MODUL II PERSIAPAN PRAKONDISI DI PLPG 2019 MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA


Berdasarkaninformasi yang ada di www.sertifikasiguru.id., Peserta PLPG 2017 harus menyelidiki ModulPedagogik serta Modul Pendalaman Materi Bidang Studi secara mandiri dandapat diunduh melalui halaman sertifikasiguru.id

(PETUNJUKPELAKSANAAN PRAKONDISI DI PLPG 2017 BISA DIUNDUH DI SINI)

Sebagaipersiapan pendalaman modul Materi Bidang Studi Bahasa Indonesia pada prakondisiPLPG 2017 kami sajikan Modul 2 Pendalaman Bidang Studi Bahasa Indonesia. Modulini adalah modul dalam PLPG 2016. Pada modul dua ini dibahas berbagai HakikatBahasa dan Pemerolehan Bahasa.



HAKIKAT BAHASA DAN PEMEROLEHANBAHASA
Drs. Azhar Umar, M.pd




KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016















BAB II
HAKIKAT BAHASA DAN PEMEROLEHAN BAHASA


A. Tujuan
Setelahmempelajari sumber belajar ini, pengajar diharapkan mempunyai pemahaman terhadapkonsep hakikat bahasa, hakikat pemerolehan bahasa, serta jenis-jenis pemerolehanbahasa menggunakan baik
B. Kompetensi serta Indikator Pencapaian Kompetensi

Kompetensi Guru
Indikator Pencapaian Kompetensi
Memahami hakikat bahasa dan
pemerolehan bahasa.
2.1 Mengidentifikasi konsep hakikat bahasa.
2.dua Mengidentifikasi konsep pemerolehan bahasa (fonologi)
2.3 Mengidentifikasi konsep pemerolehan bahasa (morfologi).
2.4 Mengidentifikasi konsep pemerolehan bahasa (sintaksis).
2.5 Mengidentifikasi konsep pemerolehan bahasa (semantic)
2.6 Mengidentifikasi konsep pemerolehan bahasa (pragmatik).
2.7 Membedakan pemerolehan dan
pembelajaran bahasa
2.8 Menentukan tahapan pemerolehan
bahasa anak
2.9 Mengidentifikasi faktor-faktor yang
menghipnotis pemerolehan bahasa


C. Uraian Materi
1. Hakikat Bahasa
Menurut Keraf (1984: 16), bahasa adalah alat komunikasi antar-anggota warga ,berupa lambang suara suara, yang dihasilkan oleh alat ucap insan. Meskipunbatasan bahasa yg dikemukakan Keraf ini terlihat sangat sederhana, apa yangmenjadi hakikat bahasa serta lambang bunyi suara itu tidaklah dan merta dapatdipahami serta disepakati dengan gampang sang seluruh pihak. Untuk mempermudahpemahaman kita tentang hal tersebut, baiklah kita simak gambaran berikut adalah.
Bila seorang asing berbicara dalam bahasa yang nir kita pahami, yg terdengarkepada kita hanyalah bunyi yang berselang-seling yang rumit sekali. Dalam waktuyang relatif lama , barulah bunyi-suara tersebut dapat kita bedabedakan.bunyi-bunyi dan urutannya akan semakin kentara pada kita karena ia berulang.apabila kita akhirnya tahu bahasa tadi, maka tampaklah kepada kitabahwa ada anggaran-aturan yg menguasai pemakaian bunyi dan urutan-urutannyaitu.
Di pada bahasa Inggeris, misalnya, nir masih ada suara (ny) seperti yang terdapatdi dalam bahasa Indonesia nyinyir atau nyonya. Bunyi (ng) didalam bahasa asing itu tidak pernah terdapat di awal kata, misalnya yangterdapat pada dalam istilah bahasa Indonesia ngeri, misalnya. Sebaliknya, adajuga urutan-urutan suara pada dalam bahasa Inggeris, seperti (spl) atau (spr),yg terdapat pada dalam kata-kata splash dan spring, yang tidakterdapat di dalam bahasa Indonesia.
Di dalam bahasa Inggeris terdapat istilah-kata beragam, misalnya flower garden ataubus station, yg istilah keduanya adalah pokok serta kata pertama menjelaskankata kedua. Di pada bahasa Indonesia terjadi hal yang kebalikannya. Kata-katamajemuk seperti stasiun bus atau kebun bunga, justru kata-kata pertamanyalahyang sebagai pokok, sedangkan istilah ke 2 menjadi penjelas kata pertama.
Dari contoh-contoh di atas, serta banyak lagi contoh lainnya yg bisa dikemukakandi sini, jelaslah bahwa tiap bahasa mempunyai anggaran-aturannya sendiri yangmenguasai hal-hal suara dan urutan-urutanny, hal-hal istilah dan susunannya, dansebagainya. Dapatlah disimpulkan bahwa bahasa itu sesungguhnya adalah kumpulanpola-pola, kumpulan kaidah-kaidah yg kemudian dianggap sistem. Jadi, bahasaadalah sistem unsur-unsur dan kaidah-kaidah.
Bila pertama kali kita melihat sebuah benda, dan orang yg tahu benda itumenyebutnya menggunakan ‘jam’, maka urutan bunyi /j/, /a/, dan /m/ kita asosiasikandengan benda tersebut. Kemudian, meskipun benda tersebut tidak lagi berada dihadapan kita, jika kita mendengar seseorang mengucapkan urutan suara itu, makakita akan serta-merta mengasosiasikannya menggunakan benda tadi. Demikianlah,terjadinya proses asosiasi antara suara-bunyi (baik berupa kata juga kalimat)dengan sesuatu (benda maupun konsep) menunjukkan ketinggian logika budi manusiayang tidak dimiliki sang makhluk lain. Urutan suara /j/, /a/, dan /m/ itu,pada pikiran insan, ternyata adalah lambang-lambang yg berdiri untuksesuatu yg lain yang bisa diterangkan sebagai “Sesuatu yg terdiri atas berbagairoda mini yg digerakkan sang beberapa per, yg ditempatkan pada dalam sebuhkotak besar atau mini , serta yg manfaatnya untuk
menunjukkan ketika.” Seperti diketahui, sesuatu yang berdiri buat sesuatu yang laindisebut tanda. Dengan demikian jelaslah bahwa bahasa itu sesungguhnyaadalah sistem tanda.
Tidak terdapat interaksi logis atau rasional antara suara-suara bahasa dengansesuatu yang dilambangkannya. Untuk menjelaskan hal ini, ambillah konsep Ksebagai perkara. K adalah hewan berkaki empat, berkuku satu dan banyakdijinakkan buat keperluan insan, baik untuk membantunya sebagai binatangpoenarik maupun buat hiburan di dalam pacuan. Orang Indonesia menyebut konsepK ini menggunakan urutan suara [k-u-d-a]; orang Inggeris menyebutnya
[h-o-r-s-e], serta orang Jawa menyebutnya dengan [j-a-r-a-n]. Sekiranya ada hubunganyang rasional atau logis antara suara-suara menggunakan bendanya, tentulah tidakakan ada disparitas urutan bunyi di dalam bahasa-bahasa di global ini buat konsepyang sama, seperti model-model yg telah diberikan di atas. Jadi jelaslah,nir terdapat hubungan yang rasional serta logis antara bunyi-suara sebagai lambangdengan sesuatu yang dilambangkannya. Dengan istilah-istilah lain, urutan bunyidalam satu bahasa bersifat mana senang atau arbitrer. Kecil jua kemungkinanbagi seorang buat mengubah urutan suara pada bahasanya buat sebuah konsepyang sudah ada. Betapa pun diktatornya kekuasaan seseorang pada suatu tempat,tidak mungkin baginya mengubah urutan bunyi [k-u-d-a], buat konsep yang telahdikemukakan pada atas, dengan urutan suara lain, contohnya sebagai [k-r-a-u]. Jikapun dimungkinkan, maka penggantian urutan suara bahasa itu haruslah mendapatpersetujuan atau konvensi sejumlah akbar rakyat pemakai bahasa. Darideskripsi di atas dapatlah disimpulkan bahwa urutan-urutan bunyi itu mestilahmencapai sifat konvensional untuk bisa dianggap menjadi istilah-kata didalam bahasa itu. Sifat inilah yg memilih, baik perubahan arti maupunhidup serta matinya kata-kata dalam satu bahasa dapatlah disimpulkan bahwa dariseluruh gambaran di atas dapatlah disimpulkan bahwa hakikat bahasa itu dicirikanoleh empat hal, yakni (1) bahasa merupakan bunyi-bunyi yang dihasilkan sang alatucap insan, (2) bahasa adalah sistem indikasi, (tiga) bahasa itu arbitrer/mana senang,dan (4) bahasa bersifat konvensional (lihat Samsuri, 1981: 9-12)


2. Pemerolehan Bahasa
2.1 Konsep Pemerolehan Bahasa
Simanjuntak (1987: 157) berkata, proses pemerolehan bahasa merupakan proses-prosesyang berlaku di pada otak seseorang kanak-kanak (bayi) sewaktu memperoleh bahasaibundanya. Ditambahkan Simanjuntak bahwa proses itu berlangsung tanpa disadarioleh kanak-kanak itu sendiri. Kiparsky mengajukan batasan yg lebih komplekslagi. Menurut Kiparsky (pada Tarigan, 1985: 243). Pemerolehan bahasa atau languageacquisition adalah suatu proses yang
digunakan anak-anak buat menyesuaikan seperangkan hipotesis yg makin bertambahrumit, atau pun teori-teori yang masih terpendam, menggunakan ucapanucapan orangtuanya sampai dia memilih, berdasrkan suatu berukuran atau dosis penilaian, tatabahasa yg paling baik dan yg paling sederhana berdasarkan bahasa tersebut.kanak-kanak melihat menggunakan pandangan yg cerah akan fenomena-kenyataan bahasayang dipelajarinya dengan melihat rapikan bahasa orisinil orang tuanya, sertapembaharuan-pembaharuan yg sudah mereka perbuat, menjadi tata bahasa tunggal.kemudian, beliau menyusun atau membangun suatu rapikan bahasa yg baru dan yangdisederhanakan menggunakan pembaharuan-pembaharuan yg dibuatnya sendiri.
Berbicara tentang pemerolehan bahasa, kita nir dapat melepaskan diri dariberbicara tentang indera pemerolehan bahasa (language acquisition device atauLAD). LAD merupakan indera hipotetis yg – dari input data linguisticprimer suatu bahasa – membentuk output yang terdiri atas tata bahasayang adekuat secara deskriptif bagi bahasa tadi. Skema ini dapatdigambarkan menjadi berikut:
Peralatan pemerolehan bahasa haruslah merupakan keberdikarian bahasa (languageindependent), yaitu sanggup memelajari setiap bahasa insan yg mana saja danharus menyediakan serta menetapkan suatu batasan pengertian atau gagasan‘bahasa insan’ (Chomsky pada Tarigan, 1985: 244). Ada yg berkata bahwaLAD adalah homogen kotak hitam atau black box di pada otak manusia.
Dari wacana di atas bisa ditarik simpulan adanya suatu contoh pemerolehan (acquisitionmodel) bahasa. Yang dimaksud menggunakan contoh pemerolehan merupakan suatu siasatyang dipakai anak-anak buat menyusun rapikan bahasa yg sempurna bagi bahasanya –buat memelajari bahasanya – dari suatu sampel data linguistik utamayang terbatas.
2.2 Pemerolehan Bahasa Anak
Para pakar umumnya sepakat bahwa penelitian mengenaai pemerolehan bahasa kanak-kanaksangat perlu dilakukan serta dikembangkan. Setidaknya, ada 3 alasan penelitiantersebut penting dilakukan, yakni:
(1) bahwa hal itu sendiri memang menarik,
Data linguistik utama à Sistem LAD àTatabahasa
(2) hasil-hasil berdasarkan telaah pemerolehan bahasa dapat memancarkan cahaya terang padaaneka rona kasus pendidikan serta pengobatan, seperti pengobatan afasia,hambatan ujaran, serta perkembangan kognitif,
(tiga) bahwa selama telaah pemerolehan bahasa dapat memperkuat atau memperlemahkategori-kategori kesemestaan yang telah dipatokkan sang teori-teori linguistikdengan suatu dasar mentalis secara eksplisit, maka jelas bahwa fenomemnapemerolehan bahasa itu relevan dengan perkembangan toeri linguistik.
Memang poly linguis dan nonlinguis yg sudah mengadakan jajak mengenaipemerolehan bahasa tanpa membuat suatu upaya konkret untuk membatasi sertamenetapkan bagimana output-hasil jajak mereka bisa diterapkan, dan tanpakeinginan buat membuktikan sesuatu mengenai hakikat bahasa. Hasil pendekatanyang agak kausal ini adalah hasil observasi yang sudah niscaya cenderungmenjadi bersifat anekdot serta karenanya merupakan sifat yang nir sistematis.tambahan lagi, kurangnya teori pemerolehan bahasa yang logis yang berarti bahwamata rantai antara data menggunakan apa kita sebut menjadi “warta-berita” pemerolehanbahasa itu sungguh-sungguh sangat lemah dan kurang mempersatukan. Misalnyaadalah: sukar melukiskan -- apalagi menyebutkan faktafakta perkembangan ujaranyang lamban – menggunakan tepat apa yang lumrah.
Sayangnya , kita sulit sekali mengetahui hal-hal yang menciptakan serta menunjangperkembangan ujaran yang normal. Hal ini sebagian ada sangkut-pautnya dengan kesukaran-kesukaranpraktis yg poly sekali terlibat dalam penelaahan ujaran kanak-kanak, tetapijuga ada kaitannya dengan kenyataan bahwa belum terdapat teori linguistic yangtersedia yg menyajikan peralatan-peralatan yg cukup terang untukmemudahkan atau memungkinkan kita melukiskan warta-warta atau mendaftarkannyasecara luas meliputi poly hal.
Walaupun di atas telah dikemukakan pentingnya penelitian terhadap pemerolehanbahasa anak, tetapi kita nir dapat menutup mata akan adanya kesulitan-kesulitanyang harus dihadapi pada penelitian tersebut. Berikut ini dikemukakan beberapaindikasi atau petunjuk kesulitan-kesulitan mudah dan teoritis yg terlibatdalam penelitian pemerolehan bahasa. Pertama, sukar
meneliti data input, yaitu jumlah dan hakikat ujaran (data linguistic utama)yang harus diungkap oleh anak-anak selama masa 2 atau 3 tahun.

Kedua,sulit mempelajari data hasil (ucapan-ucapan yg didapatkan anak). Biasanya, kitamemerlukan sejumlah keterangan yg situasional buat menentukan makna ucapanseorang anak. Misalnya saja, ucpan seorang anak “Ibu air” yang mungkin berarti‘mak merogoh air’ atau ‘ibu minum air’, dan sebagainya. Haruskah kita hanyadengan mengungkapkan bahwa ucapan itu terdiri atas nomina + nomina saja?
Ketiga, sulit mempelajari hubungan input – output. Hal ini teutama disebabkan olehkenyataan bahwa mungkin ada kesenjangan saat antara apa yang didengar olehanak-anak menggunakan apa yang diucapkannya.
Keempat, sungguh sulit menguji kompetensi anak-anak serta memisahkan variabel-variabelperformansinya. Bagaimana kita mengetahui bahwa anak-anak telah membuat suatukesalahan berdasarkan kompetensi yg seharusnya ? Anak-anak merupakan komponen yangsangat sulit diuji.
Pada bagian terdahulu sudah disinggung tentang contoh pemerolehan atau acquisitionmodel. Sekarang, kita menyelidiki apa sajakah yang terlibat dalam konstruksi ataupenyusunan contoh pemerolehan bahasa. Seorang anak yang mampu belajar bahasaharuslah memiliki:
(1) teknik buat menggambarkan tanda-indikasi inpu,
(2) cara mendeskripsikan warta structural mengenai tanda-pertanda ini,
(3) metode buat memilih apa yang dinyatakan secara tidak langsung atau
diimplikasikan oleh setiap hipotesis serupa itu menghenai setiap kalimat,
(4) metode untuk memilih galat satu menurut hipotesis-hipotesis yang sesuai dengandata linguistic utama tertentu (Tarigan, 1985: 243-247).
2.3 Teori Pemerolehan Bahasa Anak
Teori pemerolehan bahasa dalam anak meliputi teori behaviorisme, nativisme,kognitivisme, dan interaksionisme.
2.3.1 Teori Behaviorisme
Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yg dapat diamati langsungdalam hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response).perilaku bahasa yg efektif adalah membuat reaksi (R) yang sempurna terhadap rangsangan/stimulus(S). Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika menerima penguatan (reinforcement).pada waktu ini, anak belajar bahasa pertamanya. Sebagai model, seorang anakmengucapkan bilangkali untuk barangkali. Sudah
pasti si anak akan dikritik sang ibunya atau siapa saja yg mendengar istilah tadi.apabila suatu waktu si anak mengucapkan barangkali dengan sempurna, beliau tidakakan mendapatkan kritikan lantaran pengucapannya sudah sahih. Situasi sepertiinilah yang dinamakan menciptakan reaksi yg sempurna terhadap rangsangan danmerupakan hal yg pokok bagi pemerolehan bahasa pertama pada anak.
Berikut ini merupakan beberapa prinsip behaviorisme:
(1) Teori belajar behaviorisme ini bersifat empiris, berdasarkan dalam data yg dapatdiamati.
(2) Kaum behavioaris menganggap bahwa (a) proses belajar pada insan samadengan proses belajar pada hewan, (b) insan tidak mempunyai potensi bawaanuntuk belajar bahasa, (c) pikiran anak adalah tabula rasa yang akan diisi denganasosiasi S-R, (d) semua prilaku
merupakan respon terhadap stimulus dan perilaku terbentuk dalam rangkaianasosiatif.
(tiga) Belajar bagi kaum behavioris adalah pembentukan interaksi asosiatif antara stimulusdan respon yg berulang-ulang sebagai akibatnya terbentuk norma. Pembentukankebiasaan ini dianggap pengondisian.
(4) Pengondisian selalu disertai ganjaran sebagai penguatan asosiasi antaraS-R.
(5) Bahasa merupakan konduite manusia yang kompleks pada antara konduite-perilaku lain.
(6) Anak menguasai bahasa melalui peniruan.
(7) Perkembangan bahasa seseorang dipengaruhi sang frekuensi dan intensitas latihanyang disodorkan.
B.F. Skinner merupakan tokoh genre behaviorisme. Dia menulis kitab Verbal Behavior(1957) yg digunakan sebagai rujukan bagi pengikut genre ini. Menurut aliranini, belajar merupakan hasil faktor eksternal yg dikenakan kepada suatu organisme.menurut Skinner, perilaku kebahasaan sama menggunakan konduite yang lain, dikontrololeh konsekuensinya. Jika suatu usaha menyenangkan, perilaku itu akan terusdikerjakan. Sebaliknya, jika tidak menguntungkan, konduite itu akan ditinggalkan.singkatnya, apabila terdapat reinforcement (penguatan) yang cocok,
perilaku akan berubah dan inilah yang dianggap belajar.
Banyak kritikan diarahkan terhadap aliran ini. Chomsky mengungkapkan bahwa toeriyang berlandaskan conditioning dan reinforcement tidak bisamenjelaskan kalimat-kalimat baru yang diucapkan buat pertama kali dan inilahyang kita kerjakan setiap hari. Bower serta Hilgard jua menentang aliran inidengan mengatakan bahwa penelitian mutakhir nir mendukung genre ini.
Aliran behaviorisme berkata bahwa seluruh ilmu dapat disederhanakan menjadihubungan stimulus-respons. Hal tersebut tidaklah benar lantaran tidak semuaperilaku adalah respons menurut satu stimulus. Beberapa output penelitian membuktikanbahwa sejumlah orang yang mendapatkan stimulus yang sama tidak serta mertamelahirkan respons yg sama. Terdapat variabel-variabel lain yang memengaruhireaksi atau respons seorang terhadap satu stimulus.
2.tiga.2 Teori Nativisme
Chomsky merupakan penganut nativisme. Menurutnya, bahasa hanya bisa dikuasaioleh insan, Binatang nir mungkin bisa menguasai bahasa manusia. PendapatChomsky berdasarkan dalam beberapa perkiraan. Pertama, perilaku berbahasaadalah sesuatu yg diturunkan (genetik). Setiap bahasa memiliki pola perkembanganyang sama (merupakan sesuatu yg universal) dan lingkungan memiliki perankecil di dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa bisa dikuasaidalam ketika yang nisbi singkat. Ketiga, lingkungan bahasa anak tidak
dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan rapikan bahasa yg rumit menurut orangdewasa.
Menurut genre ini, bahasa merupakan sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahildapat dikuasai dalam ketika yg singkat melalui peniruan. Nativisme jugapercaya bahwa setiap insan yg lahir telah dibekali dengan suatu indera untukmemperoleh bahasa (language acquisition device, disingkat LAD). Mengenaibahasa apa yang akan diperoleh anak bergantung pada bahasa yang dipakai olehmasyarakat kurang lebih. Sebagai model, seorang anak yg dibesarkan di lingkunganMelayu, telah bisa dipastikan bahwa bahasa Melayu akan menjadi
bahasa pertamanya.
