KEMBALI SEKAR AYU DIYAH LESTARI CERPEN SEDIH

Kembali - Sekar Ayu Diyah Lestari
Langkahkupun menunjuk lurus pada sebuah gitar tua yg tengah bersender pada lemari kayu. Teringat meriahnya bunyi tepuk tangan yg tak jarang kudengar dulu. Lama memang, telah dua tahun sejak kali terakhir saya menyentuhya. Dan sekali lagi saya hanya bisa memberikan senyuman pada sobat lama itu.

Ruangan ini, gudang sekolah kami. Penuh dengan berbagai alat musik yg telah berdebu. Akupun menatap sekitar, tak ada seorang pun pada sini. Hanya aku , serta beberapa rayap. Ini sudah lewat jam tiga sore. Mungkin tinggal beberapa orang yg masih menghuni sekolah. Dan pada antara kesunyian ini lagi-lagi dia timbul. Aku hanya tersenyum tipis membalaskan tatapannya.

Gadis itu. Gadis berambut sepundak menggunakan kacamata burung hantunya. Si tidak terlihat. Remaja malang itu. Sahabatku Bella.

Dia selalu mendatangi loka ini di jam yang sama setiap hari, semenjak saya menyerah dalam musik. Setiap nada yg kudengar mengingatkanku dalam bunyi merdunya. Itu mengapa saya menentukan buat berhenti.

Benar, mungkin anak ini terlalu naïf untuk mengatakan apa yg telah dirasakannya. Aku hanya merindukannya. Tapi belum mampu kuungkapkan. Tak bisa kuutarakan bahwa saya menginginkan semuanya pulang seperti dulu.

Dia terus menatapku, kami sangat dekat saat ini. Aku ingin keluar dan meninggalkannya sendiri di ruangan ini, tapi tak mampu. Sulit bagi otak ini memberi perintah pada otot-otot buat berkiprah. Akupun masih mematung. Mengingat kelalaian bodohku yang menyebabkan ini semua terjadi.

Tepat dua tahun kemudian. Di tengah lapangan yang berada pada tengah-tengah bangunan sekolah kami. Nagajingga, band kami waktu itu sedang mendemokan ekskul. Aku memangku gitarku dan yg lainnya telah siap dengan bagiannya masing-masing.

Saat itu Bella tersenyum padaku, sangatlah manis. Dia menatapku, kemudian dagunya menampakan pada stopkontak di sampingku. Dia tak senang bicara poly, kode seperti itu sudah biasa dilakukannya. Tapi kali itu aku telah salah mengartikannya. Kupikir mengerti betul maksudnya. Kupikir hanya perlu mencolok kabel microphone ke sana. Kulakukan, tapi yg terjadi selanjutnya bukan yg kami harapkan.

Cahaya yang jelas serta menyilaukanpun terpancar. Hal terakhir yg mataku lihat ketika itu. Telingaku sempat berdengung.

Dummnn!!!

Sebuah ledakan.

Pengelihatanku kabur. Aku mungkin setengah sadar, tetapi pendengaran ini masih mampu mendengar sirine ambulan serta pemadam kebakaran menggunakan kentara. Juga bunyi histeris, kebingungan serta rintihan mereka yang terluka. Aku mendengarkan beberapa suara untuk beberapa ketika. Sampai kesadaranku sahih-sahih sudah hilang saat itu. Dan yg terakhir kudengar merupakan, bunyi Bella yg memanggilku pelan, sangat lemah.

Dua bulan berlalu sangatlah cepat pada atas kasur, sampai aku siuman. Mataku menatap lingkungan yg asing. Tempat itu merupakan salah satu ruangan di tempat tinggal sakit.

Bella.

Nama itu begitu saja teringat pada benakku. Aku hendak bangun dari kasurku, namun saya belum sembuh total buat bisa melakukan hal itu. Aku menolehkan kepala buat menatap kurang lebih, berharap terdapat orang lain yg sanggup kumintai bantuan pada sana. Tapi hal lain yg dilihatnya.

Ruangan di sebelah kanan ruanganku, hanyalah dibatasi sebuah dinding kaca transparan. Gadis itu terbaring di sana. Dengan banyak sekali alat bantu penunjang hidupnya waktu itu. Akupun merasa sangat bersalah. Lantaran saya, semuanya salahku.

Mungkin saya perlahan mulai gila. Sejak saat itu saya mencicipi, bahkan melihat kehadiran Bella lainnya. Bella yang nir bisa dicermati sang orang lain. Dia tersenyum serta terus meyakinkan bahwa semua itu bukan salahku.

Bahkan hari ini. Lagi-lagi di dalam gudang ini Dia jua tersenyum padaku. Aku menatapnya balik , menggunakan penuh asa. Semuanya keluar begitu saja dari mulutku.

“Gua kangen sama lo, Bel. Cepet sembuh, dan maaf buat semuanya. Cepet kembali ke sini. Biar kita mampu manggung bersama lagi. Biar kita mampu main-main bareng lagi. Biar sanggup ketawa sama-sama lagi. Mungkin cuman lo yang mampu balikin kata ‘musik’ ke pada ingatan cantik gua. Dan ngapus seluruh kenangan buruk tentang itu.”

Aku mengharap sebuah jawaban, tetapi anehnya sosok itu menghilang perlahan, misalnya terbawa angin. Aku terpaku menatap kepergian tanpa jejak itu. Tak peduli kemana perginya, saya tidak mau kehilangan Bella.

Deringan ponsel memecah lamunanku. Aku meninggalkan gudang serta mengangkatnya.

“Halo?”

Lidahku kelu, tak terpikirkan satu pun istilah lagi buat dimuntahkan saat ini. Aku hanya berlari keluar gerbang. Pergi dengan taksi yang kebetulan melintas pada sana. Aku tersenyum, tidak percaya. Tapi saya sahih-sahih bahagia.

Telepon masih tersambung. Aku masih menggenggam erat-erat ponselku yang kutempelkan pada telinga kanan. Kuharap aku tak keliru dengar kali ini.

“Lo konfiden? Ini beneran, kan?”

Aku menggigiti bibirku, gerogi.

“Iya, Bella udah siuman.”

Aku bergumam pelan selesainya menuruni taxi, “kita mulai menurut awal lagi, Bel.”

Cerpen Karangan : Sekar Ayu Diyah Lestari



Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel