KEKAWATIRAN ILMUWAN AS RON HARRIS TENTANG BENCANA DI KAWASAN TIMUR INDONESIA

Pada suatu sore, penulis kedatangan seorang tamu menurut Bringham Young University - USA. Beliau bernama Professor Ron Harris, seseorang ilmuwan di bidang Geologi yg cukup banyak melakukan penelitian tentang kegempaan pada Indonesia, bahkan sebelum terjadinya gempa akbar Aceh 2004. Berbicara dengan beliau, menciptakan nafas ini terasa sesak. Betapa tidak, Ron yg berkebangsaan Amerika ini sedemikian khawatirnya menggunakan syarat kesiapan masyarakat Indonesia bahagian Timur, yg tampaknya belum sempat tersentuh sosialisasi mengenai gempa.

Ron pernah membuat sebuah goresan pena berjudul Who's Next? Assessing Vulnerability Geophysical Hazard in Densely-Populated Regions of Indonesia. Tulisan yang diterbitkan di tahun 2002 itu, memberikan penjelasan tentang seismic gap yang paling berbahaya di Indonesia. Daerah wilayah rentan bencana itu adalah daerah padat penduduk. Yang dimaksud Ron merupakan wilayah di bahagian barat pulau Sumatera yg mempunyai sistim patahan sumatera dengan panjang 1600 Km. Ron memperkirakan ketika itu, bahwa wilayah tersebut sudah usang terkunci, dan sewaktu-waktu akan melepaskan energi yang bisa mengakibatkan terjadinya gempa berskala M8 lebih..! (Sumber, Ron Harris, Bridges fall 2002 anual report. Artikel ini dapat diunduh di //kennedy.byu.edu/bridges/pdfs/BridgesFall02.pdf).
Ron melanjutkan ceritanya. Berdasarkan hasil penelitiannya itu, Ron berusaha melakukan sosialisasi hasil penelitiannya ke aneka macam pihak. Dia menginformasikan ini ke Institusi pada Indonesia maupun ke pemerintah Amerika Serikat. Akan namun, upayanya nir membuahkan output yang relatif signifikan. Paparannya tidak menyebabkan kedua negara melakukan tindakan persiapan, juga pengenalan pada warga , supaya mereka siap siaga dalam menghadapi kemungkinan datangnya bencana akbar.
Kejadian gempa Aceh 2004, benar-benar menciptakan Ron terpukul. Saya mengalami tertekan berat, sehingga harus menjalani perawatan selama 3 tahun sesudah peristiwa itu jelasnya. Penulis masih mampu merasakan kekecewaan dan penyesalan yang mendalam dari ekspresi wajah dan intonasi suaranya. Ron bukanlah orang Indonesia. Ron hanyalah seorang ilmuwan yang merasa tanggungjawab keilmuannya telah gagal menyelamatkan seratus ribu lebih nyawa. Padahal beliau memahami bahwa insiden tersebut bisa terjadi sewaktu-ketika.
Setelah kesehatannya pulih, Ron menetapkan buat melakukan hal yg lebih menurut sekedar menulis publikasi ilmiah dan mengajar. Dalam presentasinya, dia memulai dengan sebuah pertanyaan, Apakah tanggungjawab kita ?. Pertanyaan ini beliau jawab sendiri dengan memaparkan 3 hal yaitu: 1. Melakukan peneltian mendasar, serta memonitor bencana alam. 2. Menyampaikan hasil yang relevan ke rakyat, khususnya rakyat yang terkena pengaruh langsung. Tiga. Implementasi usaha-usaha multidisipliner yg diharapkan untuk menerapkan strategi mitigasi yg efektif pada seluruh dunia.
Ron tidak sekedar mengajak. Ron nir ingin berhenti pada lbr-lembar jurnal ilmiah saja. Dia ingin, hasil penelitiannya memang sahih-sahih dipahami oleh warga . Dia ingin melakukannya secara eksklusif. Sejak beberapa tahun yang kemudian, Ron secara rutin mengunjungi Indonesia setiap tahun, buat melakukan langkah konkret berdasarkan apa yg sanggup beliau upayakan. Sasaran utamanya adalah wilayah Indonesia bahagian Timur. Mengapa ke sana..? Ron menjelaskan bahwa daerah Indonesia bahagian Timur diancam bala yg sama menggunakan daerah Sumatera dan Jawa. Pasca gempa 2004, pemerintah Indonesia cukup poly melakukan pengenalan penanggulangan resiko bencana pada daerah Indonesia bahagian Barat hingga Bali. Akan namun, pengenalan ini belum menyentuh wilayah Timur (goresan pena lengkap tentang ancaman bencana gempa bumi dan tsunami pada wilayah Indonesia bahagian timur akan dituliskan secara terpisah).
Berdasarkan penelitiannya, berbekal cacatan sejarah dari Arthur Wichman, dia melakukan penelitian tentang potensi gempa pada Indonesia bahagian timur serta melakukan sosialisasi sedapatnya menggunakan masyarakat yg ada di sana. Ron mempersiapkan peta serta petunjuk pengungsian beserta beberapa rekan yg mendukung setiap usahanya. Menurut Ron, secara sejarah kegempaan, banyaknya kejadian gempa akhir-akhir ini bukanlah hal yang aneh. Pola kegempaan ini berdasarkan dahulu sama saja. Akan namun, populasi penduduk yg meningkat sangat cepat. Sehingga, korban yang ditimbulkan akhir-akhir ini sebagai jauh lebih akbar dibandingkan pada masa lalu.
Ron punya rumusan yg sederhana tentang apa yg diupayakannya. Di akhir paparannya beliau melemparkan sebuah pertanyaan lagi. How much is a human life worth ?. Lanjutnya, Biaya yg dikeluarkan buat membentuk Tsunami Early Warning system, bisa mencapai 600 juta dolar. Akan namun, peralatan ini belum menerangkan hasilnya dalam menyelamatkan nyawa manusia. Tanda peringatan tsunami, boleh jadi hanya berharga 10 dolar saja. Tapi, beliau bisa menyelamatkan ribuan jiwa.
Menyimak paparan Ron, rasa-cita rasanya semua elemen bangsa ini wajib segera mengarahkan perhatian ke Indonesia bahagian timur. Upaya Ron dan mitra-kawan, sekalipun nir memanfaatkan teknologi tinggi, tapi perlu dilakukan segera. Peta bahaya tsunami, petunjuk pengungsian, juga sosialisasi, adalah hal yang mendesak. Kita nir tahu kapan bencana itu akan datang. Ron telah memulainya, mari kita lanjutkan harapannya agar saudara-saudara kita pada Indonesia bahagian timur, dapat mempunyai kesiapan jika sewaktu-waktu bencana itu datang. Who's Next ?
(Ket gambar - Prof. Ron Harris, ketika memberikan penjelasan kepada regu Pramuka pada daerah Maluku (asal presentasi Prof. Ron Harris).


Sumber: website BNPB

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel