KISAH PEMIKUL TANDU JENDERAL SOEDIRMAN PART1
Wednesday, January 9, 2019
Edit
Nama beliau adalah Djuwari. Tak nampak kegagahan pemuda berumur 21 tahun yg 61 tahun yang kemudian memanggul Panglima akbar kita, Jendral Sudirman. Tapi coba kalian pandang lebih dekat foto di atas, tampak residu – residu kepahlawanan Djuwari. Sorot mata kakek 13 cucu itu masih menyala, berkobar memperlihatkan semangat usaha kemerdekaan.
Sang pemanggul tandu Panglima Besar itu mengenakan baju putih yang teramat lusuh dan juga tidak dikancingkan. Karena mungkin satu per satu kancingnya telah tanggal, rapuh dimakan usia. Angin pegunungan dan mata insan bebas mamandang badan kurus keriputnya.
Celana pendek yang dipakainya jua tidak kalah lusuh menggunakan bajunya. Kehidupan Djuwari jua tidak kalah lusuh dibanding baju dan celana yg dipakainya. Kediamannya di Dusun Goliman masih berdinding anyaman bambu serta belum dilengkapi menggunakan lantai. Djuwari selalu bercerita kepada orang – orang bahwa memanggul tandu Pak Dirman (panggilannya kepada Jendral Sudirman) adalah pujian yg sangat luar biasa.
Kakek yang telah mempunyai 3 cicit itu mengaku bila menjadi pemanggul tandu Sang Jendral merupakan sebuah darma. Semua itu dilakukannya dengan rasa ikhlas tanpa berharap imbalan sepeserpun. Menjadi seseorang mantan pemanggul tandu Sudirman membuahkan keluarga Djuwari beberapa kali didatangi cucu Sang Panglima Besar. Pernah suatu kali, ia diberi uang Rp. 500.000,00, namun sehabis itu belum ada yg tiba membantunya lagi. Pemerintahan yg relatif baik kepadanya adalah zaman mantan Presiden Soeharto, sesekali beliau digelontor donasi beras. “Dulu mangkulnya bergantian, kira – kira kurang lebih tujuh orang” tuturnya.
Perjalanan mengantar perang gerilya Jendral Sudirman seingatnya dimulai pukul 8 pagi dan dikawal banyak laki-laki berseragam. Rute perjalanan yg ditempuh teramat berat karena medan berbukit – bukit serta hutan yg teramat lebat serta gelap. Seringkali perjalanan tidak boleh untuk sekedar duduk dan beristirahat.
Bersambung.