Semua anak yg normal dapat belajar bahasa apa saja yang digunakan oleh masyarakatsekitar. Jika diasingkan sejak lahir, anak ini tidak memperoleh bahasa.dengan istilah lain, LAD nir menerima “makanan” sebagaimana umumnya (Baradja,1990:33). Tanpa LAD, tidak mungkin seseorang anak bisa menguasai bahasa dalamwaktu singkat serta sanggup menguasai sistem bahasa yg rumit. LAD jugamemungkinkan seorang anak dapat membedakan bunyi bahasa serta bukan
bunyi bahasa.
2.tiga.3 Teori Kognitivisme
Aliran kognitivisme berawal menurut pernyataan Jean Piaget (1926) yg berbunyi “Logicalthinking underlies both linguistic and nonlinguistic developments.” (Pikiranlogis membawahi perkembangan linguistik dan nonlinguistik). Pernyataan inimemancing para ahli psikologi kognitif memperlihatkan pertumbuhan kemampuanberbahasa. Mereka menilai penerangan Chomsky tentang hal itu belum memuaskan.
Teori Kognitivisme mengungkapkan bahwa bahasa bukanlah suatu karakteristik alamiah yangterpisah, melainkan galat satu pada antara beberapa kemampuan yg asal darikematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh logika. Perkembangan bahasa harusberlandaskan dalam perubahan yang lebih fundamental dan lebih generik di dalamkognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembanganbahasa (Chaer, 2003:223).hal ini tentu saja berbeda dengan
pendapat Chomsky yang menyatakan bahwa prosedur umum menurut perkembangankognitif nir bisa mengungkapkan struktur bahasa yang kompleks, tak berbentuk, dankhas. Begitu juga dengan lingkungan berbahasa. Bahasa wajib diperoleh secaraalamiah.
Menurut teori kognitivisme, yg paling primer harus dicapai adalah perkembangankognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa.dari lahir sampai usia anak 18 bulan, bahasa dipercaya belum ada. Anak hanyamemahami global melalui indranya. Anak hanya mengenal benda yang dicermati secaralangsung. Pada akhir usia satu tahun, anak telah dapat mengerti bahwa bendamemiliki sifat permanen sehingga anak mulai menggunakan simbol untukmempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya. Simbol ini kemudianberkembang sebagai istilah-kata awal yg diucapkan anak.
2.tiga.4 Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasilinteraksi antara kemampuan mental pembelajar menggunakan lingkungan bahasa. Pemerolehanbahasa itu herbi hubungan antara masukan (input) dengan kemampuaninternal yg dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah mempunyai LAD sejak lahir.tetapi, tanpa terdapat masukan yg sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasatertentu secara otomatis.
Dalam pemerolehan bahasa pertama, anak sangat ditentukan oleh faktor internaldan eksternal. Benar apabila terdapat teori yang menyampaikan bahwa kemampuan berbahasasi anak telah ada sejak lahir (sudah terdapat LAD). Hal ini sudah dibuktikan olehberbagai penemuan, misalnya yg telah dilakukan sang Howard Gardner. Dia mengatakanbahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasanyang dimaksud adalah kecerdasan berbahasa (Campbel, dkk., 2006: dua-
3). Akan tetapi, yg nir boleh dilupakan adalah lingkungan yang juga merupakanfaktor yg memengaruhi kemampuan berbahasa si anak. Banyak inovasi yg telahmembuktikan hal ini.
2.4 Jenis-jenis Pemerolehan Bahasa
Darjowidjojo (2003: 244) membagi jenis-jenis pemerolehan bahasa pada empattataran, yakni fonologi, morfologi, sintaksis, serta semantik. Di samping itu, adabahasan juga tentang pemerolehan pragmatik, yakni bagaimana anak memerolehkelayakan pada berujar. Berikut ini penerangan mengenai banyak sekali jenis pemerolehanbahasa pada atas.
2.4.1 Pemerolehan Fonologi
Pada waktu dilahirkan, anak hanya mempunyai sekitar 20 % menurut otak dewasanya.ini berbeda dengan hewan yang sudah memiliki kurang lebih 70%. Lantaran perbedaaninilah, maka binatang sudah bisa melakukan poly hal segera setelah lahir,sedangkan manusia hanya bisa menangis dan menggerak-gerakkan badannya. Padaumur lebih kurang 6 minggu, anak mulai mengeluarkan suara-bunyi yang mirip denganbunyi konsonan atau vokal. Bunyi-bunyi ini belum dapat
dipastikan bentuknya karena memang belum terdengar menggunakan jelas. Proses mengeluarkanbunyi-suara seperti ini dinamakan cooing, yang telah diterjemahkan sebagai‘dekutan’ (Dardjowidjojo 2012:244). Anak mendekutkan bermacammacam bunyi yangbelum jelas identitasnya. Pada kurang lebih umur 6 bulan, anak mulai mencampurkonsonan dengan vocal sehingga membangun apa yg dalam bahasa Inggrisdinamakan babbling, yang telah diterjemahkan sebagai ‘celotehan’. Celotehandimulai menggunakan konsonan yg keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat danbilabial nasal. Vokalnya merupakan /a/, dengan demikian strukturnya adalah KV.
2.4.dua Pemerolehan Morfologi
Afiksasi bahasa Indonesia adalah galat satu aspek morfologi yg kompleks.hal ini terjadi karena satu istilah dapat berubah maknanya karena proses afiksasi(prefiks, sufiks, simulfiks). Misalnya, istilah satu dapat berubah sebagai:bersatu, menyatu, kesatu, satuan, satukan, disatukan, persatuan, kesatuan, kebersatuan,mempersatukan, dan seterusnya. Zuhdi dan Budiasih (1997) menyatakan bahwaanak-anak mempelajari morfem mula-mula bersifat hapalan.
Hal ini lalu diikuti menggunakan membuat simpulan secara kasar mengenai bentuk danmakna morfem. Akhirnya, anak menciptakan kaidah. Proses yg rumit ini dimulaipada periode prasekolah serta terus berlangsung hingga dalam masa adolesen.
2.4.3 Pemerolehan Semantik
Menurut beberapa pakar psikologi perkembangan, kanak-kanak memperoleh maknasuatu kata dengan cara menguasai fitur-fitur semantik kata itu satu demi satusampai seluruh fitur semantik dikuasai, seperti yg dikuasai oleh orang dewasa(Mc.neil, 1970, Clark, 1997). Clark secara generik menyimpulkan perkembanganpemerolehan semantik ini ke pada empat termin. Pertama, termin penyempitanmakna kata. Tahap ini berlangsung antara umur satu hingga satu setengah tahun(1,0 – 1,6). Pada tahap ini, kanak-kanak menduga satu benda tertentu yangdisebut ‘gukguk’ hanyalah anjing yang dipelihara pada tempat tinggal saja, nir termasukyang berada pada luar tempat tinggal . Kedua, tahap generalisasi hiperbola. Tahap iniberlangsung antara usia satu 1/2 tahun hingga dua tahun setengah (1,6 – 2,6).pada termin ini, anak-anak mulai menggeneralisasikan makna suatu kata secaraberlebihan. Jadi, yang dimaksud menggunakan anjing atau ‘gukguk’ merupakan seluruh binatangberkaki empat. Ketiga, termin medan semantik. Tahap ini berlangsung antarausia dua 1/2 tahun hingga usia 5 tahun (2,6 – lima,0). Pada tahap ini,
kanak-kanak mulai mengelompokkan istilah-kata yang berkaitan ke pada satu medansemantik. Pada mulanya, proses ini berlangsung apabila makna istilah-istilah yang digeneralisasisecara hiperbola semakin sedikit -- setelah kata-kata baru untuk benda-bendayang termasuk dalam generalisasi ini dikuasai oleh kanak-kanak.
Umpamanya, jika dalam utamanya, istilah anjing berlaku buat seluruh binatangberkaki empat, tetapi sesudah mereka mengenal kata kuda, kambing, harimau makakata anjing berlaku buat anjing saja. Kelima, tahapgeneralisasi. Tahap ini berlangsung sesudah kanak-kanak berusia lima tahun.pada tahap ini, kanak-kanak telah mulai mampu mengenal benda-benda yang samadari sudut persepsi, bahwa benda-benda itu memiliki fitur-fitur semantik yangsama. Pengenalan misalnya ini semakin paripurna waktu usia kanak-kanak itusemakin bertambah. Jadi, saat berusia antara lima tahun hingga tujuh tahun,misalnya, mereka telah mengenal apa yg dimaksud dengan fauna.
2.4.4 Pemerolehan Sintaksis
Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa menggunakan mengucapkan satu kataatau bagian kata. Kata ini, bagi anak, sebenarnya merupakan kalimat penuh, namun diabelum dapat berkata lebih menurut satu kata berdasarkan seluruh kalimat itu. Yang menjadipertanyaan adalah: istilah mana yg dipilih? Seandainya anak itu bernama Fajridan yang ingin dia sampaikan merupakan Fajri mau makan, apakah beliau akan memilihkata jri (buat Fajri), mau (buat mau), ataukah kan (untukmakan)? Dari tiga istilah pada kalimat Fajri mau makan, yang baru adalah kan.lantaran itulah anak
memilih kan, dan bukan jri, atau mau. Dengan singkat dapatdikatakan bahwa pada ujaran yang dinamakan ujaran satu kata atau USK (oneword utterance), anak nir sembarangan saja memilih kata itu; dia akanmemilih kata yang menaruh warta baru.
Dari segi sintaktiknya, USK sangatlah sederhana lantaran memang hanya terdiri darisatu kata saja, bahkan buat bahasa misalnya bahasa Indonesia hanya sebagian sajadari kata itu. Di samping karakteristik ini, USK juga memiliki ciri-ciri yang lain. Padaawalnya, USK hanya terdiri dari KV saja. Bila istilah itu KVK, maka K yang kedua dilesapkan.kata mobil, misalnya, akan disingkat menjadi /bi/. Pada perkembangannyakemudian, konsonan akhir ini mulai muncul. Pada umur 2,0 tahun, contohnya, Echamenamakan ikan sebagai /tan/, persis sama menggunakan istilah bukan.
Pada awal USK pula tidak terdapat gugus konsonan. Semua gugus yang terdapat di awal atauakhir kalimat disederhanakan sebagai satu konsonan saja. Kata putri (untukEyang putri) diucapkan oleh Echa mula-mula menjadi Eyang /ti/. Ciri lain dariUSK adalah bahwa istilah-istilah berdasarkan kategori sintaktik utama (content words),biasanya nomina, verba, kata sifat, dan mungkin pula adverbia. Tidak terdapat katafungsi, seperti dari, atau ke. Di samping itu, istilah-katanyaselalu berdasarkan kategori sini dan kini. Tidak terdapat yg merujuk kepadayang tidak terdapat di sekitar atau pun ke masa lalu dan
masa depan. Anak pun jua dapat menyatakan negasi nggak, pengulangan lagi,danhabisnya sesuatu.
Sekitar umur dua,0 tahun, anak mulai mengeluarkan ujaran 2 istilah atau UDK (TwoWord Utterance). Anak mulai menggunakan 2 istilah yg diselingi jeda sebagai akibatnya seolah-olahdua istilah itu terpisah. Untuk menyatakan bahwa lampunya sudah menyala. Echamisalnya, bukan mengatakan /lampunala/ “lampu nyala” tapi /lampu // nala/. Jadi,tidak sinkron menggunakan USK, UDK, secara sintaksis, lebih kompleks tetapi semantiknyamakin lebih jelas (Dardjowidjojo, 2003: 265)
2.4.lima Pemerolehan Pragmatik
Jakobson menyatakan bahwa pemerolehan pragmatik anak dipengaruhi oleh lingkungannya.di pada pemerolehan pragmatik, anak nir hanya berbahasa, melainkan jugamemperoleh tindak berbahasa. Dardjowidjojo (2003: 266) membagi pemerolehanpragmatik dalam dua teori, masing-masing (1) Pemerolehan niat komunikatif dan(dua) Pemerolehan kemampuan percakapan. Pada minggu-minggu pertama sesudahlahir, anak mulai memberitahuakn niat komunikatifnya dengan tersenyum, menolehbila dipanggil, menggapai apabila diberi sesuatu, serta menaruh sesuatu kepadaorang lain.
Pemerolehan kemampuan dialog di tandai menggunakan struktur percakapan yang terdiriatas tiga komponen, yaitu (1) pembukaan, (dua) giliran, dan (3) penutup. Bila orangtua menyapanya, atau anak-anak yg menyapa terlebih dahulu, itulah indikasi bahwapercakapan akan dimulai. Pada termin giliran, akan terjadi anugerah respons,serta pada bagian penutup, nir mustahil pula bahwa pertanyaan tersebut tidakterjawab lantaran anak kemudian pulang saja meninggalkan orang tuanya atau beralih kekegiatan lain.
POSTINGAN TERKAIT
TIPS SUKSES DI PRAKONDISI PLPG 2017 BACA DI SINI
MODUL PEDAGOGIK PERSIAPAN  PRAKONDISI PLPG 2017 UNDUH DI SINI
MODUL LENGKAP PERSIAPAN PRAKONDISI BAHASA INDONESIA UNDUH DI SINI

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel