UGM HARAPKAN PEMERINTAH BIJAK ATASI CANTRANG

UGM HARAPKAN PEMERINTAH BIJAK ATASI CANTRANG - Dengan adanya pp no dua yang melarang penggunaan cantrang setidaknya menyebabkan gejolak yg sedikit panas di pantai utara jawa

Karena Pelarangan penggunaan cantrang pada aktivitas penangkapan ikan sejak2019  dievaluasi sangat Mengganggu lingkungan serta habitat alam dan tidak tanggal berdasarkan itu kebijakan tersebut lalu sudah mengakibatkan polemik yg cukup panjang. 

Berkaitan menggunakan hal tadi, Departemen Perikanan  UGM menyelidiki kembali penerapan peraturan tadi menurut sisi akademis terkait pada aspek spesifikasi teknis indera tangkap cantrang, regulasi yg terkait menggunakan penangkapan ikan serta aspek sosial ekonomis serta pengelolaan sumberdaya perikanan.

UGM HARAPKAN PEMERINTAH BIJAK ATASI CANTRANG

Sekretaris Departemen Perikanan UGM, Dr. Eko Setyobudi, mengatakan menurut output diskusi dari pakar Deparemen Perikanan UGM yg dilakukan kemarin, Senin (22/1), diketahui penangkapan ikan dengan memakai cantrang telah lama dilakukan oleh nelayan mulai lebih kurang tahun 1970-an, khususnya pada Pantai Utara Jawa. 

Namun, bila mengacu pada baku indera tangkap cantrang yg tertuang dalam SNI dan FAO, dan mengacu dalam jalur yg sudah ditetapkan maka tidak terdapat kasus pada penggunaan indera tangkap cantrang karena masuk dalam kategori ramah lingkungan.

Namun demikian, imbuhnya, perkembangan teknologi serta modernisasi telah mendorong terjadinya modifikasi pada alat tangkap cantrang yg meliputi penggunaan energi mesin sebagai pengganti energi insan pada penarikan (hauling), panjang tali selambar, bukaan lisan cantrang serta ukuran jaring dalam kantong, serta lemahnya penegakkan hukum, “Menyebabkan alat tangkap cantrang menjadi kurang ramah lingkungan,” istilah Eko dalam keterangan kepada wartawan, Selasa (23/1).

Belum lagi, istilah Eko, daerah sapuan alat tangkap menjadi semakin luas serta selektifitasnya rendah. Secara nasional, persentase jumlah penggunaan alat tangkap cantrang nisbi mini dibandingkan menggunakan indera tangkap yg lain, tetapi demikian pada Pantai Utara Jawa persentasenya akbar. “Kontribusi produksi ikan di daerah tadi jua akbar,” ujarnya.

Namun berdasarkan sudut pandang sosial dan ekonomi, tambah Eko, hasil tangkapan cantrang baik ikan target atau bukan target, telah menaruh manfaat yang besar bagi nelayan itu sendiri, industri pengolahan, baik industri mini juga industri akbar. 


“Pada saat ini, indera tangkap cantrang sudah menjadi indera tangkap utama khususnya bagi nelayan di Pantai Utara Jawa, yang melibatkan poly pihak dan memiliki multiplier effect yang relatif luas,” ucapnya.

Oleh karena itu, pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang, yg dalam awalnya bertujuan buat kelestarian sumberdaya ikan, telah menaruh imbas negatif terhadap perekonomian serta mengakibatkan keresahan sosial yang cukup luas bagi nelayan pada daerah tadi.

Berdasarkan pertimbangan keberlanjutan sumberdaya ikan serta aspek sosial ekonomi perikanan cantrang, menurut Eko, pelarangan penggunaan cantrang secara total belum menjadi pilihan terbaik buat ketika ini. 

Namun, hal krusial yg wajib dilakukan merupakan peninjauan dan pengaturan kembali penggunaan indera tangkap cantrang yang menyangkut standardisasi spesifikasi indera, wilayah penangkapan dan regulasi operasional alatnya. 

“Apapun penerapan kebijakan yang dilakukan, harus didasarkan dalam kajian ilmiah secara mendalam dan komprehensif terhadap aspek teknis, aspek lingkungan, serta aspek sosial ekonomi,” ucapnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson) 


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel