Muhammad Luthfi Nurfakhri Alat Pendeteksi Penggunaan Pupuk Buatannya Lebih Baik & Lebih Murah dari Produk Amerika Serikat

Muhammad Luthfi Nurfakhri, murid kelas XI jurusan IPA, SMAN 1 Bogor, Jawa Barat, yg mengharumkan nama bangsa pada kancah internasional menggunakan menyabet peringkat III pada Intel International Science & Engineering Fair 2012, yang digelar pada pertengahan Mei kemudian, pada Pennsylvania, Amerika Serikat.
Luthfi berhasil menemukan “Digital Leaf Color Chart”. Sebuah indera bersensor ganda yg digadang-gadang memiliki objektivitas tinggi antara penggunaan pupuk menggunakan output flora padi.
Tidak tanggung-tanggung, indera yg ia temukan mampu mengalahkan harga indera sejenis pada pasaran. Dengan harga jual Rp 950.000, “Digital Leaf Color Chart” jauh lebih murah dari alat homogen yg diproduksi sang Amerika Serikat yg dipasarkan dengan harga lebih kurang Rp 14 juta.
“Hipotesa saya membuat suatu indera menggunakan obyektivitas tinggi dengan harga yg lebih murah,” kata Luthfi usai mendapat beasiswa unggulan menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) pada 27 Juni 2012  pada Gedung Kemdikbud, Jakarta.
Ia beranggapan bahwa proses pertumbuhan tanaman padi harus diperhatikan secara baik, galat satunya dalam proses pemupukan. Penelitiannya diilhami sang petani padi di sekitar tempat tinggalnya. Selama ini, para petani memakai metode Bagan Warna Daun (BWD) pada menaruh pupuk pada tanaman padinya.
Baginya, BWD memiliki kelemahan jika rona padi nir sinkron maka akan dihitung menggunakan rata-homogen sebagai akibatnya pemupukan dapat melebihi atau kekurangan nitrogen.
Melalui indera ciptaan Luthfi yang pula dilengkapi dengan Fototransistir menjadi pendeteksi warna daun padi, maka perhitungan pemberian nitrogen pada padi bisa lebih optimal dan ditunjukkan secara digital melalui LCD.
“Singkatnya, indera saya ini bermanfaat buat mendeteksi kebutuhan pupuk pada tanaman padi. Lalu sanggup memilih dosis yg paling optimal sehingga produksi padi sanggup efektif,” ujarnya.
Layaknya sebuah temuan, niscaya akan melalui proses penelitian, uji coba, serta gagal, sebelum akhirnya berhasil menjadi temuan yang bisa digunakan dan menaruh manfaat. Untuk menciptakan alat ini, Luthfi memerlukan saat lebih kurang satu tahun dengan uji coba serta kegagalan sebanyak 135 kali.
Tak hanya itu, beliau pun rela merogoh kocek sampai Rp 12 juta yg berasal dari kantong pribadi serta dukungan sekolahnya. Saat penggarapan, ia jua banyak berdiskusi menggunakan peneliti-peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) yg kebetulan lokasinya tak begitu jauh dari tempat tinggal dan sekolahnya.
“Secara kualitas indera saya siap diadu dengan alat sejenis. Lantaran milik Amerika hanya menggunakan satu sensor dan dijual menggunakan harga jauh lebih mahal,” tuturnya.
Putra seseorang dosen Kewirausahaan di Institut Teknologi Indonesia (ITI) ini memang hobi melakukan penelitian sejak dirinya masih duduk pada bangku SMP. Hingga waktu ini dia berhasil membuat 11 alat berdasarkan output penelitiannya. Ia berharap inovasi-penemuannya, khususnya “Digital Leaf Color Chat”, bisa dimanfaatkan oleh rakyat serta petani di semua dunia.
“Saya uji coba ke petani di lebih kurang loka saya tinggal. Awalnya enggak mau, tapi sehabis tahu hasilnya, mereka mau,” ucapnya.
Atas prestasinya, dia berhak menerima hibah berupa uang tunai sebanyak 1.000 dollar Alaihi Salam serta piagam penghargaan menurut militer Amerika Serikat. Selain itu, Pemerintah Indonesia jua menaruh beasiswa unggulan buat melanjutkan studi di jenjang pendidikan tinggi. Ia berharap dapat mengecap bangku perkuliahan di luar negeri dan pulang mengharumkan nama bangsa serta membawa manfaat buat Indonesia.
Sumber: IP

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel