ngeliat gue?” tanyanya penuh harap
“Harus nanya lagi?”
“Akhirnya terdapat yang mampu liat gue pula. Sendirian itu nggak asik” katanya kalem“Boleh minta tolong nggak?”
“Minta tolong apa?”
“Tetap di sini, temenin gue bentar aja” ucapnya lalu merebahkan kepalanya danmenyender di bahuku. “Seminggu ini gue bener-bener ngerasa kesepian, nggak adayang mampu diajak bicara bahkan datang-tiba aja gue kangen guru killer yang ngajargue”
“Kan lo mampu ngomong sama itu cewek penghuni kamar mandi, atau nggak lo bisamain sama bocah-bocah di sekolah ini”
“Gue hantu pula punya tata krama tau, masa gue masuk kamar mandi cewek, lo kirague cowok apaan?” mendengarnya berbicara seperti itu spontan tawaku punmeledak.
.
.
“Lex, udah sore nih. Gue pulang dulu ya, besok ngobrol lagi” akupun berdiri dan melambaikan tangan pertanda perpisahan
“Tolong cari alamat ini”
Alamat siapa ini? Kenapa Alex menyuruhku buat mencari alamat ini? Kenapa jugaaku mesti menyanggupi permohonan hantu gentayangan yang suka bikin orangdeg-degan itu?. Aku terus memikirkan insiden tadi. Seandainya Alex masihhidup, mungkin aku tak akan sebimbang ini.
.
.
Keesokan harinya, sehabis pulang sekolah saya pun mencari alamat yangdimaksud Alex, alamat itu tertuju dalam rumah sederhana di galat satu kompleksperumahan di kotaku. Terlihat seseorang perempuan paruh baya yang tengah menyapuhalaman rumah sederhana itu.
“Permisi Buk, benar ini alamat tempat tinggal Bu Kara?”
“Iya menggunakan aku sendiri, ada apa nak?” Ibu itu segera menghampiriku.
“Ini Bu, ada pesan dari Alex” kataku seraya menyerahkan selembar surat
“Alex? Apa dia sehat? Sudah usang sekali Ibu tidak melihatnya. Kenapa nggak diaaja yg tiba ke sini? Ah anak itu pasti ribut lagi sama papanya” Ibu Karaatau ibu kandung Alex perlahan membaca surat itu. Sebenarnya itu surat murnitulisan tanganku, kan nggak mungkin hantu bisa nulis. Di dalam surat itutertulis curahan hati seorang anak yang rindu akan kasih sayang orangtuanya.curahan hati seorang anak yang tak mungkin mampu lagi membanggakan orangtuanya,dan curahan tentang bagaimana sayangnya Alex kepada ibunya.
.
.
Tubuh Bu Kara bergetar hebat, air matanya tidak sanggup dibendung lagisaat mengetahui anak yang selama ini dia besarkan telah tiada. “Alex itu anakyang baik, dia anak yang bertenaga bahkan saat ke 2 orangtuanya berpisah pun diatidak menangis. Sayang beliau benar-sahih keras kepala, beliau tidak ingin menerimakehadiran mama barunya. Dia sebagai anak brandal demi mendapat perhatianorang-orang pada sekitarnya, Alex hanya seseorang anak yang sangat haus akan kasihsayang orangtua. Anak yang amat malang” tanpa sadar saya pun ikut meneteskan airmata ketika melihat Alex yg tengah mendekap Ibunya. Dia menoleh ke arahku dantersenyum mencoba menenangkanku yang mulai terisak.
.
.
Tak perlu saat lama , aku serta Bu Kara berkunjung ke Pemakaman BumiSetraya. Terukir latif nama “Ananta Alex Kanaya” pada atas batu nisan. Setelahmemanjatkan doa agar Alex sanggup segera tenang pada alam sana, kami pun pergi.
.
.
Sekolah ini terasa tidak selaras tanpa kehadiran sosok yg selama inimemanjakan mataku. Mungkin sosok itu telah tenang di alam sana, semoga sajabegitu.
.
.
“Ta, sanggup tunggu gue bentar nggak? Datang-datang disuruh Bu Atik buatke ruang guru nih” istilah Rani.
“Tentu” jawabku.
“Tunggu gue di taman ya, bye” setelah melihatku mengangguk, Rani pun melangkahmenuju ruang guru.
Aku balik duduk pada kursi taman sekolah. Sesekali saya pun menoleh ke kursikosong di sampingku, berharap beliau datang. Padahal saya tau pasti itu tidakmungkin. Aku pun menengadah serta memejamkan mataku.
“Kangen ya sama gue?” bisik seorang, aku pun membuka mataku serta menoleh kesumber bunyi.
“Ruben? Kapan lo tiba menurut Amerika?” tanyaku waktu melihat sahabatku yang laintengah berdiri di belakangku.
“Kok lo kayak kecewa gitu baru ngeliat gue? Emang elo ngarepin siapa yang nyapagitu?” tanya penuh selidik
“Apaan sih, yaiyalah gue kecewa. Elo balik nggak ngabar-ngabarin” jawabkubohong
“Maaf deh, gue baru kembali tersebut malem. Nih oleh-oleh buat lo” pungkasnya sambilmenyerahkan sebuah bingkisan, “Jangan ngambek lagi” kali ini sambil mengacakrambutku. Aku pun menunggu Rani ditemani Ruben.
.
.
“Cepet banget lo move on berdasarkan gue” mendengar suara halus itu akupun menoleh. Alex dia masih di sini. Ngapain?
“Gue kangen elo” lanjutnya. Jantungku bergetar hebat, jujur saya pun jua sangatmerindukannya.
“Gue pula kangen elo, kangen banget” kataku lirih, ruben menoleh ke arahku danmenatapku menggunakan tatapan resah. Sementara Alex dengan tampang polosnyatersenyum dan menggenggam lembut tanganku.
“Maaf udah ngeropotin, makasi poly buat semuanya. Bahagia terus ya. Aku pamitpergi” ucapnya lalu mencium lembut keningku. Air mataku tidak tertahankan lagi.aku menangis terisak. Walau bingung Ruben permanen menarikku kepelukannya, danberusaha menenangkanku. Tenang pada sana Lex. Janji, saya akan bahagia di sini.tanpa engkau .
.
.
Cerpen Karangan : Putu Anggalia Krisna Putri
Facebook Pengarang : Anggalia Putri

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel