SEJARAH AWAL MULA BERDIRI KOTA PALEMBANG
Thursday, October 20, 2011
Edit
Kota Palembang adalah salah satu kota (dahulu daerah tingkat II berstatus kotamadya) sekaligus adalah bunda kota menurut Provinsi Sumatra Selatan. Palembang adalah kota terbesar ke 2 di Sumatra sesudah Medan. Kota ini dahulu pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya sebelum lalu berpindah ke Jambi. Bukit Siguntang, di Palembang Barat, hingga kini masih dikeramatkan poly orang dan dipercaya menjadi bekas sentra kesucian pada masa lalu.
Palembang adalah kota tertua pada Indonesia, hal ini didasarkan pada prasasti Kedukan Bukit (683 M) yang diketemukan pada Bukit Siguntang, sebelah barat Kota Palembang, yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yg ditafsirkan menjadi kota yang adalah ibukota Kerajaan Sriwijaya dalam lepas 16 Juni 683 Masehi (tanggal 5 bulan Ashada tahun 605 syaka). Maka tanggal tersebut dijadikan patokan hari lahir Kota Palembang.
Pada ketika itu sang penguasa Sriwijaya didirikan Wanua pada wilayah yg kini dikenal menjadi kota Palembang. Menurut topografinya, kota ini dikelilingi oleh air, bahkan terendam oleh air. Air tersebut bersumber baik dari sungai juga rawa, juga air hujan. Bahkan waktu ini kota Palembang masih masih ada 52,24 % tanah yang yang tergenang sang air (data Statistik 1990). Berkemungkinan karena kondisi inilah maka nenek moyang orang-orang kota ini menamakan kota ini menjadi Pa-lembang pada bahasa melayu Pa atau Pe sebagai istilah tunjuk suatu tempat atau keadaan; sedangkan lembang atau lembeng merupakan tanah yg rendah, lembah akar yang membengkak lantaran usang terendam air (dari kamus melayu), sedangkan berdasarkan bahasa melayu-Palembang, lembang atau lembeng adalah genangan air. Jadi Palembang merupakan suatu loka yg digenangi oleh air.
Kondisi alam ini bagi nenek moyang orang-orang Palembang sebagai kapital mereka buat memanfaatkannya. Air sebagai sarana transportasi yang sangat vital, hemat, efisien serta punya daya jangkau serta punya kecepatan yang tinggi. Selain kondisi alam, juga letak strategis kota ini yg berada dalam satu jaringan yang sanggup mengendalikan kemudian lintas antara 3 kesatuan wilayah:
Tanah tinggi Sumatera bagian Barat, yaitu :
Ketiga kesatuan daerah ini merupakan faktor setempat yg sangat mementukan dalam pembentukan pola kebudayaan yang bersifat peradaban. Faktor setempat yg berupa jaringan serta komoditi dengan frekuensi tinggi sudah terbentuk lebih dulu dan berhasil mendorong insan setempat membangun pertumbuhan pola kebudayaan tinggi pada Sumatera Selatan. Faktor setempat inilah yg membuat Palembang menjadi ibukota Sriwijaya, yang merupakan kekuatan politik serta ekonomi di zaman klasik dalam wilayah Asia Tenggara. Kejayaan Sriwijaya diambil sang Kesultanan Palembang Darusallam pada zaman madya sebagai kesultanan yg disegani dikawasan Nusantara
1256976844.jpgsriwijaya, misalnya juga bentuk-bentuk pemerintahan pada Asia Tenggara lainnya dalam kurun waktu itu, bentuknya dikenal menjadi Port-polity. Pengertian Port-polity secara sederhana bermula sebagai sebuah sentra redistribusi, yang secara perlahan-huma merogoh alih sejumlah bentuk peningkatan kemajuan yg terkandung pada pada spektrum luas. Pusat pertumbuhan dari sebuah Polity adalah entreport yang membuat tambahan bagi kekayaan serta hubungan-kontak kebudayaan. Hasil-hasil ini diperoleh oleh para pemimpin setempat. (pada istilah Sriwijaya sebutannya merupakan datu), dengan output ini merupakan basis untuk penggunaan kekuatan ekonomi dan dominasi politik di Asia Tenggara.
Ada tulisan menarik menurut kronik Cina Chu-Fan-Chi yang ditulis sang Chau Ju-Kua dalam abad ke 14, menceritakan mengenai Sriwijaya sebagai berikut :Negara ini terletak pada Laut selatan, menguasai kemudian lintas perdagangan asing pada Selat. Pada zaman dahulu pelabuhannya memakai rantai besi untuk menahan bajak-bajak bahari yg bermaksud jahat. Apabila ada perahu-perahu asing tiba, rantai itu diturunkan. Setelah keadaan aman pulang, rantai itu disingkirkan. Perahu-perahu yg lewat tanpa singgah dipelabuhan dikepung sang perahu-perahu milik kerajaan dan diserang. Semua awak-awak perahu tersebut berani mangkat . Itulah sebabnya maka negara itu sebagai pusat pelayaran.
Tentunya banyak lagi cerita, legenda bahkan mitos tentang Sriwijaya. Pelaut-pelaut Cina asing seperti Cina, Arab dan Parsi, mencatat seluruh perisitiwa kapanpun kisah-kisah yang mereka lihat dan dengan. Jika pelaut-pelaut Arab dan Parsi, menggambarkan keadaan sungai Musi, dimana Palembang terletak, adalah bagaikan kota di Tiggris. Kota Palembang digambarkan mereka adalah kota yang sangat besar, dimana jika dimasuki kota tersebut, kokok ayam jantan tidak berhenti bersahut-sahutan (dalam arti kokok sang ayam mengikuti terbitnya matahari). Kisah-kisah perjalanan mereka penuh dengan keajaiban 1001 malam. Pelaut-pelaut Cina mencatat lebih realistis tentang kota Palembang, dimana mereka melihat bagaimana kehiduapan penduduk kota yang hidup diatas rakit-rakit tanpa dipungut pajak. Sedangkan bagi pemimpin hidup berumah ditanah kering diatas rumah yang bertiang. Mereka mengeja nama Palembang sesuai dengan lidah dan aksara mereka. Palembang disebut atau diucapkan mereka sebagai Po-lin-fong atau Ku-kang (berarti pelabuhan lama).setelah mengalami kejayaan diabad-abad ke-7 dan 9, maka dikurun abad ke-12 Sriwijaya mengalami keruntuhan secara perlahan-lahan. Keruntuhan Sriwijaya ini, baik karena persaingan dengan kerajaan di Jawa, pertempuran dengan kerajaan Cola dari India dan terakhir kejatuhan ini tak terelakkan setelah bangkitnya bangkitnya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Kerajaan-kerajaan Islam yang tadinya merupakan bagian-bagian kecil dari kerajaan Sriwijaya, berkembang menjadi kerajaan besar seperti yang ada di Aceh dan Semenanjung Malaysia.
Sumber:
//infokito.wordpress.com/2007/07/15/mengenal-kota-palembang/
//www.palembang.go.id/?Nmodul=laman&judul=sejarah&bhsnyo=id
//karimsh.multiply.com/journal/item/77?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
Palembang adalah kota tertua pada Indonesia, hal ini didasarkan pada prasasti Kedukan Bukit (683 M) yang diketemukan pada Bukit Siguntang, sebelah barat Kota Palembang, yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yg ditafsirkan menjadi kota yang adalah ibukota Kerajaan Sriwijaya dalam lepas 16 Juni 683 Masehi (tanggal 5 bulan Ashada tahun 605 syaka). Maka tanggal tersebut dijadikan patokan hari lahir Kota Palembang.
Pada ketika itu sang penguasa Sriwijaya didirikan Wanua pada wilayah yg kini dikenal menjadi kota Palembang. Menurut topografinya, kota ini dikelilingi oleh air, bahkan terendam oleh air. Air tersebut bersumber baik dari sungai juga rawa, juga air hujan. Bahkan waktu ini kota Palembang masih masih ada 52,24 % tanah yang yang tergenang sang air (data Statistik 1990). Berkemungkinan karena kondisi inilah maka nenek moyang orang-orang kota ini menamakan kota ini menjadi Pa-lembang pada bahasa melayu Pa atau Pe sebagai istilah tunjuk suatu tempat atau keadaan; sedangkan lembang atau lembeng merupakan tanah yg rendah, lembah akar yang membengkak lantaran usang terendam air (dari kamus melayu), sedangkan berdasarkan bahasa melayu-Palembang, lembang atau lembeng adalah genangan air. Jadi Palembang merupakan suatu loka yg digenangi oleh air.
Kondisi alam ini bagi nenek moyang orang-orang Palembang sebagai kapital mereka buat memanfaatkannya. Air sebagai sarana transportasi yang sangat vital, hemat, efisien serta punya daya jangkau serta punya kecepatan yang tinggi. Selain kondisi alam, juga letak strategis kota ini yg berada dalam satu jaringan yang sanggup mengendalikan kemudian lintas antara 3 kesatuan wilayah:
Tanah tinggi Sumatera bagian Barat, yaitu :
- Pegunungan Bukit Barisan.
- Daerah kaki bukit atau piedmont dan rendezvous anak-anak sungai sewaktu memasuki dataran rendah.
- Daerah pesisir timur bahari.
Ketiga kesatuan daerah ini merupakan faktor setempat yg sangat mementukan dalam pembentukan pola kebudayaan yang bersifat peradaban. Faktor setempat yg berupa jaringan serta komoditi dengan frekuensi tinggi sudah terbentuk lebih dulu dan berhasil mendorong insan setempat membangun pertumbuhan pola kebudayaan tinggi pada Sumatera Selatan. Faktor setempat inilah yg membuat Palembang menjadi ibukota Sriwijaya, yang merupakan kekuatan politik serta ekonomi di zaman klasik dalam wilayah Asia Tenggara. Kejayaan Sriwijaya diambil sang Kesultanan Palembang Darusallam pada zaman madya sebagai kesultanan yg disegani dikawasan Nusantara
1256976844.jpgsriwijaya, misalnya juga bentuk-bentuk pemerintahan pada Asia Tenggara lainnya dalam kurun waktu itu, bentuknya dikenal menjadi Port-polity. Pengertian Port-polity secara sederhana bermula sebagai sebuah sentra redistribusi, yang secara perlahan-huma merogoh alih sejumlah bentuk peningkatan kemajuan yg terkandung pada pada spektrum luas. Pusat pertumbuhan dari sebuah Polity adalah entreport yang membuat tambahan bagi kekayaan serta hubungan-kontak kebudayaan. Hasil-hasil ini diperoleh oleh para pemimpin setempat. (pada istilah Sriwijaya sebutannya merupakan datu), dengan output ini merupakan basis untuk penggunaan kekuatan ekonomi dan dominasi politik di Asia Tenggara.
Ada tulisan menarik menurut kronik Cina Chu-Fan-Chi yang ditulis sang Chau Ju-Kua dalam abad ke 14, menceritakan mengenai Sriwijaya sebagai berikut :Negara ini terletak pada Laut selatan, menguasai kemudian lintas perdagangan asing pada Selat. Pada zaman dahulu pelabuhannya memakai rantai besi untuk menahan bajak-bajak bahari yg bermaksud jahat. Apabila ada perahu-perahu asing tiba, rantai itu diturunkan. Setelah keadaan aman pulang, rantai itu disingkirkan. Perahu-perahu yg lewat tanpa singgah dipelabuhan dikepung sang perahu-perahu milik kerajaan dan diserang. Semua awak-awak perahu tersebut berani mangkat . Itulah sebabnya maka negara itu sebagai pusat pelayaran.
Tentunya banyak lagi cerita, legenda bahkan mitos tentang Sriwijaya. Pelaut-pelaut Cina asing seperti Cina, Arab dan Parsi, mencatat seluruh perisitiwa kapanpun kisah-kisah yang mereka lihat dan dengan. Jika pelaut-pelaut Arab dan Parsi, menggambarkan keadaan sungai Musi, dimana Palembang terletak, adalah bagaikan kota di Tiggris. Kota Palembang digambarkan mereka adalah kota yang sangat besar, dimana jika dimasuki kota tersebut, kokok ayam jantan tidak berhenti bersahut-sahutan (dalam arti kokok sang ayam mengikuti terbitnya matahari). Kisah-kisah perjalanan mereka penuh dengan keajaiban 1001 malam. Pelaut-pelaut Cina mencatat lebih realistis tentang kota Palembang, dimana mereka melihat bagaimana kehiduapan penduduk kota yang hidup diatas rakit-rakit tanpa dipungut pajak. Sedangkan bagi pemimpin hidup berumah ditanah kering diatas rumah yang bertiang. Mereka mengeja nama Palembang sesuai dengan lidah dan aksara mereka. Palembang disebut atau diucapkan mereka sebagai Po-lin-fong atau Ku-kang (berarti pelabuhan lama).setelah mengalami kejayaan diabad-abad ke-7 dan 9, maka dikurun abad ke-12 Sriwijaya mengalami keruntuhan secara perlahan-lahan. Keruntuhan Sriwijaya ini, baik karena persaingan dengan kerajaan di Jawa, pertempuran dengan kerajaan Cola dari India dan terakhir kejatuhan ini tak terelakkan setelah bangkitnya bangkitnya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Kerajaan-kerajaan Islam yang tadinya merupakan bagian-bagian kecil dari kerajaan Sriwijaya, berkembang menjadi kerajaan besar seperti yang ada di Aceh dan Semenanjung Malaysia.
Sumber:
//infokito.wordpress.com/2007/07/15/mengenal-kota-palembang/
//www.palembang.go.id/?Nmodul=laman&judul=sejarah&bhsnyo=id
//karimsh.multiply.com/journal/item/77?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem