Eko Sulistyo Anggota Kwarnas Pramuka yang Aktif Terlibat dalam MisiMisi Kemanusiaan

Saat sebagian orang memandang sebelah mata gerakan pramuka, Eko Sulistyo malah kebalikannya. Pada usia yang nir lagi belia, dia justru makin aktif dalam kegiatan kepanduan itu. Dia acapkali terlibat dalam aksi-aksi kemanusiaan.

GUNAWAN SUTANTO, Jakarta

EKO Sulistyo membawa 2 wadah plastik berbentuk tabung menggunakan semringah. Tabung itu berisi piagam penghargaan berdasarkan Badan SAR Nasional (Basarnas) yg diserahkan wapres Jusuf Kalla, Selasa pagi (24/2).

Eko memang pantas menerima piagam itu. Penghargaan tadi merupakan apresiasi atas kepedulian dan kerja kerasnya pada misi evakuasi korban pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh pada Selat Karimata, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, 24 Desember2019.

Secara kebetulan, anugerah piagam itu bertepatan dengan hari ulang tahun ke-42 Eko. Eko adalah satu di antara enam anggota Kwarnas yg tergabung pada tim gabungan Basarnas. Selama 21 hari, beliau berada pada atas Kapal Negara (KN) 224, terombang-ambing gelombang besar Selat Karimata, buat mencari dan mengevakuasi kor- ban AirAsia nahas tadi.

”Dalam misi ini, saya ditunjuk sebagai ketua dari Kwarnas,” cerita Eko yg ditemui sehabis menghadap Adhyaksa Dault pada Kantor Kwarnas Pramuka, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat.
Eko sebenarnya relatif terlatih pada misi-misi kemanusiaan. Beberapa kali dia terjun pada tim rescue bencana alam, kecelakaan, bahkan menjadi relawan di daerah konflik. Misalnya, beliau pernah terlibat pada misi humanisme pada Somalia yang dilanda perseteruan berkepanjangan. ”Ini saya sebagai tim distribusi bantuan waktu terjadi pertarungan perang saudara pada Somalia,” jelas alumnus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu ketika memperlihatkan dokumentasi fotonya.

Pada kurun2019-2014, Eko sempat bolak-kembali ke sejumlah negara di tempat Afrika untuk mendistribusikan bantuan logistik bagi korban konflik serta kelaparan pada negara-negara miskin di sana. Antara lain, Kenya, Tanzania, Sudan, Ethiopia, dan Somalia. ”Di negara-negara itu, aku homogen-homogen tiga minggu hingga satu bulan.”

Bukan hanya medan berat yang dirasakan Eko ketika mengikuti misi kemanusiaan di Afrika. Namun, hatinya jua tersayat melihat kelaparan yang melanda masyarakat di negara-negara tersebut. Dia juga miris melihat anak-anak mini wajib memanggul senjata, menjadi kombatan dalam perang saudara yg berkepan- jangan.
”Di Somalia, saya melihat anak usia 12 tahun sudah membawa AK-47. Saya pribadi teringat anak sulung saya yg seusia itu,” cerita bapak 3 anak tersebut. Selain pada Afrika, Eko pernah terlibat dalam misi kemanusiaan pada Jepang ketika terjadi bencana tsunami dalam 2011.

Sementara itu, misi humanisme pada dalam negeri, antara lain, menjadi relawan pada peristiwa tsunami Aceh, erupsi Gunung Merapi dan Gunung Slamet, tenggelamnya kapal imigran pada Samudra Hindia, jatuhnya Sukhoi pada Gunung Salak, hingga longsor Banjarnegara pada Jawa Tengah.

Passion Eko untuk terlibat dalam kegiatan sosial sebenarnya tumbuh semenjak kuliah. Saat menempuh pendidikan di Jurusan Geografi UNJ, beliau acapkali mengikuti aktivitas ekstra misalnya kepencintaalaman. ”Istri aku mendukung penuh kegiatan aku itu,” tuturnya.

Pria kelahiran Jogjakarta itu masih ingin mendedikasikan energi dan pikirannya pada misi-misi humanisme bersama Kwarnas. Dia selalu merasa tertantang saat terjun menjadi relawan. Meskipun, kadang menjadi relawan jua membawa impak tidak mengenakkan bagi dirinya. Misalnya, hingga saat ini beliau selalu gagal mengurus visa ke Amerika Serikat lantaran ada cap visa kantor imigrasi Somalia di paspornya.

Menurut warta yang didapat Eko, Somalia masuk pada daftar negara berbahaya bagi Amerika Serikat. ”Padahal, wajah aku nir berjenggot. Nama saya juga standar nama Indonesia. Ternyata, gara-gara stempel Somalia itu,” kelakarnya. (*/c5/ ari)

Sumber:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel